12. Lil brother

713 179 34
                                    

"Sekarang aku jadi ragu, apa bener kakak cuma tidur sama aku?"

BUGGGHH

Bright langsung kena pukulan Romeo yang datang tiba-tiba. Gue melihat Bright sedikit kaget dan gak ada niatan buat balas perlakuan Romeo.

"Brengsek!" teriak Romeo didepan wajah Bright

Gue sendiri kaget, gak menyangka kalau Romeo bakal melakukan hal ini. Tapi di lain sisi Bright memang pantas mendapatkannya, dia memang brengsek untuk selalu meragukan gue sebagai istrinya.

"Bisa-bisanya ngomong kayak gitu ke cewek yang notabenenya istri lu sendiri? Gak ada hati, apalagi otak!" teriak Romeo lagi

Gue langsung menarik tangan Romeo supaya menjauh dari Bright.

"Rom udah, calm down."

"Kak, orang kayak dia gak bisa dibiarin. Otaknya harus dibenerin, bisa-bisanya mikir kayak gitu tuh gak bener." balas Romeo dengan nada emosi.

Gue menghela napas panjanh. Jujur saja gue juga kaget dan gak memprediksi ini semua. Hati gue sakit banget ketika Bright ngomong hal kayak tadi.

Apa gue serendah itu di mata dia? Apa dia mikir kalau gue murahan yang bisa tidur sama siapa aja?

"Kak Jen—" Bright berusaha mendekati gue, tapi gue langsung menjauh dari dia.

"Bri, hubungan kita tuh semakin gak sehat. Percuma aku jujur pun, kamu gak percaya. Kamu terlalu percaya sama omongan orang-orang yang belum tentu benar."

"Awalnya aku pikir aku mau memperbaiki semuanya demi anak kita. Tapi ngeliat kamu kayak gini, bahkan mempertanyakan ini anak siapa— bikin hati aku sakit banget. Seolah kamu anggap aku cewek gak bener, murahan, rendah yang mau sama siapa aja." jelas gue

Tanpa sadar sedikit demi sedikit air mata gue berjatuhan. Gue gak bisa menahan lagi, hati gue lagi sensitif ditambah dapat omongan kayak gitu dari suami sendiri— sakitnya berkali lipat.

"Kak Jen, aku gak bermaksud—"

"Aku capek Bri, aku beneran bisa stres kalau kamu gini terus. Apa kamu gak kasian sama anak ini? Dia juga pasti ikutan sedih ayahnya ngomong kayak gitu. Ah— aku lupa, belum tentu kamu ayahnya kan?"

Gue benar menangis, bodo amat dengan sekitar. Yang pasti perasaan gue sedih dan sakit. Bright cuma bisa diam menatap gue yang menangis. Padahal dia adalah alasan gue kayak gini.

"Kak Jen— sorry." ujar Bright setelah gue menghapus air mata gue perlahan.

"Kamu gak perlu minta maaf. Aku gak akan ganggu kamu lagi, ataupun minta pertanggungjawaban kamu. Mulai hari ini kamu bebas, do what you want to do. Date every girl you want to date. Semoga kamu bahagia dengan pilihan kamu ya.

Nanti aku akan urus surat perceraian kita." jelas gue

Gue pun mengajak Romeo untuk pergi dari situ dan masuk kemobilnya. Didalam mobil pun gue masih menangis, berusaha buat berhenti tapi gak bisa.

"It's okay to cry," kata Romeo sambil menenangkan gue.

"Dia jahat banget gak sih Rom? Ini adalah kesekian kalinya dia ragu tentang anak ini."

Romeo mengangguk, "Minum dulu ya? Tarik napas dulu kak."

Romeo langsung mengeluarkan sebotol air minum dan menyerahkan ke gue dengan lembut.

"Apa aku gugurin aja?"

"Hey, jangan kak. Anak ini gak salah apa-apa. Melakukan hal tersebut gak akan menyelesaikan, yang ada kakak akan selalu merasa bersalah sama bayi ini." jawab Romeo

Romeo tiba-tiba meletakan tangannya diatas perut gue lembut. Gue menatap dia bingung, tapi dia malah senyum manis.

"Sekarang kakak gak sendiri, ada dia disini. Kakak gak akan kesepian lagi. Dia akan menjadi harta paling berharga, seseorang yang membuat kakak bahagia dan merasakan peran yang tidak pernah ternilai harganya, yaitu menjadi seorang ibu."

Ketika Romeo bilang kayak gitu, air mata gue jatuh lagi. Kali ini bukan karena gue ngerasa sakit, tapi gue merasa punya harapan untuk menjaga anak ini.

Gue langsung meluk Romeo. Sebagai rasa terima kasih udah menyadarkan gue sedikit demi sedikit. Rasanya gue bersyukur bisa kenal Romeo. Meski sekarang gue kehilangan Bright, tapi ada sosok lain yang harus gue jaga.

"Jangan kepikiran hal gitu lagi ya? Aku bakal marah, dan ingetin kakak terus. Ini pemberian dari Tuhan kak, harus kita jaga dengan baik." tambah Romeo lagi

"Makasih banyak, kamu selalu ada saat aku butuh seseorang. Orang yang kelak menjadi pasangan kamu itu beruntung, punya kamu dihidupnya." balas gue

Romeo malah ketawa, "I wish it's you."

Well, seorang Romeo Pawatyan Alexander memang tak terpisahkan dengan gaya nyentrik gombalannya.

"So, is it okay to be young hot daddy? Haha" canda gue

"More than okay, I'm super ready." balasnya

"Romeo, bisa anterin aku ke rumah bunda aku? I'm not feeling good, I think I want to be there for days."

Dia ngangguk, "Oke, let me know the address kak. Aku pikir memang kakak butuh waktu untuk menenangkan pikiran. Butuh suasana baru kan?"

"Thank you Romeo for everything."

***

Setelah perjalan dua jam, gue sampai dirumah orangtua gue. Gue siap-siap turun dari mobil Romeo dan mau menyuruh dia masuk.

"Kak, aku langsung pulang ya?"

"Lho kenapa? Masuk dulu aja gak apa-apa, kamu pasti capek nyetir." balas gue

Romeo malah tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Next time ya? Setelah urusan kakak selesai. Rasanya kurang baik, kalau aku mampir disaat kayak gini. Lagian kakak butuh istirahat."

Setelah mendengar penjelasan Romeo, gue merasa itu masuk akal. Apalagi orang-orang disini tau gue udah nikah sama Bright, tapi masa gue dianterin cowok lain?

"Okay, hati-hati Rom. Makasih banyak ya," ujar gue dan menutup pintu mobil Romeo.

"Kak, kalau butuh apa-apa, bilang aja. Termasuk buat dedeknya, anything, anytime, anywhere. Dahhhh"

Romeo gak lupa melambaikan tangannya dan melajukan mobilnya meninggalkan rumah orangtua gue.

Langkah berat untuk masuk rumah ini lagi. Karena gue bakal ditanyakan ini itu, dan gue harus cerita dengan alasan yang jelas.

Saat gue masuk gerbang, pintu rumah terbuka dan keluarga gue beserta beberapa tetangga sedang berkumpul. Gue yang awalnya jalan dengan bar-bar langsung menjaga sikap.

"Bundaaaa." teriak gue pelan

Ternyata ada beberapa tamu dirumah. Gue pun buru-buru masuk ke kamar gue yang hingga kini masih sama.

Goleran dikasur gue rasanya nyaman. Seperti serindu ini, dan baru sekarang bisa kesini.

"Mbak Jennie gendutan ya."

Gue yang baru saja memejamkan mata, otomatis langsung terbangun lagi pas mendengar suara adik gue satu-satunya yang baru pulang dari Singapura. Mingyu makin cakep aja, pasti skincare-an terus.

"Adeknya mbak, sini!!! Gila kangen banget." gue langsung memeluk Mingyu

Yang awalnya gue berisik, ceria pas meluk Mingyu tiba-tiba gue malah sedih dan nangis.

"Ish mbak, kalau kangen aku gak usah nangis. Sini aku peluk lagi," kata Mingyu

Semakin Mingyu memeluk gue erat, semakin tangis gue pecah. Mungkin kalau gue mengikuti ucapan Mingyu dulu, semuanya gak akan kayak gini.

"Mbak Jen, maafin adek karena gak bisa jagain mbak. Membiarkan mbak Jen disakitin kayak gini, dia ternyata gak bisa jagain mbak sesuai janjinya."

Ternyata tanpa gue jelasin atau ceritain Mingyu sudah tahu kalau gue sama Bright gak baik-baik aja.

"Gyu—"



"Kayaknya dia butuh beberapa bogeman dari adek ya, mbak."

Be Right [Jennie X Bright Vachirawit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang