BAB VII

3 0 0
                                    


16.43

Aku berjalan di depan pelataran rumahku, beberapa tanaman hias tergantung indah di setiap sisi halaman rumahku. Ada air mancur kecil yang berada di pojokan halaman. Hari mulai gelap, dan aku baru saja pulang ke rumah. Sedari tadi aku sudah mempersiapkan mentalku. Ya, aku tau setelah ini aku akan diceramahi mama ku habis habisan.

"Mata pulang." Kataku riang seperti biasa. Tapi tidak ada sahutan dari mama. "Mama..."

Sepi tak ada sahutan suara mama. Apa mama mau mengerjaiku? Tapi mama tidak pernah mau repot repot menjahili ku seperti ini. Saat sedang bingung bingungnya, terdengar suara yang menyahut panggilan ku tadi.

"non Mata udah pulang ya..."

Seorang perempuan berjalan mendekatiku, tubuhnya tidak setinggi aku. Kulitnya gelap, rambutnya hilam panjang di kucir rapi. Dia berjalan dari arah dapur, bahkan celemek masih terhias di depannya. Namanya Mbak Neni, butuh beberapa detik untuk mengenalinya kembali. Keluarga kami dulu memang punya asisten rumah tangga, tapi itu sudah lama sekali. Sejak aku naik ke kelas lima SD, mbak Neni sudah tidak bekerja di rumahku lagi. Tapi entah mengapa dia kembali bekerja disini, setelah sekian lama di istirahatkan oleh orang tuaku. Ahh, mungkin mama memutuskan untuk memperkerjakan mbak Neni lagi.

"eh non Mata malah bengong, udah bebersih dulu sana. Bibi udah siapin makan malam kesukaan non." Kata mbak Neni sambil berlagak mendorong tubuhku menuju tangga naik ke lantai atas.

Aku masih punya banyak pertanyaan yang hendak ku sampaikan padanya. Tapi mungkin mbak Neni benar juga, saat makan malam nanti aku akan punya waktu lebih banyak. Sesampainya di kamar, aku segera bergegas ke kamar mandi. Aku sudah tak sabar bertanya pada mbak Neni.

Tak butuh waktu lama, sekitar tiga puluh menit. Aku sudah selesai dengan segala urusan kamar mandi. Dan kini aku sudah duduk manis di depan meja makan. Mbak Neni pun sudah menyediakan makan malam di atas meja makan. Ada nasi goreng favoritku dan juga telur mata sapi menghiasi atasnya.

"mbak." Panggilku seraya menepuk bahu Mbak Neni pelan.

"eh iya, kenapa non?" Tanya Mbak Neni

"Mama kemana?" tanyaku to the point.

"oh, ibu. Ibu nyusul bapak ke Singapura non, katanya Mbak suruh njagain non Mata selama Ibu di Singapura." Kata mbak Neni yang tengah berdiri membawa tudung saji.

"oh... ke Singapura ya."

"iya non." Ucap Mbak Neni dengan wajah ramah. "Tapi jangan salah lho non."

"salah kenapa Bi?"

"dulu Bibi nggak galak sama non. Tapi berhubung non Mata udah gede, sekarang mau bibi galakin."

Aku hanya meringis menjawab kalimat yang entah jujur, atau hanya bercanda itu.

Asisten rumah tanggaku ini memang sudah bekerja dengan keluarga ku saat aku masih kecil. Bahkan menurutku dialah orang kedua yang bisa memahamiku setelah orang tuaku. Bahkan mbak Neni pun paham betul apa yang aku sukai dan apa yang tidak aku sukai.

"sabar ya non." Katanya sambil mengusap punggungku. Dari wajahnya yang welas asih, kini tersungging senyuman hangat.

Rupanya mbak Neni tau kekecewaanku pada orang tuaku. Ya sebenarnya ini bukan hal baru di keluargaku. Orang tuaku sering sekali pergi bekerja di tempat yang jauh, terkadang di luar kota, kadang juga di luar negri. Meninggalkan anak perempuannya sendirian dirumah, bersama satu pengurus rumah mereka. Kadang mereka pergi hanya satu, dua hari. Kadang juga berbulan bulan, bahkan yang terparah pernah pergui selama setahun. Tapi aku berusaha untuk bersyukur, mereka tidak melupakan tanggung jawab sebagai orang tua. Sesekali mereka pulang untuk bertemu denganku, walau sebentar itu sudah lebih dari cukup untuk melepas rasa kangen pada kedua orang tuaku yang sering pergi.

Makan malamku ditemani oleh mbak Neni, aku berusaha menghabiskan makananku dengan susah payah. Nafsu makanku hilang ketika mendengar Mama menyusul Papa ke Singapura. Entah mengapa, kali ini kepergian orang tuaku terasa sedikit mengganjal dihati. Aku sendiri tidak tau apa bedanya kepergian orang tuaku yang sekarang ini, dengan waktu yang telah berlalu. Oke, seharusnya aku percaya pada orang tuaku.

Mbak Neni pun tidak memaksaku untuk menghabiskan makan malam, tapi aku masih memiliki rasa hormat untuk menghargai hasil kerja orang lain.

Setengah jam berlalu terasa begitu lama, piring yang tadinya terisi penuh perlahan lahan licin tak bersisa. Mbak Neni bergegas menganggkat piring kotor menuju ke dapur, aku sempat menawarkan bantuan tapi Mbak Neni malah menyuruhku pergi beristirahat.

"eh non, tunggu sebentar ya. Ada titipan dari bapak, katanya buat non Mata." Kata Mbak Neni setengah berlari menghampiriku. Dia Nampak sedang merogoh rogoh laci meja yang berada di dekat sofa. Mbak Neni mengeluarkan kotak kardus berwarna coklat, ukurannya tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil.Aku langsung menerima kotak pemberian Mbak Neni, dan langsung bergegas menuju kamar.

Kini aku telah duduk manis di atas kasur kesayanganku yang tertutup selimut doraemon. Aku menatap kotak pemberian Mbak Neni tadi. Kata Mbak Neni itu pemberian dari Papa. Tanpa menunggu lebih lama lagi, aku segera meraih gunting yang tergeletak diatas meja belajarku yang berantakan.

Aku mulai melakukan aktifitas mengguntingku, kotak kardus ini di lapisi oleh solatip yang sangat banyak. Kurang lebih dua menit aku berhasil menyingkirkan semua solatip yang menutupi kardus coklat itu dari luar. Setelah kardus terbuka dapat di lihat dari luar apa yang bersembunyi di dalamnya.

Ternyata Papa membelikan Hp baru untukku, Hp dengan merek terkenal dan tentu saja harganya tidak masuk akal. Di depan Box Hp terdapat gambar apel yang tidak utuh. Dan juga sebuah surat.

"malam Mata. Eh papa sebenarnya tidak tau disana sedang malam atau pagi, tapi menurut penelitian papa yang akurat. Pusaka kesukaanmu ini akan sampai di sore hari dan kamu akan membuka pada malamnya." Aku tersenyum membaca surat yang ditulis papa, papa masih saja bercanda walaupun tidak bisa bertatap muka langsung.

"Itu untuk mengganti Hp mu yang sudah butut dan jelek itu. Maaf ya papa lupa membelikan yang baru, dan baru sekarang sempat membelikannya untukmu. Ngomong ngomong, hp itu belum rilis di Indonesia. Kamu orang pertama yang punya Hp itu, jadi kamu bisa memamerkannya pada teman temanmu. Dan satu hal lagi, jangan bilang mamamu. Dia akan ngomel seminggu penuh jika tau Hp anaknya lebih mahal dari tas kesayangannya. >Untuk Mata sayang."

Begitu isi surat tersebut. Di akhir surat tersebut tertempel stiker Panda imut yang sedang memegang bambu. Ya, aku memang menyukai hewan imut tersebut. Dari kecil aku suka meneriakkan kepada kedua orang tuaku bahwa aku suka Panda. Mereka pernah bercerita. Dulu aku pernah menangis karna tidak dibelikan boneka Panda besar nan lucu, aku mengurung diri selama dua hari tanpa makan dan minum. Dan akhirnya aku jatuh sakit karena kelaparan, sungguh masa kecil yang memalukan.

Aku memeriksa Hp yang dikirimkan oleh Papa dari Singapura. Hp yang berukuran lebih besar dari genggaman tanganku, warnanya hitam mengkilap. Ternyata Hp ini sudah dilapisi dengan pelindung kaca dan sudah terbungkus oleh Casing Hp hitam bergambar Panda dengan pita yang diikat lucu di kepalanya.

Tak habis habisnya aku memandangi Hp pemberian Papa. Aku mencoba menghidupkan benda di dalam genggaman tangaku ini. Getaran pelan terasa saat tombol Power kutekan lama, aku memeriksa isi dari Hp ini. Memeriksa beberapa fitur baru yang dulu tidak ada di Hp lamaku. Aku senang bukan main saat mengecek ikon Telepon, aku berniat memasukkan nomer telfon. Tapi ternyata nomerku sudah tertulis disana, juga nomer Mbak Neni yang baru saja ku periksa dan ternyata ada. Syukurlah, aku tidak perlu repot repot menuliskan nomer yang bahkan aku sendiri tidak ingat.

Setelah memeriksa semua fitur yang ada di Hp baruku dan aku merasa sudah tak ada yang terlewatkan. Aku memutuskan mengistirahatkan tubuhku. Aku terlalu bersemangat mengutak atik Hp baruku, hingga aku lupa bahwa sekarang sudah tengah malam. Sesekali aku mendengar suara Mbak Neni menyuruhku tidur dari depan kamar. Asisten rumah tanggaku itu memang ajaib, bahkan dia tahu aku belum tidur, padahal aku tidak mengeluarkan suara gaduh yang menggundang perhatiannnya. Hingga akhirnya aku terlelap tidur dengan posisi menggenggam ponsel baruku yang bercasing panda lucu.

Permulaan (KillerS Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang