BAB IX

4 0 0
                                    


Tiba tiba tangan Brian terulur di depan mulutku sambil membawa tisu yang telah terlipat, perlahan aku merasa bibirku bersentuhan dengan tisu yang dibawa Brian. Tubuhku terasa kaku mendadak, aku tidak bisa berbuat apa apa selain menerima apa yang dilakukan oleh Brian. Aku kaget dengan apa yang dilakukan Brian, aku segera memalingkan wajah menjauh dari Brian.

"kamu kelihatan cantik waktu makan."

Uhuk...

Kata kata Brian membuat ku tersedak. Baru kali ini aku diperhatikan seorang laki laki, baru kali ini juga aku menghadapi situasi canggung sseperti ini. Brian mengulurkan segelas es jeruk manis padaku. Aku menerimanya lalu menegak segelas es jeruk manis itu. Sungguh, ada apa ini sebenarnya. Kenapa aku jadi malu di depan Brian, kenapa Brian memperhatikanku dengan tatapan tajam seperti itu.

Seperti memahami kegelisahanku, Brian memalingkan pandangannya padaku. Kini kepalanya menunduk menghadap semangkuk bakso miliknya. Eh? sedari tadi dia belum mulai makan ternyata.

"kamu belum mulai makan?" tanyaku.

"aku terlalu asik memperhatikanmu." Katanya dengan begitu tenang.

Dan lagi lagi aku dibuat mati kutu oleh Brian. Kenapa laki laki ini terlalu jujur sih, dia kan bisa berbohong saja. Jika dia jujur seperti sekarang ini, membuatku tersipu. Setelah itu, aku tidak bisa lagi menikmati baksoku yang masih tersisa setengah porsi.

Brian yang melihatku tidak melanjutkan makanku, menawarkan diri untuk menghabiskan sisa baksoku. Aku pun tidak keberatan, aku sudah kehilangan nafsu makanku sejak Brian memperhatikanku beberapa waktu lalu.

Usai sudah urusan bakso membakso, Brian yang tadi menawarkan jasa untuk menghabiskan sisa baksoku juga sudah selesai. Brian bangkit berdiri hendak bergegas pergi dari warung bakso ini. Ku lihat Brian menghampiri abang abang penjual bakso, lalu menyodorkan uang seratus ribu.

Saat abang-abang penjual bakso hendak memberi kembalian, Brian malah berlalu pergi. Sebenarnya niat Brian baik, dia ingin berderma pada penjual bakso tersebut, tapi dengan caranya sendiri. Penjual bakso yang kebingungan itu menghampiriku, seraya memberikan uang kembalian Brian yang tadi ditinggalkannya.

"permisi mbak, ini uang pacar mbak ketinggalan." Kata abang abang penjual bakso dengan wajah sopan.

"kembaliannya ambil aja bang, buat abang."

"beneran ni mbak? Ini banyak banget lho." Katanya dengan wajah sungkan.

Aku menggangguk menjawab abang abang bakso. Saat keluar dari warung, aku melihat Brian sudah menghidupkan mesin mobilnya. Kuhampiri mobil hitam yang mengeluarkan bunyi halus itu.

"lama banget?" tanyanya sesaat setelah aku meletakkan tubuhku diatas tempat duduk.

"suka suka dong." Ujarku seadanya.

Setelah pertanyaannya dijawab, Brian kembali diam cuek seperti biasa. Laki laki itu melarikan mobil kearah pusat kota. Pemandang Ibukota sungguh menakjubkan, bangunan bangunan tinggi memenuhi tiap jengkal tanah. Mobil mobil dan kendaraan roda dua silih berganti memenuhi jalanan. Lampu warna warni mulai menyala, membuat jalanan menjadi Indah.

"kamu belum pernah lihat jalanan Ibukota?"

Aku menggelengkan kepalaku tanpa mengalihkan pandangan dari jalanan yang memanjakan mata.

"berapa tahun kamu tinggal di Jakarta?"

"sejak lahir." Jawabku singkat.

"terus kenapa kamu belum pernah liat jalan Ibukota?" Brian bertanya bingung.

Permulaan (KillerS Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang