23. Kesal dan Bahagia

21 3 0
                                    

"Elara!" panggil Langit, ia berhasil mendapatkan gadis itu setelah capek berlari-larian. Elara tetap tak melihat ke arah Langit, sampai akhirnya lelaki itu mencekal lengan Elara membuat dia berhenti melangkah.

"Ada apa?" tanya Elara dengan santai meskipun hatinya sakit.

Langit menghembuskan napas berkali-kali, sebelum ia berbicara. Setelah ia mendapatkan pasokan udara yang cukup, ia pun langsung berkata.

"Jangan pergi," ujar Langit.

"Lo kan mau mengenang masa lalu, jadi yaudah gue kasih waktu. Sana balik, kasihan Nasya."

Langit menggeleng dengan cepat. "Enggak, El. Gue minta maaf."

Gadis berambut panjang dan berwarna coklat itu menaikkan alisnya sebelah. "Minta maaf? Buat apa?"

"Gue tahu lo cemburu kan?" goda Langit sembari terkekeh.

Tiba-tiba Elara tertawa. "Kata siapa? Gue gak pernah cemburu lagi."

"Halah, gak usah ngelak. Gue tahu lo cemburu." Langit terus menggoda, Elara ingin cepat pergi rasanya. Lelaki itu tak mengerti apa bahwa sedari tadi hatinya berdetak kencang.

"Lagian ngapain sih cemburu, lo bukan siapa-siapa gue."

Langit tersenyum, ia mencolek-colek bahu Elara. "Kode mau minta dihalalin  nih ya?"

"Apaansih, halalin-halalin. Emang gue haram apa?" Sewot Elara dengan memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Ih bukan gitu maksud gue, lo mah ah. Masa gak ngerti sih?" kesal Langit.

Elara menggelengkan kepalanya, ia sebenarnya mengerti. Bibirnya sedari tadi berkedut, ingin menampilkan senyumannya. Namun, ia terlalu gengsi menunjukannya.

Gadis itu memang begitu, malu-malu tapi mau. Elara kadang tak mengerti dengan sikapnya. Ia suka tiba-tiba malu-maluin, kadang juga jadi pendiam sekali. Kalau marah atau badmood, ia akan kesal. Semenjak dekat dengan Langit, sikapnya selalu berubah-ubah kayak bunglon. Entah mengapa, ia seperti menemukan sisi lain di dirinya. Sebelumnya, Elara tak pernah begini.

"Udah malam," ucap Langit seraya matanya menerawang ke atas.

"Iya tahu, terus?"

"Kita jangan pulang dulu ya, pergi ke pasar malam yuk?" ajak Langit dan sekarang ia sudah menatap ke arah Elara.

Mata gadis itu berbinar, jika sudah mendengar pasar malam ia pasti akan senang. Karena, di sana ia dapat memakan harum manis sepuasnya.

Elara menganggukkan kepalanya cepat. "Ayo."

Langit langsung mengambil tangan Elara kembali, lalu melanjutkan langkahnya. Hati gadis itu masih tetap sama, berdetak kencang seperti sedang meronta ingin keluar.

***

"Mana anakmu? Jam segini masih keluyuran" sentak wanita paruh baya dan sedang memegang tongkat.

"Dia lagi main sama temannya, Ma," sahut wanita paruh baya, yang kini sedang berjalan menghampirinya.

"Aluna, kamu itu jangan terlalu memanjakannya. Dia anak gadis," ucapnya lagi.

"Ma dia butuh kebebasan, lagian anakku juga tidak akan macam-macam."

Wanita paruh baya yang penuh dengan uban itu tertawa. "Tidak macam-macam? Bagaimana kalau sampai terjadi? Dia akan sangat memalukan keluarga kita."

Aluna yang mulai kesal dengan ucapannya, ia pun sedikit terbawa emosi. "Ma, jangan berpikir macam-macam! Lagian dia juga anakku, aku tahu seperti apa dia!"

GIRL IS HURT [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang