Ini hari kedua gue dirumah keluarga gue. Tapi sampai saat ini gue belum mau cerita apa yang gue inginkan. Untung saja mereka mengerti dan memperlakukan gue kayak biasa.
Hari ini gue berniat untuk meminta saran dari Bunda. Karena gue juga bingung harus apa dan gak berpengalaman dalam hal semacam ini.
Saat Bunda sedang santai di depan TV, gue langsung menghampiri beliau dan duduk disampingnya. Gue buru-buru memeluk Bunda, seperti mau mencurahkan apa yang gue rasakan lewat pelukan ini.
Bunda mengusap rambut gue lembut, dan menarik gue kepelukannya. Ternyata gue serindu ini diperlakukan seperti ini sama Bunda. Padahal gue sudah merasa dewasa.
Mungkin benar, berapapun usia kita, saat berada didepan orangtua kita akan selalu dianggap anak-anak.
"Bun, kakak gak tau harus ngapain. Sekarang aja perut kakak udah keliatan lebih besar. Kakak takut,"
"Kakak takut kalau kakak gak bisa jaga anak ini dengan baik. Gak bisa jadi ibu yang baik, dan memberikan yang terbaik." keluh gue
Gue menatap Bunda yang masih fokus ke TV tapi tetap mengelus lembut kepala gue.
"Bun ih-"
"Kakak sayang gak sama bayi yang kakak kandung? Siap menerima dia dihidup kakak?" tanya Bunda
Gue seketika diam, dan merenungkan kata-kata Bunda barusan.
"Kak, apa menurut kakak Bunda dan Ayah itu orangtua sempurna? Tentu aja enggak, dan gak akan pernah bisa. Tapi kami berusaha untuk memberikan apapun yang kami bisa, untuk bikin kakak dan adek bahagia."
"Kakak tentu aja sadar, keputusan kami menikahkan kakak kemarin bukanlah hal yang kakak suka. Pada akhirnya sesuatu yang terlalu dipaksakan enggak baik."
"Iya kalau dipaksakan itu membuat kakak belajar dan menerima, tapi kalau membuat kakak semakin sakit dan sedih?"
Gue mengangguk dan mendengarkan setiap nasihat dari Bunda. Yang gue simpulkan, parenting itu sangat penting. Dan yang gue takutkan, gue gak bisa memberikan hal-hal yang baik untuk anak gue kelak. Apalagi gue harus membesarkan dia sendiri.
"Bunda, aku mau cerai sama Bright." kata gue sambil nangis
Memang kalau depan keluarga, gue itu anaknya cengeng. Benar-benar kalau bahas hal-hal sensitif gue pasti menangis.
"Aku udah capek, gak kuat kalau harus gini terus. Sekarang aku bukan hanya mikirin diri sendiri, tapi juga ada nyawa lain yang harus aku pikirkan. Kalau aku stres, capek, dan gak sehat kasian bayinya." jelas gue
"Kakak gak akan nuntut Bright buat tanggungjawab, gak akan minta dia buat biayain anak ini kelak. Kakak gak mau minta apapun. Kakak cuma mau dia tuh mengakui anak ini sebelum ada saatnya, kakak gak bakal maafin dia dan gak mengizinkan dia buat sentuh anak ini."
"Bunda gak akan maksa kamu, kamu bisa mutusin kedepannya gimana. Bunda cuma bisa support dan bantu kamu sebisa mungkin."
"Tapi, untuk bercerai saat ini sulit kak. Kakak lagi hamil lho. Sebaiknya kakak tunggu anak ini lahir, baru kakak urus perceraiannya. Kakak ngerti kan maksud Bunda?" jelas Bunda
Gue menghela napas dan menggangguk. Memang banyak hal yang harus dipertimbangkan, dan gak semudah kelihatannya. Gue masih harus menunggu beberapa bulan untuk mengurusi semuanya.
"Makasih Bunda, akan kakak pikirkan baik-baik." balas gue
Bunda bangkit dari duduknya dan pergi kedapur. Sedangkan gue berbaring di sofa depan TV.
"Kak, minum dulu ya."
Tak lama Bunda kembali lagi sambil membawa secangkir air kehadapan gue.
"Makasih Bun."
***
"Anjing lo! Brengsek!"
