Btw gaes, aku cuma mau ngingetin aja. Kalau ada hal yang baik boleh diambil, tapi yang hal jeleknya gausah ya hehe. Aku tau banyak hal gak sesuai, namanya juga imajinasi ya wkwk. Tapi semoga bisa diambil positifnya aja, negatifnya dijadikan pelajaran supaya gak terjadi. Thankiss
Setelah tadi pertengkaran gue dan Gigie terjadi, Bright langsung pergi sama cewek itu. Gue cuma bisa nangis, dan bingung harus berbuat apa sekarang.
Ternyata tak lama Bright kembali lagi, dia bilang dia hanya mengantar Gigie ke depan supaya pulang. Sekaligus agar gue dan dia bisa mengobrol secara intens.
Sekarang kita berdua masih di ruang tamu. Belum ada yang memulai percakapan lagi. Gue malas untk membahas masalah ini, tapi mau bagaimana lagi. Kalau memang Bright kekeh gak mau mempertahankan gimana? Gue gak bisa maksa, kalau dia memang ingin pergi.
Ditambah sekarang gue agak mual, dan gue berusaha tahan. Bright hanya menatap gue dan perut gue secara bergantian.
"Kak?" Kata Bright sambil mendekati gue dan tiba-tiba memegang perut gue.
Gue langsung menepis tangan Bright, gue masih sebal dengan sikapnya yang tidak tegas.
"Gak usah pegang-pegang." Balas gue
Bright langsung menjauhkan tangannya dari perut gue. Raut wajahnya berubah jadi sedih. Sekarang gue tidak mengerti mengapa sikap Bright seperti ini. Dia enggak tegas, dia gak mau milih, dan gak tau apa yang harus dia pilih.
Gue menghela napas dalam dan menatap Bright sebentar. "Bright—"
"Aku gak akan maksa kamu buat bertahan. Kamu gak mau anak ini juga gak apa-apa. Aku akan berusaha rawat dia, tanpa kamu."
"Sejak awal, emang kita berdua gak seharusnya bersama. Keputusan bodoh dan teledor karena kita dijodohkan dengan alasan yang gak masuk akal. Dan kamu tau apa yang paling menyebalkan dari itu semua?" Jelas gue
Bright menggelengkan kepalanya dan terus menatap gue.
"Aku yang harus menanggung semuanya. Aku yang akan terlihat jelek dimata orang lain. Aku yang harus berjuang dengan yang aku bawa sekarang. Sedangkan kamu? Kamu bisa pergi semau kamu, jalan kesana-kesini, nyari cewek di luar sana juga gampang. Tinggal bilang kamu single, orang lain pasti percaya. Beda sama aku, emang ada yang percaya aku cewek baik kalau aku pergi dengan keadaan kayak gini?"
Gue terbawa suasana dan meluapkan kekesalan yang gue pendam akhir-akhir ini.
"Perut aku nanti akan membesar Bri, orang-orang bakal tanya mana suaminya, kok ke dokter sendirian? Kok beli pernak-pernik bayi sendirian? Iya kalau mereka mikirnya gitu doang. Kalau mikirnya hal negatif gimana? Di kondisi kayak gini aku sangat amat sensitif. Aku bahkan gak tau aku harus ngapain." Lanjut gue
"Kak, aku gak akan pergi. Aku juga sayang sama calon anak aku. Jangan ngomong gitu ya? Please, aku gak mungkin tega ninggalin kakak di kondisi kayak gini." Kata Bright dengan mata berkaca-kaca.
"Kamu gak tega ninggalin aku dikondisi kayak gini? Itu berarti— kamu bakal pergi setelah anak ini lahir kan?" Ujar gue ke Bright
Gue benar-benar tidak bisa berpikir positif lagi. Capek sekali diperlakukan seperti ini. Padahal gue berusaha menjadi orang yang lebih baik dan mengerti.
"Kak, jangan mikir kayak gitu. Sekarang kesehatan kakak dan bayi kita sangat penting."
Gue senyum, akhirnya Bright mulai peduli dan memikirkan anaknya. Biarkan sekarang dia mengkhawatirkan kandungan gue dulu, semuanya butuh waktu dan proses. Tapi semuanya tak semudah yang terlihat. Karena gue akan membuat Bright memilih. Dia gak boleh plin-plan semaunya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be Right [Jennie X Bright Vachirawit]
FanfictionBerawal dari perjodohan konyol yang tidak disangka oleh Jennie ketika ia kembali dari Singapura. Dipaksa situasi untuk berada dalam satu atap dengan tetangga masa kecil yang merupakan kawan bermain adiknya dan pujaan hati teman-temannya. Semuanya di...