Keringatku bercucuran, nafasku terengah. Jantungku berdetak dengan ritme kacau. Untuk kesekian kalinya aku bangun karena mimpi, mimpi yang entah harus kusebut buruk atau indah. Terjebak di dalam ruangan serba putih yang tidak berujung, bertemu dengan pianis misterius yang tidak bisa kulihat wajahnya. Tubuhku akan tertarik kebelakang setiap kali aku mencoba mendekati si pianis, lalu aku menangis menjerit jerit tak karuan berusaha meminta tolong.
Sudah seminggu aku menginap di rumah ini, dan entah sudah kali keberapa aku memimpikan si pianis misterius yang selalu membuatku bangun dengan kondisi kacau seperti sekarang ini. Belum lagi aku selalu bangun di waktu hari masih subuh, lalu kehilangan minat untuk kembali terlelap dalam tidur.
03.26
Tak sepagi sebelumnya, tapi ini lebih baik. Tubuhku juga butuh istirahat, bagaimana aku bisa istirahat cukup, jika tiap saat harus dipaksa bangun oleh mimpi aneh itu.
Aku duduk diam memperhatikan seisi kamar. Jeselyn yang masih terlelap dalam tidurnya, jam dinding yang bergerak lambat. Suara pendingin ruangan yang berdengung, hingga suara perutku yang sedang menahan lapar.
Setelah beberapa saat meregangkan persendian ku yang terasa pegal setengah mati, aku memutuskan keluar kamar untuk mencari udara segar. Lagi lagi aku merasakan perbedaan suhu saat membuka pintu hendak keluar kamar, pendingin ruangan di kamarku memang bekerja dengan baik, sukses membekukanku di dalam sana. Padahal seperti yang sudah ku katakan, aku ini hobi hidup seperti pinguin. Berdiam diri di kamar yang dingin dan bahkan tidak menyukai udara panas, tapi setelah merasakan dinginnya kamar di rumah ini. Aku mundur perlahan dan lebih memilih tempat yang suhunya lebih tinggi, demi menjaga kelangsungan hidupku sebelum mati kedinginan di dalam sana.
Samar samar terdengar suara dari lantai bawah, tapi aku sendiri tidak tau suara apa itu. aku menyusuri tangga turun menuju lantai dasar. Di sofa yang disusun menyerupai huruf U, ada Andre yang tengah duduk sambil menonton televisi. Dia terlihat mengamati apa yang dia tonton dengan ditemani sebotol Vodka di depan meja tempat ia duduk.
"pagi." Aku menyapa, sambil menjatuhkan tubuhku ke salah satu sofa. Seperti hari hari sebelumnya, aku akan menghabiskan waktuku untuk menonton Tv.
"masih belum bisa melihat wajah si pianis?" Tanya Andre dengan wajah ramahnya seperti biasa, lalu menyunggingkan senyum hangat.
Aku memang menceritakan mimpi anehku pada Andre, mimpi tentang ku yang terjebak di dalam ruangan serba putih. Bertemu si pianis misterius, lalu menjerit jerit seperti orang gila hingga akhirnya terbangun dari tidur dengan tubuh penuh keringat.
Aku menggeleng murung, menjawab pertanyaan Andre. Entah mengapa, setiap kali aku berusaha mencari tau siapa si pianis itu. Tiba tiba tubuhku tertarik kebelakang, seolah olah aku memang tidak diperbolehkan mengetahui siapa si pianis misterius yang sering muncul di mimpiku.
Andre hanya tersenyum menanggapi sikap murungku, selalu saja begitu. Beberapa kali aku menceritakan mimpi anehku padanya, begitu juga tanggapannya mengenai mimpiku. Hanya tersenyum penuh arti, atau jangan jangan dia tau sesuatu?
Ah sudahlah, aku berusaha menepis pikiran pikiran jelekku. Bagaimana pun, itu Cuma mimpi. Tidak akan mempengaruhi kehidupanku, mau pun masa depanku. Lebih baik aku ikut menonton televisi, yang sedari tadi sudah menampilkan gambar tapi kuabaikan.
"berita?" aku memasang wajah heran, melihat tayangan yang sedari ditonton oleh Andre ternyata Berita.
"ya," ujarnya singkat. "berita pembunuhan."
Aku tersentak kaget mendengar kalimat Andre barusan, dia bilang pembunuhan? Apakah tidak terlalu sering belakangan ini?
Dalam seminggu ini sudah terjadi dua pembunuhan di Ibukota. Pembunuhan pertama didekat stadion, empat orang yang tidak di ketahui identitasnya meninggal dengan posisi yang mengenaskan, jasad mereka di gantungkan di dahan dahan pohon. Menurut penyelidikan pihak polisi, ke empat korban pembunuhan tersebut baru saja usai menjalankan meeting dan hendak pergi ke suatu tempat, dan mereka di bunuh saat hendak pergi ke tempat tujuan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Permulaan (KillerS Series)
RomanceNamaku Mata, Jesica Mata Kusuma. Hidupku hanya sebatas warna putih, cukup cocok untuk disebut monoton. Hingga datang suatu hari, seorang laki laki kusut mulai mewarnai hidupku. Seorang laki laki kusut yang menyimpan banyak rahasia, seorang laki laki...