"Sorry Gyu, gue gak ada maksud nyakitin kakak lo."
"Gak ada maksud? Tapi lo ngelakuinnya Bri."
"Dia kakak gue satu-satunya, cewek pula. Gue mempercayakan dia ke lo, tapi lo memperlakukan dia kek tai?!"
Mingyu benar-benar mendatangi Bright dan terjadilah baku hantam. Sekarang dua-duanya dalam keadaan tidak baik. Sudut bibir Bright sedikit sobek, dan jangan lupakan beberapa memar di wajahnya.
"Lo boleh marah sama gue, pukul gue! Tapi lo gak bisa memihak kayak gini. Kakak lo juga deket sama cowok lain. Ketika gue gak ada dirumah, dia sering datang ke rumah tetangga cowok. Gimana gue gak ragu?!"
Setelah Bright berbicara seperti itu, Mingyu langsung memukul wajah Bright lagi.
"Brengsek! Dia istri lo! Lo masa gak percaya?! Gue tau kakak gue kayak gimana. Mbak Jennie gak mungkin ngelakuin hal-hal yang gak seharusnya. Kalau pun dia deket sama cowok lain, lo harusnya ngaca! Apa lo sendiri udah baik? Lo bahkan masih bisa update bareng Gigie, disaat kakak gue down. Beneran gak ada akhlak." teriak Mingyu
Mingyu tidak bisa mengontrol emosinya, apalagi ketika mengingat raut wajah kakaknya yang sedih dan sering menangis.
Bright cuma bisa membuang muka, dan tidak membalas pukulan Mingyu. Bright pikir itu percuma, karena bagaimana pun Mingyu bakal bela kakaknya.
"Setelah ponakan gue lahir- gue pastikan hubungan lo sama mbak Jennie berakhir. Lo bisa pergi, sebebas sesuka lo. Gue tau mbak Jennie gimana, dia gak akan maksa lo buat tanggungjawab kok santai." jelas Mingyu sambil pergi dari hadapan Bright
"Lo tau kakak lo dianter balik ke rumah sama siapa?! Sama brondongnya!" sekarang Bright yang teriak pada Mingyu yang hampir meninggalkan rumahnya.
***
Gue khawatir karena Mingyu gak ada kabar. Katanya mau pergi gym tapi masa sampai saat ini belum pulang?
"Anybody home? Adek ganteng is coming home."
Baru aja gue mau menelpon dia lagi, malah Mingyunya datang. Dia langsung menghampiri gue dan memeluk erat.
"You deserve to be happy mbak, He doesn't deserve you. Pastiin mbak jaga ponakan adek baik-baik ya." ujar Mingyu
Gue tidak tahu dia kesambat apa sampai bicara begiru. Tapi sejujurnya gue tersentuh sama keluarga gue yang selalu ada.
"Jangan bilang kamu tadi ketemu Bright?" tanya gue penasaran
Mingyu mengangguk dan menyandarkan kepalanya dipundak gue.
"Cuma ngasih beberapa kenang-kenangan hehe. Udah lama banget gak nonjok muka gantengnya haha." kata Mingyu sambil ketawa
Gue yakin dia gak cuma ketemu biasa sama Bright, tapi pasti ada baku hantam. Apalagi dua cowok ini kalau ketemu suka gampang emosi.
"Tapi dia baik-baik aja kan?" tanya gue
Mingyu malah menatap gue sinis, "Kakak yang seharusnya nanya ke diri kakak sendiri, apa kak Jen baik-baik aja?"
Mingyu memang gak konsisten kalau memanggil gue. Kadang mbak, kakak, sist, ya senyamannya dia.
"Kakak gak kenapa-kenapa dek. Dibeliin pizza sama boba juga seneng haha." kata gue
"Kode banget sih? Ya udah entar adek beliin. Sekarang aku mandi dulu ya mbak," balas Mingyu sambil pergi kekamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be Right [Jennie X Bright Vachirawit]
FanfictionBerawal dari perjodohan konyol yang tidak disangka oleh Jennie ketika ia kembali dari Singapura. Dipaksa situasi untuk berada dalam satu atap dengan tetangga masa kecil yang merupakan kawan bermain adiknya dan pujaan hati teman-temannya. Semuanya di...