BAB II

7 0 0
                                    


23.46 (Brian, Luke)

Hari ini, lagi lagi langit malam menjadi saksi, saksi bisu caraku melaksanakan pembantaian untuk kesekian kalinya. Dua tahun lebih semenjak aku menjadi KillerS, dari misi misi sederhana, hingga misi mematikan. Entah sudah berapa misi ku selesaikan, sudah berapa Klien yang menerima hasil dengan puas, berapa banyak jiwa jiwa yang ku rengut paksa, berapa banyak pula orang yang menginginkan kematian ku sebagai KillerS terkenal di Negara ini.

Dari menargetkan anggota kelompok mafia Yakuza dari Jepang, mencuri barang seharga milyaran. Merampok keuangan Negara lain tanpa tertangkap sedikit pun, hingga memburu gembong narkoba terkenal dari Brazil. Entah seberapa banyak kejahatan yang ku lakukan, seberapa gelapnya jalan hidupku.

Setiap detik, setiap jam, setiap hari, selalu begitu. Separuh jiwaku seakan mati dan tak berfungsi lagi setelah melaksanakan pembantaian. Merobohkan ragaku, hingga aku merasa tak memiliki daya untuk bertahan hidup. Aneh jika dilihat, seorang KillerS legendaris berkode nama Luke yang roboh setiap sehabis menyelesaikan pembantaiannya. Jangankan menahan tubuhku agar tidak roboh, menggerakkan jari jariku pun rasanya tak mampu. Rasanya benar benar seperti kehilangan jiwa yang seharusnya ada di dalam ragaku.

Berbeda dengan malam ini, seakan sang Kuasa tidak berniat merengut setengah jiwaku sebagai hukuman akan kelakuanku. Separuh jiwa yang terasa mati tak muncul setelah aku membereskan lima kacung di dekat kedai Bakso di daerah Sudirman. Rasa tentang kekosongan jiwa yang selalu mengusikku, tidak terasa malam ini.

Mungkin kematianku mulai dekat, aku sudah semakin gila saja. Berawal dari kehilangan seorang yang kusayangi dulu, karena kecerobohanku sendiri. Aku mengantarkan seorang yang kusayangi ke ajalnya sendiri, aku tak bisa berhenti menyalahkan diri sendiri. Berbagai percobaan bunuh diri pernah kujalankan, tapi sepertinya Tuhan hendak memberiku hukuman dengan hidup lama disertai rasa salah berkepanjangan.

28 Maret 2018, dua tahun lebih semenjak aku kehilangan seorang yang amat ku sayangi. Semenjak itu pula aku berjanji, untuk membalaskan kehilangannya, tak ada lagi yang bisa mengobati rasa sepiku, Tak ada lagi yang bisa menghentikanku. Inilah aku, KillerS berkode nama Luke.

08.17

Cahaya matahari berlomba lomba masuk kedalam kamarku, menyilaukan mata.

Hoamm...

Ahh aku tidur nyenyak sekali tadi malam, eh pukul berapa sekarang. Itu dia, aku menemukan jam weker di meja tepat disebelah tempat duduk yang tadi malam Brian gunakan. 08.17, apakah aku bangun kesiangan? Tanyaku dalam hati.

"ya, kamu bangun kesiangan." Terdengar jawaban seorang laki laki dari arah jendela, dia menjawab seakan tau apa yang kutanyakan di dalam hati.

Aku segera bangun dari tempat tidur untuk melihat siapa orang yang bersuara tadi, ada seorang Laki laki itu duduk diam memperhatikanku yang hendak bangun dari tidur, masih memeluk selimut hangatku yang membungkus tubuhku menjadi sedemikian rupa.

"kamu ngapain di situ."

"kamu lupa? Ini rumahku." Kata laki laki itu dengan nada dingin.

"ah lupakan." Kataku berusaha menghindari perdebatan.

"kamu tidak mengenakan pakaianmu?" Brian bertanya, mungkin Karena dia melihatku yang masih saja bergelung dengan selimut tebal hingga menutupi seluruh tubuhku.

"kamu ngintip?" kataku sambil mengeratkan peganganku pada selimut yang membungkus tubuhku.

"kamu tidak tau cara menjawab pertanyaan?" tanyanya ketus sambil bangkit dari duduknya.

Permulaan (KillerS Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang