12. Pesan Misterius

32 6 0
                                    

Elara menengadah ke atas, memandang langit yang cerah, dan ia kini menikmati angin sepoi-sepoi sembari menutup matanya dan sesekali menghela napas lelah.

Langit memandang wajah Elara, ia bingung mengapa bisa neneknya bersikap seperti itu pada cucunya? Ia kira Elara itu hidupnya bahagia, ternyata ia tertipu oleh topeng yang ia perankan. Setiap Langit melihat gadis itu di sekolah selalu tersenyum, namun ternyata Elara pun mempunyai sisi terpuruknya. Memang manusia tak ada yang sempurna, pasti ada saja kekurangannya. Yang terlihat bahagia pun belum tentu bahagia.

Lelaki itu ingin menanyakan perihal neneknya, tetapi ia tak tega saat melihat mata Elara mengeluarkan air mata.

"Jangan ditahan, keluarin aja apa yang lo rasain. Kalo mau nangis, gue siap jadi tempat bersandar lo."

Elara mengusap air matanya, ia melihat ke arah Langit dengan tersenyum.

"Kehidupan itu kejam ya? Gue kira,  gue ini bakal jadi orang yang paling bahagia diantara temen-temen gue. Nyatanya gue gak bisa sebahagia itu."

"Gak ada manusia yang sempurna di dunia ini, El."

Elara menganggukan kepalanya.

"Pertama kali lo lihat gue, pasti mikirnya gue ini gak punya masalah apapun kan?"

"Iya, yang gue tahu lo itu kayak gak punya masalah hidup."

Langit tersenyum sembari menggelengkan kepalanya. "Lo salah, gue punya banyak masalah. Cuma gue nutupin apa yang gue rasa dengan selalu tertawa seperti yang lo lakuin setiap hari. Jadi, setiap manusia punya kekurangannya masing-masing."

Elara tersenyum. "Gue kira hidup lo mulus, tapi ternyata punya masalah juga."

"Bukan cuma gue atau lo yang punya masalah, orang cantik dengan harta berlimpah juga pasti punya masalah. Lo tahu apa masalahnya?"

Elara menggelengkan kepalanya.

"Mereka pasti selalu tertekan dengan orang-orang yang suka dengannya karena uang, mereka dimanfaatin, sampai-sampai mereka gak tahu mana temen yang tulus dan mana yang enggak tulus sama dia. Jadi, lo jangan pernah mikir kalo di dunia ini cuma lo yang punya masalah. Apalagi sampai buat lo insecure."

Elara mengangguk paham. "Ternyata jadi orang cantik dan kaya itu gak enak juga ya, haha. Makasih, Langit."

"Makasih untuk apa?"

"Karena lo udah ingetin gue, kalo di dunia ini gak ada yang sempurna kecuali Sang Pencipta."

"Sama-sama," ujar Langit sembari tersenyum senang. "Kalau gitu kapan kita mulai belajar?"

Elara menepuk dahinya. "Oh iya, lupa. Yaudah, nunggu dulu makanan datang habis itu kita belajar."

"Gue seneng deh, lo jadi banyak omong gini. Gak canggung, tetap seperti ini ya El."

Elara baru sadar, ia terdiam. Mengapa dirinya menjadi banyak omong gini? Apalagi dirinya lancar banget tanpa gugup, apa ia sudah mulai menerima kehadiran Langit?

***

Disisi lain terdapat seseorang yang memakai hoodie abu sedang memperhatikan Langit dan Elara, tampak wajahnya yang sedang menahan kesal. Matanya menatap mereka dengan api cemburu.

Dia terus saja memperhatikannya, melihat keakraban mereka membuat dirinya ingin segera menghampiri Langit dan Elara.

"Oke, ini saatnya permainan dimulai. Lihat aja apa yang bakal gue lakuin," ujar seseorang itu dengan senyuman sinisnya.

***

"Lo kerjain ini ya," ucap Elara.

Langit tersenyum misterius. "Gue kerjain, tapi kalo gue bener semua lo harus mau nurutin apa yang gue minta."

Elara mendelikkan matanya. "Minta apa emangnya?"

"Nanti aja, kalo udah selesai." Kini Langit pun berkutat dengan soal-soal yang dipenuhi rumus. Selama ini Langit memang jago dalam mengerjakan soal matematika, bahkan ia sangat menyukai pelajaran itu. Langit pun menyukai pelajaran Fisika sejak SMP, namun entah mengapa dirinya lebih memilih jurusan IPS daripada IPA. Mungkin cita-citanya yang ingin menjadi seorang guru.

Lelaki itu memang mempunyai cita-cita ingin menjadi guru TK, alasannya sangat simple karena ia menyukai anak kecil. Memang ajaib Langit ini.

Akhirnya dalam waktu 30 menit, Langit berhasil mengerjakan 5 soal yang diberikan oleh Elara. Gadis itu kini memeriksa jawaban Langit, Elara mengernyitkan dahinya. Semua jawabannya benar, tak ada yang salah.

"Gimana?" tanya Langit dengan menaik-naikkan alisnya.

Elara menghela napas pelan. "Jawaban lo bener semua. Lo sengaja kan nilai lo anjlok semua karena mau belajar bareng gue?"

Elara menutup mulutnya, saat menyadari ucapannya. Mengapa dirinya menjadi seseorang yang narsis begini?

Langit terkekeh. "Pd banget lo. Jadi, sesuai permintaan gue tadi. Kalo jawaban bener semua, gue boleh minta apa aja sama lo dan lo harus nurutin itu."

"Minta apaan?" tanya Elara.

"Pertama, gue minta besok lo temenin gue ke suatu tempat."

Elara menganggukkan kepalanya.

"Kedua, gue minta lo jauhin Ethan."

Elara menggelengkan kepalanya.

"Gue bilang kan, lo harus nurutin semua apa yang gue minta," kesal Langit.

"Tapi jangan Ethan, dia sahabat gue. Dan gue gak bisa jauhin dia, mengertilah Langit."

Lelaki itu menghela napasnya. "Yaudah oke, gue ganti. Gue mau lo selalu ada saat gue butuh lo."

Elara kini menganggukkan kepalanya.

"Yang terakhir, gue minta nomor handphone lo."

Elara membelalakkan matanya. Nomor handphone? Ia langsung berpikir pada pengirim pesan waktu itu, kalau bukan Langit lalu siapa?

"Bukannya lo udah chat gue?" tanya Elara memastikan.

Langit mengernyitkan dahinya. "Kapan? Gue gak pernah chat lo kok."

"Terus yang chat gue waktu itu siapa?"

Langit mengangkat bahunya. "Meskipun gue udah punya nomor lo, gue gak pernah chat lo sekalipun."

"Nah itu lo punya nomor gue, kenapa minta lagi?"

"Gue pengen minta langsung aja ke orangnya, siapa tahu dia salah kasih nomor."

"Dapat dari siapa?" tanya Elara.

"Temen satu ekskul lo."

Elara menganggukkan kepalanya. Ia pun menyebutkan nomor handphonenya.

Pikirannya masih melayang kepada pesan dengan nomor yang diketahuinya, ia pada saat itu percaya bahwa itu Langit karena dia memberi clue.

Jika bukan Langit, lalu siapa? Ah ... Elara jadi semakin bingung. Pesan misterius itu, membuat dirinya akan lebih hati-hati.

****

Kira-kira siapa yang kirim pesan itu? Dan siapa juga orang di balik hoodie abu? Tebak ayo🤣

Selamat membaca dan jangan lupa vote&commentnya❤

GIRL IS HURT [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang