Memang susah kalau dua-duanya mempertahankan ego. Gue sama Bright juga susah buat kontrol emosi. Apalagi situasinya tidak kondusif. Lagi sama-sama gak tau harus bersikap bagaimana.
Hubungan yang baru seumur jagung, tapi masalah sudah banyak dan sama-sama kekanak-kanakan untuk menghadapinya. Gue tidak tahu apakah gue bisa melewati ini semua?
"Kak Jen, ih betulan ngelamun mulu."
"Kak hey!"
Gue menengok kearah Romeo yang membuyarkan lamunan. Dia datang sambil menyengir dan duduk disamping gue yang sedang diam didepan rumah Joss.
"Tuh kan, ngeliatin doang. Gak ngerespon nih, berarti masih ngelamun." Kata Romeo ke gue lagi
"Apa sih ganteng?" Goda gue
Sejujurnya gue ingin tertawa ketika bilang seperti itu. Karena Romeo kelihatan sangat polos dan lucu.
"Ih kak, nanti aku baper tanggungjawab."
"Aku kan gak ngapa-ngapain kamu lho." elak gue
"Ya udah, apa-apain aja kak." Balas Romeo
Gue langsung mencubit lengan Romeo dan dia hanya tertawa sambil memeegang tangan gue.
"Nanti aku dilabrak sama penggemar maniak kamu. Males ah." Canda gue
"Dilabrak fans gak seberapa sama dilabrak suaminya kakak haha." Benar-benar Romeo itu bicaranya ceplas-ceplos, jadi gue pun sudah tak aneh kalau seandainya dia bicara kayak gini.
Gue di rumah Joss nongkrong santai saja, lagipula Jossnya juga gak ada. Daripada dirumah sendiri mending jalan-jalan ke rumah tetangga kan? Ya walaupun sejujurnya gue memang berniat untuk ketemu Romeo. Siapa tahu dia mau menghibur gue seperti biasa.
"Ke rumah aku yuk kak? Gak rame disini." Ujar Romeo
Gue melirik dia curiga, "Dirumah kamu mau ngapain emang? Ada apaan?" Tanya gue sewot
"Santai kak, santai. Iya daripada diem dirumah orang, mending dirumah aku. Sekalian temenin aku kerja." Balas Romeo lagi
Gue awalnya ragu, tapi gue yakin dia gak akan melakukan apa-apa. Lagipula kalau ada apa-apa, gue bisa teriak dan minta bantuan.
"Ih, aku gak akan ngapa-ngapain kak, serius. Emang muka aku mencurigakan ya?" Romeo masih mencoba meyakinkan gue terus-menerus.
Akhirnya gue pun mengangguk bersedia untuk main kerumahnya. Kasihan juga ini anak kayak kesepian, sama kayak gue.
"Ya udah boleh, mau numpang tidur ya."
"Siap."
Terus gue mengikuti Romeo dari belakang. Dan ternyata rumahnya benar-benar disebelah Joss alias dia tetangga gue juga.
Setelah dia membuka gerbang dan pintu rumahnya gue bersiap untuk membuka sepatu.
"Kak, gak usah dibuka. Pakai aja!" suruh Romeo
Ya sudah karena tuan rumah yang menyuruh, gue masuk kerumahnya pakai sepatu.
Ekspektasi gue kalau rumah Romeo bakal berantakan, acak-acakan. Tapi ternyata aslinya tidak seperti itu, sangat rapi dan tertata. Kayak gak percaya kalau dia anaknya bersih dan rapi.
"Kenapa kak? Kaget ya rumahnya rapi haha."
Romeo seperti tahu isi pikiran gue. Makanya gue cuma senyum mengangguk, karena memang itu yang gue pikirkan.
"Rumah aja aku urus dengan baik, apalagi lagi kakak."
Dia bisa banget gombalnya. Berasa seumuran saja, padahal gue lebih tua. Romeo itu sangat tidak tertebak anaknya, jadi ya gue mulai terbiasa dengan karakternya yang seperti ini.
"What can you do?" Tanya gue iseng
Romeo menatap gue, "Salah, harusnya pertanyaannya— what can't I do?"
