33. Putus?

18 3 0
                                    

Elara Kavindra. Gadis berambut coklat itu menyenderkan badannya di kursi taman. Di sana ia menghembuskan napasnya berkali-kali. Lelah, satu kata yang mewakili perasaannya. Pikirannya melayang di mana Langit meminta maaf kepadanya.

"Jadi, can you forgive me, honey?" Mata Langit menatapnya lekat.

Elara bimbang. Hatinya berdebar, ia merasa luluh kepadanya. Ia ingin memaafkan, tetapi hatinya seolah menolak. Jadi, ia harus bagaimana?

Ia menghembuskan napasnya, lalu menggelengkan kepalanya. "Maaf, gue belum bisa. Beri gue waktu untuk memikirkan semuanya."

Langit menghela napas panjang. Dia terlihat seperti pasrah. Akhirnya, Elara pergi meninggalkan Langit sendiri. Ia menengok ke arah belakang, lalu tersenyum miris.

"Sebenernya aku mau maafin kamu, tapi aku butuh waktu." batin Elara.

Lalu, setelah ia mengingat itu, Elara membuka tas-nya. Mengambil beberapa foto. Ia memandang foto itu, mengusapnya, bahkan sekarang air matanya sudah turun.

"Ma, ke mana lagi harus cari mama?" lirih Elara. "Kenapa mama harus pergi? Kenapa mama buang aku? Apa aku adalah anak yang tidak diinginkan?" lanjutnya. Ia mengusap air matanya, sungguh ia sangat lelah. Sudah dua minggu ia mencari orangtua kandungnya, berbekal foto dari orangtua yang kini merawatnya. Namun, ternyata nihil ia tak menemukannya.

Elara pikir menjadi dewasa itu enak, ternyata tidak. Jika saja ia diberi pilihan untuk kembali ke masa kecil, ia ingin kembali ke sana. Masa di mana ia tak perlu memikirkan hal yang rumit. Masalahnya memang sedikit, tetapi pikirannya sangat bercabang.

Hari sudah sore, Elara bangkit dari duduknya. Ia pergi dari sana. Namun, saat ia ingin melangkah suara notifikasi dari handphone-nya terdengar.

0857****
Send a picture

Ia terkejut melihat itu, ia melihat Langit sedang memeluk Nasya. Sungguh, hatinya terasa seperti diiris oleh pisau yang tajam. Sakit, sekali. Lagi-lagi, air matanya jatuh. Ia mengelapnya dengan kasar, tak sepantasnya dirinya menangisi lelaki seperti itu. Baru saja ia mendengar permintaan maaf dari lelaki itu, namun ternyata sekarang ia bermain belakang dengan Nasya.

Ia melihat nomor si pengirim, ternyata nomor itu sama dengan nomor si peneror. Ah, Rembulan. Ya, dia pasti sengaja mengirim ini memakai nomor samaran. Udah ketahuan pun, masih tetap seperti ini.

***

Langit sedang berada di cafe sky, ia sedang menunggu Nasya. Ya, bagaimanapun dia adalah temannya. Nasya ingin bercerita tentang kehidupan pribadinya, memang Langit sudah dipercayai oleh Nasya.

Gadis itu datang terlambat dari perjanjian awal. "Maaf aku telat," ujar Nasya.

Langit tersenyum. "Nope, ayo duduk."

Gadis itu duduk, terlihat sekali wajah yang kusut. Langit mengernyit keheranan, ada apa dengannya? Apakah dia baik-baik saja?

"Hey, kamu kenapa, Nas? Are you okay?" tanya Langit. Lelaki itu memegang lengan Nasya.

Nasya melihat ke arah tangannya, lalu tersenyum. "Yes, okay. Kamu gak perlu khawatir."

"Aku khawatir sama kamu, Nas. Kamu ini sahabat aku, sudah sewajarnya aku khawatir."

"Iya-iya," ujar Nasya. "Eh, kamu udah pesen minum atau makan?" tanya Nasya.

"Belum, aku nunggu kamu."

"Yaudah, kita pesen dulu. Abis itu aku mau cerita sama kamu."

Langit menganggukkan kepalanya, Nasya pun memanggil pelayan lalu ia memesan makanan. Setelah beberapa lama menunggu, akhirnya pesanan itu datang.

GIRL IS HURT [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang