Perjodohan konyol, bagaimana mungkin sekarang gue resmi menjadi istri dari Bright. Dia adalah tetangga masa kecil yang tak lain dan tak bukan adalah sahabat bermain adik gue, Mingyu. Hal yang tidak pernah gue sangka tiba-tiba terjadi, diluar ekspektasi, dan entah keputusan macam apa yang orang tua gue pikirkan untuk menjadi solusi. Bahkan kini, gue dan Bright harus tinggal ditempat yang jauh dari orang tua kami. Bernaung di atap yang sama dengan sosok lelaki yang sempat menjadi idaman teman-teman gue dulu.
Seandainya gue tidak kembali kesini, mungkin gue tidak perlu menikah secepat ini dan tergesa-gesa. Hanya karena alasan lucu, gue harus melepaskan berbagai hal yang sedang gue rintis. Orang tua gue sangat khawatir karena mereka tidak yakin dengan kondisi gue saat itu. Padahal gue baik-baik saja dan merasa percaya diri hidup sendirian. Lagipula, dulu saat gue di Singapura juga tinggal seorang diri di negeri orang.
Bunda, orang yang selalu memperlakukan gue layaknya anak kecil, perlu dijaga dan memiliki seseorang yang bisa diandalkan. Apalagi gue anak perempuan yang manja, cengeng, dan selalu menutupi masalah yang sedang dihadapi. Tentu saja, gue paham dengan maksud orang tua gue ingin menitipkan putrinya pada orang yang mereka anggap mampu dan kenal.
Tapi ada satu masalah yang cukup pelik, yaitu Bright sudah memiliki kekasih. Sejujurnya gue takut menyinggung perasaan kekasih Bright, apalagi setelah mengetahui bahwa mereka sudah lama bersama. Sebagai sesama perempuan, gue mengerti bagaimana perasannya dengan hubungan pernikahan gue dan Bright yang terkesan mendadak.
Mungkin jika Bright tidak memiliki kekasih, situasinya tidak akan sesulit ini. Pernikahan bukanlah perkara mudah, bukan juga tugas yang sebentar. Karena gue saat ini melajang, jadi tidak ada beban soal hubungan dengan pasangan. Namun, gue masih syok dengan kenyataan kalau gue dijodohkan dengan orang yang dulu sering gue jahili karena kepolosannya.
***
Sekarang gue dan Bright masih berkutik dengan kesibukan masing-masing. Belum ada yang membuka obrolan atau mendekati satu sama lain. Rasanya aneh, berada di tempat asing hanya berdua dengan orang yang sudah sekian lama tak berjumpa.
"Bright, kakak tau kamu punya pacar. Apa dia gak apa-apa?" gue memberanikan diri untuk membuka obrolan terlebih dahulu. Meski topik yang gue angkat sedikit sensitif.
Bright tidak menggubris pertanyaan gue melainkan naik ke ranjang dengan santainya. Berakhir dengan gue mengurungkan niat untuk menanyakan beberapa hal, dan memerhatikan dirinya dari atas sofa. Gue juga bisa mengerti Bright mungkin lelah dengan acara tadi yang penuh dengan tamu dan acara yang padat.
"Kak?" setelah keheningan menyelimuti suasana di kamar ini, Bright akhirnya bersuara. Seperti biasa, dia selalu memanggil gue dengan sebutan 'kakak' layaknya Mingyu. Gue hanya mengobrol dengan Bright ketika ada Mingyu, karena memang tak ada urusan dan topik yang bisa dibicarakan.
Padahal dulu banyak teman satu SMA gue yang menanyakan dan mencari informasi terkait Bright. Tapi gue hanya berpura-pura tak mengenalnya karena malas jika ditanyai urusan pribadi orang lain. Sekarang dia malah menjadi orang yang tinggal satu atap, bahkan satu ranjang bersama gue.
"Kak?"
Gue segera menengok ke arah Bright yang masih duduk di atas ranjang sambil menatap gue. "Iya, kenapa?" tanya gue penasaran.
Suasana disini sangat canggung, dan bingung harus bagaimana. Ditambah Bright tidak berisik saat disamping gue. Alhasil, gue lah yang ikut menjadi pendiam.
"Gak mau tidur?"
Kalimat yang terlontar dari mulut Bright terkesan ambigu dipikiran gue. Padahal tidak ada yang aneh dalam kata-katanya. Bulu kuduk gue berdiri karena merinding. Walaupun gue yakin dia anak yang baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be Right [Jennie X Bright Vachirawit]
FanfictionBerawal dari perjodohan konyol yang tidak disangka oleh Jennie ketika ia kembali dari Singapura. Dipaksa situasi untuk berada dalam satu atap dengan tetangga masa kecil yang merupakan kawan bermain adiknya dan pujaan hati teman-temannya. Semuanya di...