Gak lama ponsel gue bergetar, ternyata telepon masuk dari Bright.
"Bentar Rom, ada telepon dulu." Pamit gue dan sedikit menjauh dari tempat Romeo berdiri. Gue merasa kurang nyaman jika ada yang menguping pembicaraan gue.
"Halo?"
"Kakak dimana?" Tanya Bright
"Apa urusan kamu? Bukannya kita udah sepakat buat gak saling peduli?"
"Kak—"
"Bri, aku lagi males debat sama kamu. Aku tutup teleponnya ya?" Kata gue
"Sorry kak, aku gak bermaksud kayak gitu. Maaf untuk masalah kemarin."
"No need to say sorry, you have right to say that. Sebentar lagi kamu bakal bebas dari aku." Balas gue
"No, I can't. Bukannya kakak yang bilang, apapun yang terjadi kita akan selalu bersama? Bagaimanapun kita bakal mempertahankan pernikahan kita?"
Saat Bright berbicara seperti itu gue jadi ingin menangis. Lebih tepatnya sedih karena gue pernah bilang kayak gitu. Ternyata kenyataan gak semudah apa yang gue bilang saat itu.
"Itu dulu, semuanya berubah Bright. Bahkan dalam waktu sehari seseorang bisa berubah. Sama kayak kamu, you've changed, gak sesuai yang kamu bicarakan."
"Bisakah kita memulai semuanya dari awal lagi?" Tanya Bright dengan suara sendunya.
Gue menghela napas kasar, "Kita berdua butuh waktu untuk merenungi semuanya. Kita butuh introspeksi diri dan saling mengerti. Aku harap kamu ngerti."
Setelah itu gue mematikan panggilan dari Bright. Gak sadar kalau mata gue sudah berkaca-kaca. Emosi gue juga mulai terpicu ketika mengobrol sama Bright.
"Are you okay?"
"I'm okay. Kamu kalau mau kerja, kerja aja. Aku mau ikutan santai aja ya? Sekalian aku tertarik sama akuarium kamu. Kayaknya tenang banget hehe." ujar gue
Romeo senyum dan memberikan gue kunci.
"Pakai aja kamar yang disamping akuarium, kalau mau tidur kunci ya pintunya. Aku takut khilaf,"
Gue mengangguk, "Kayaknya aku harus cuci otak kamu deh. Tapi gak apa-apa, makasih ya udah menghibur dan selalu ada pas aku butuh."
"Kamar aku dilantai dua, jadi kalau ada apa-apa panggil aja. Kalau mau makanan ada dikulkas, tinggal dipanasin aja. Pokoknya kalau kakak butuh apa-apa, panggil aja atau telepon. Terus kalau mau masak makanan dan males, bilang aja, biar aku masakin hehe." Jelas Romeo
"Iya bawel, santai aja. Akan aku anggap seperti rumah sendiri haha." Canda gue
Romeo ketawa, "Jangan rumahnya aja yang dianggap punya kakak. Pemiliknya juga pengen dianggap."
"Biasanya aku susah baper sama cowok, tapi kali ini— aku salut sama kamu. Thank you for always being there for me Romeo."
"Everything for you kak Jen. As long as you are happy, I'll be happier."
Tuhan, andai saja Romeo datang lebih dulu dibanding Bright, mungkin akan ada kesempatan untuknya. Orang baru yang ternyata selalu ada dan menghibur di kala hidup ini berat dan penat.
"Andai kamu datang lebih dulu dari Bright."
"Tapi kita pasti gak akan ketemu, karena aku gak mungkin pindah ke komplek ini."
"Everything happen for a reason kak."
![](https://img.wattpad.com/cover/227608323-288-k74750.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Be Right [Jennie X Bright Vachirawit]
FanfictionBerawal dari perjodohan konyol yang tidak disangka oleh Jennie ketika ia kembali dari Singapura. Dipaksa situasi untuk berada dalam satu atap dengan tetangga masa kecil yang merupakan kawan bermain adiknya dan pujaan hati teman-temannya. Semuanya di...