Lanjut....?
Typo kasih tau ya:).
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Di sebuah kamar dengan dominasi warna putih biru. seorang gadis sudah siap dengan pakaiannya. Ia hanya menggunakan pakaian santai namun tetap casual dengan dress tunik dan bawahan celana coklat di tambah kerudung dengan warna senada. Setelah yakin, Hanna bergegas untuk turun dan menemui keluarga yang lain.Debaran jantungnya begitu terasa saat akan menuruni tangga di tambah lagi deru suara mobil baru saja sampai di depan rumahnya.
Hanna baru setengah jalan, namun memutuskan untuk berbalik badan menuju kamarnya. Ia bahkan sedikit berlari. 'Ya Allah ini menakutkan'. Hanna membatin sambil menggigiti kukunya. Ia berdiri tepat di belakang pintu. Bahkan wajahnya hampir pucat saat mendengar ucapan salam dari tamu itu.
"Assalamu'alaikum"
Tamu yang di tunggu mengetuk pintu rumah sambil mengucaplan Salam. Sebagai tuan rumah Linda segera membukakan pintu tidak baik membiarkan tamu berdiri terlalu lama.
"Wa'alaikum Salam. Lisa, mas Davin Mari masuk". Linda menyambut mereka dengan ramah.
Seperti yang sudah di rencanakan, keluarga Akbar akan makan malam dirumah keluarga calon menantu. Namun sedari tadi yang terlihat hanya mama Lisa papa Davin dan si kecil Rebecca sementara sang kakak entah ada dimana.
Tante Emy dan om Farhan juga menyambut keluarga itu, sementara Raja ia hanya memberi salam lalu kabur menemui sepupunya. Tentu saja ini atas perintah Bunda dan mamanya agar Hanna segera turun dan berhenti untuk ketakutan.
Di lain tempat, seorang remaja laki-laki tengah duduk di atap rumah sahabatnya. Tidak bisa dipungkiri tempat ini menjadi tempat untuk mereka nongkrong bersama. Jangan berfikir ini seperti rooftop gedung-gedung pencakar langit. Ini memang benar-benar atap rumah dengan genteng tanah berwana Bata. Ini adalah rumah lama sang sahabat sementara mereka sudah pindah ke kompleks perumahan elite.
Setelah lama melamunkan diri di tepi sungai. Bryan dan yang lain memutuskan untuk ketongkrongan tapi malah nyasar kerumah lama Fakhri dan berakhirlah mereka di atap rumah itu. Juna dan Rey sudah pulang sekitar 30 menit yang lalu namum Bryan masih betah menatap pemandangan Kota yang mulai gelap.
Fakhri hanya membiarkannya saja, tidak berniat membuat lelucoan atau apapun itu. Ia mengerti apa yang membuat gundah Bryan, banyangkan saja harus di jodohkan atau tinggal dengan perempuan. sungguh, pasti berat bagi Bryan. Karena sedari dulu teman Tk nya itu sangat sulit bergaul dengan perempuan tapi dia masih normal kok, itu yang membuat Fakhri masih betah berteman dengan si tembok.
"Jadi apa pilihan lo?"
Fakhri duduk di samping Bryan dengan secangkir kopi yang ia dapat dari warung buning depan rumahnya Kali ini bayar kok besok Baru nge bon lagi.Bryan mendengus ia malas membahas soal tawaran itu tapi fikirannya malah tertuju kesana.
"Kalo menurut gue nih yan, Bener Kata Rey tadi mending lo beradaptasi dulu siapa tau nyaman, kan gak ada yang tau. Lagian nggak ada salahnya juga. Bonyok lo pasti tau selera lo". nasehat Fakhri setelah minum kopi di tangnnya. Sepertinya kopi dapat menormalkan otak absurdnya.
"Tapi kalo lo gak mau, ya udah gue aja yang gantiin lumayankan ngilangin kejombloan gak capek nyari langsung kawin lagi hahaha"
Bryan salah, kopi tidak membuat temannya ini waras malah semakin aneh.
'Ting'
Notifikasi dari ponsel Bryan. Fakhri sedikit mengintip ternyata dari om Davin. Pesannya hanya share location sebuah tempat menimbulkan tanya di otak Fakhri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunshine
Teen FictionPada awalnya semua baik-baik saja. Tidak ada kecanggungan ataupun perasaan peduli. Semua berjalan normal, dua orang manusia yang tidak saling mengenal lebih lanjut hanya tahu tentang nama dan bersekolah di tempat yang sama. Di pihak Hanna ia hanya...