2. Sosok dari masa lalu

1.4K 264 28
                                    

Di hari keempat pernikahan, gue dan Bright masih baik-baik saja. Sibuk dengan urusan masing-masing, dan jarang mengobrol yang berat. Paling hanya saling sapa, atau menanyakan sedang apa. Sehabis itu ya kembali fokus pada urusan masing-masing.

Sejujurnya gue ingin mengenal Bright lebih dalam. Tetapi, bagaimana gue bisa kepo kalau dia saja jarang berbicara? Maksudnya berbincang demgan dia terkadang harus melihat suasana hatinya, jadi tak selalu ada kesempatan.

Seperti sekarang, dia sedang fokus di depan laptop di atas kasur. Entah work from home, atau bermain games atau menonton, entahlah gue tidak tahu apa yang sedang dia fokuskan sekarang.

"Bright?" Gue mencoba untuk mencairkan suasana yang sepi ini.

Bright mendongakan kepalanya dan menatap gue bingung. "Kenapa kak?"

Belum ada progres, dia tetap memanggil gue dengan sebutan 'kakak'. Kalau pun dia memanggil gue selain 'kakak' itu artinya Bright sedang mode becanda.

Gue duduk di tepi ranjang dan melirik kearah laptop Bright. Ternyata dia lagi membalas surel, tapi entah siapa pemilik akun surel tersebut.

"Mau nginep dirumah mamah gak?" Tanya gue

Bright yang tadinya di posisi tengkurap sekarang bangun menjadi duduk dan menatap gue. Dia juga menutup laptopnya dan menyimpannya di atas meja di samping ranjang.

"Kenapa? Gak nyaman ya berduaan doang sama aku disini?"

Gue menggelengkan kepala, tidak mungkin gue jujur, tapi bingung juga harus apa disini berdua bersama Bright. Ujung-ujungnya gue cuma diam lagi di kamar, atau menonton film.

"Gak gitu, cuma bingung aja. Kamu fokus kerja, sedangkan aku cuma mondar-mandir gak jelas." Keluh gue

"Kakak pengen kerja lagi?" Tanya Bright

Gue belum berani jawab, karena ini cukup sensitif. Meskipun gue sudah lama mengenal Bright, dia di bawah gue umurnya, tapi tetap saja dia kepala keluarga disini. Walaupun kita nikah bukan karena sama-sama cinta, tapi gue gak bisa menganggap itu sepele.

"Kak? Pasti bosen ya menghabiskan waktu sama aku disini? Kakak biasanya berisik lho, tapi semenjak nikah kakak jadi pendiam."

Gue buru-buru menengok kearah Bright, "Enggak kok. Bukan kayak gitu maksud aku—"

"Aku gak mungkin berisik kalau kamu lagi pengen istirahat, lagi kerja. Lagian ya, kamu pasti bakal nyesel kalau aku berisik hehe." Jelas gue sambil tertawa.

Bright mengulas senyum, dia bahkan mengusap rambut gue pelan. "Masa sih? Rumah ini kayaknya bakalan hidup kalau kakak berisik. Tapi emang iya sih, Mingyu aja suka cerita kalau dia sering dimarahin sama kakak."

"Ih, Mingyu kok gitu? Aku kan marahin dia karena dia nakal, kalau dia baik-baik aja gak akan aku marahin." Bela gue

Lagipula gue juga gak mau terlihat buruk di mata Bright. Memang Mingyu senang sekali jika menceritakan keburukan kakaknya pada orang lain.

"Apa aku harus nakal dulu biar kakak marahin?" Kata Bright yang membuat gue sedikit syok.

"Oh, jadi kamu pengen kakak marahin? Ya udah sini, kakak cubit aja sini!"

Gue langsung mendekat ke arah Bright untuk mencubit, tapi dia malah kabur.

"Bright, katanya mau aku marahin kan? Sekalian aja aku cubit, sini!" Teriak gue

"Tangkap aku kalau bisa kak, haha." Bright lari sambil tertawa.

Gue otomatis mengejar dia dan gak lama suara bel berbunyi. Lalu karena gue paling dekat ke pintu, akhirnya gue ke depan untuk membuka dan menengok siapa yang datang.

Be Right [Jennie X Bright Vachirawit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang