40. Kabar Baik atau Kabar Duka?

53 4 0
                                    

Mama Langit dibawa ke sebuah ruangan untuk di cek kesehatannya, lalu setelah itu semua selesai. Alhamdulillah, ternyata mama Langit sehat dan darahnya bisa di donorkan.

Sebelum itu, ia diberi makanan-makanan sehat terlebih dahulu. Setelah itu, ia pun dibawa ke ruangan di mana ia akan mendonorkan darahnya.

Mama Langit membaringkan badannya, lalu setelah itu proses pendonoran darah pun dimulai.

Setelah selesai, ia pun disuruh untuk beristirahat terlebih dahulu.

"Dok, apakah anak saya akan sadar setelah ini?" tanya mama Langit.

Dokter itu tersenyum. "Berdoa saja ya, Bu. Insyaallah, akan sembuh."

Mama Langit menganggukkan kepalanya.

"Untuk sementara ibu istirahat sebentar di sini dulu ya, dan jangan sampai plester yang ada ditangan ibu tercabut. Biarkan dulu selama 3 jam ya, Bu."

"Baik, Dok. Terima kasih," ujar mama Langit.

"Sama-sama, Bu. Kalau begitu saya permisi," pamit sang dokter. Mama Langit hanya membalasnya dengan anggukkan.

***

Di sisi lain, Elara sedang berada di kantin rumah sakit. Ia disuruh makan oleh semua orang, katanya kalau ia sakit Langit akan sedih.

Karena mendengar nama Langit, akhirnya ia mau. Elara kini memandang bubur di depannya dengan tak selera, raganya ada di sini, tetapi jiwanya melayang entah ke mana.

Ia mengaduk-aduk bubur itu, sungguh ia tak mood untuk makan.

"El, dimakan ya buburnya," ujar Ethan. Elara menggelengkan kepalanya.

"Sayang loh, El. Mubadzir, gak baik kayak gitu," rayu Ethan.

"Aku gak mood, Than."

"Kamu gak mau Langit sedih? hm?"

Elara menghela napasnya, lalu mendelikkan matanya. "Iya-iya, aku makan."

Elara pun akhirnya memakan buburnya dengan malas-malasan.

***

Ethan mengajak Elara bermain ke taman rumah sakit, awalnya gadis itu menolak namun Ethan terus memaksa.

Elara mengambil napas dalam-dalam, lalu ia keluarkan. Pikirannya terus tertuju pada Langit.

Bagaimana kondisinya? Apakah Langit akan sembuh? Ataukah malah--- Elara menggelengkan kepalanya. "Enggak-enggak, jangan sampai," gumamnya. Membuat Ethan mengernyit keheranan.

"Kamu kenapa, El?" tanya Ethan.

Elara menoleh ke arah Ethan. "Ah, gak apa-apa kok."

"El, aku yakin Langit kuat. Dia pasti sembuh."

"Iya, semoga."

"El, kayaknya setelah lulus aku bakal kembali ke London. Kalau aku udah gak di sini, kamu harus selalu bahagia. Karena, kebahagiaan kamu itu juga kebahagiaan buat aku."

Elara menatap haru pada Ethan. "Kamu bakal ke sana lagi? Kenapa gak menetap di sini?"

"Aku pengennya gitu, tapi pekejaan papa dipindahkan lagi ke sana jadi aku harus ikut."

"Maafin aku ya, Than."

Ethan mengernyitkan dahinya. "Maaf untuk?"

"Karena aku gak bisa balas perasaan kamu."

Ethan tersenyum, lalu tangannya mengelus puncak kepala Elara. "Gak apa-apa, aku gak maksa kok. Asal kamu bahagia sama orang yang kamu pilih, itu udah cukup buat aku."

"Terkadang cinta gak butuh balasan, cukup melihat seseorang yang dicinta senang itu udah cukup. Terkadang cinta juga butuh keikhlasan, dan aku ikhlas ngelepas kamu buat Langit."

Elara menghamburkan pelukannya kepada Ethan, ia bahagia bisa memiliki sahabat seperti Ethan. "Makasih, Ethan. Kamu sahabat terbaik aku."

***

Dokter telah keluar dari ruangan Langit, lagi-lagi wajahnya tak bisa diprediksi.

"Bagaimana, Dok?" tanya papa Langit.

Sang dokter mengusap wajahnya, lalu ia menghela napas dan menggelengkan kepalanya. "Maaf, Langit tidak bisa diselamatkan. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin."

Seperti petir menyambar di siang bolong, hati Elara tiba-tiba sakit. Jantungnya meronta-ronta seperti ingin keluar.

Tubuhnya merosot, ia menangis sejadi-jadinya. Tak mungkin Langit meninggal, bagaimana bisa? Lelaki itu adalah lelaki yang paling kuat yang ia kenal.

Elara masih tak menyangka, tangisnya kini berubah menjadi raungan. Ia berdiri dari duduknya, melepaskan pelukan Ethan. Lalu, berlari ke arah ranjang Langit.

Ia mendekap tubuh lelaki itu, tangisnya tak henti-henti. Sungguh, apakah ini akhirnya? Apakah ia harus mengikhlaskan Langit pergi?

"Langit, bangun," lirih Elara. Gadis itu menggoyang-goyangkan badan Langit tanpa membuka kain yang menutupinya.

Kisah ini bukan akhir dari segalanya, masih ada kelanjutan yang harus dijalani. Entah itu bahagia atau malah menyedihkan.

Elara adalah wanita yang kuat, ia bisa menghadapi ucapan-ucapan pedas dari sang nenek. Ia bisa menghadapi kenyataan hidup.

Semua sudah takdir yang telah dirancang oleh sang maha kuasa.

Tangan seseorang mencekal lengan Elara, berharap gadis itu tidak pergi. Elara menghentikkan langkahnya, lalu menoleh ke arah seseorang itu. Pada detik itu, ia seolah seperti patung yang terdiam dan tak bisa berkutio. Apakah ini mimpi? Ataukah hanya sebuah ilusi?

***
Huwaaa! Udah ending😭

Terima kasih bagi para pembaca GIH yang sudah meluangkan waktunya, ini cerita kedua aku yang udah ending😭🤣

Terima kasih untuk SkyPublisher dan GuratSastraIndonesia yang sudah mengadakan challenge 40 hari menulis ini❤

Ini merupakan kado terindah sih, karena ending tepat diultahku🤣

Pokoknya terima kasih untuk kalian semuaa yang udah baca, vote, dan bantu share jugaa❤

Selamat membaca endingnya, tenang masih ada epilog kok :v

I lop yu dari aku, Langit, Ethan, dan Elara❤

GIRL IS HURT [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang