Proses pemilihan aktor akan segera dimulai, poster pemilihan juga sudah ditempel di dinding penjuru kampus. Jaehwan memilih pergi bersama Namjoon mengecek beberapa hal.
Seperti hari ini, Jaehwan hampir tidak melihat teman-temannya. Paling-paling mereka hanya bertemu dikelas. Karena dalam beberapa hari mereka akan men-casting beberapa pemain.
Mereka mengecek segala persiapan, Jaehwan melihat beberapa orang mengecat. Hasilnya sangat bagus meski dengan anggaran dana yang terbatas.
"Jangan kesana, bagian itu masih sangat basah !" Jaehwan diteriaki oleh mahasiswa yang mengecat
"Kemarilah Jae, jangan mengganggu mereka" Namjoon melambai padanya dan meminta Jaehwan berdiri disampingnya.
"Hasilnya sangat bagus kak"
"Ya, saat Seokjin kesini, ia juga pasti ternganga sepertimu" Seokjin adalah pacar Namjoon. Dia adalah orang yang sangat manis. Semua orang akan jatuh hati padanya. Jaehwan tidak mengerti kenapa ia memilih berpacaran dengan Namjoon.
"Sudah berapa lama kalian bersama kak ?"
"Tiga tahun"
"Bagaimana kalian bisa bertemu ? Sejujurnya aku masih bingung kenapa Seokjin mau sama kakak"
"Aku tau apa yang dipikiranmu, tapi aku gak mengguna-guna dia"
"Lalu kenapa ia memilih kakak ?"
"Karena aku sangat baik" bagi Jaehwan itu adalah kata-kata yang tidak berguna, "hahaha bercanda, itu karna aku memberi tanpa mengharap imbalan. Butuh waktu untuk membangun suatu hubungan. Jika waktunya tepat, ia akan mencintaiku, tapi jika waktunya tidak tepat, maka ia tidak akan mencintaiku"
"Jadi semua tergantung keadaan ?"
"Er, apa kau punya seseorang yang kau suka ?"
"..." Jaehwan tidak bisa menjawabnya
"Kalau ada, kau harus menunggu orang itu sampai mencintaimu, tapi jika orang itu masih tidak mencintaimu, jangan menunggunya lagi. Itu membuang waktu"
"Lalu kapan aku tau waktu harus menunggu dan waktu untuk pergi ?"
"Tergantung pada ini" Namjoon menunjuk kepala Jaehwan dengan jarinya.
"Rambut ?"
"Otak, dasar bodoh"
"Maaf, maaf"
"Tubuh manusia punya naluri untuk melindungi dirinya sendiri. Setiap orang punya tingkatan tolerasi untuk menahan rasa sakit. Kesedihan karna patah hati, akan membuat otakmu mengirim sinyal rasa sakit. Jika kamu bisa menahannya, teruskanlah. Jika tidak, berarti sudah melampaui batas. Pada saat itulah kamu akan tahu waktunya"
"Kenapa harus menggunakan otak ? Bukankah mendengarkan hati saja cukup ?"
"Begini Jae, jika saja kau jadi sasaran tembak, otakmu akan memerintahkanmu untuk melarikan diri, tapi hatimu hanya bisa memompa aliran darah dengan cepat. Jika kamu tidak menggerakkan kakimu, maka kamu akan mati"
"..." itu benar, Jaehwan selalu menggunakan hatinya dan mengabaikan pikirannya.
"Tidak cukup untuk mencintai seseorang dengan hati, kamu juga harus melindungi dirimu sendiri dengan otakmu"
Ah, sekarang Jaehwan tahu kenapa Seokjin memilih pria ini menjadi kekasihnya.
.
.
.
Minhyun menghilang sejak kamis kemarin, mengirimkan pesan ke grup bahwa ada urusan pribadi yang harus ditanganinya. Sejak itu, ia tidak menghadiri kelas apapun dan tidak menghubungi siapapun.Mereka bertiga menganalisa kemungkinan yang ada dan mengambil keputusan mungkin ia membawa pacarnya pergi berlibur untuk melepas penat.
Tapi sampai senin pun, pria itu juga tidak terlihat. Tidak tau apa ia sudah mati atau masih hidup. Ibunya menjawab telfon dan bilang Minhyun hanya pergi berlibur.
Jaehwan masih tidak melihatnya sampai selasa. Ia sudah menyelesaikan pekerjaannya, membawa kertas audisi ke condo dengan malas. Sebenarnya ia sedikit khawatir tentang Minhyun. Tapi saat berpikir mungkin ia sedang bersenang-senang dengan pacarnya, Jaehwan merasa itu bukan masalah besar.
Ia menjadi lebih kuat setelah belajar untuk lebih menggunakan otak daripada hati. Terimakasih untuk nasihat Namjoon.
Ia melemparkan tubuhnya keatas kasur, hari ini benar-benar melelahkan.
Klik
"Astaga !!!" Jaehwan berteriak saat melihat sebuah bayangan muncul dari balik pintu.
"Aku belum mati... Kenapa kau sangat ketakutan ?" orang itu berbicara santai dan duduk disamping Jaehwan mengambil kertas diatas meja.
"Itu naskahku"
"Hmmm, apa kau yang membuat karakter utamanya ?"
"Bukan. Kak namjoon yang membuatnya. Heh jangan mengalihkan pembicaraan, bagaimana bisa kau masuk ketempatku ?"
"Jinyoung memberitahu aku" sibrengsek itu. jaehwan memberinya kunci bukan untuk diberikan kepada orang lain.
"Kemana saja kau akhir-akhir ini ?"
"Mencari jati diri"
"..." jaehwan tidak ingin bertanya dan membiarkan pria itu yang menjelaskan.
"Jae sudah berapa lama kita tidak bicara dari hati ke hati ?"
"Aku tidak tahu, gak ingat"
"Sejak aku mengenalkan Seohyun padamu kan ?"
"Tentu saja tidak. Itu hanya karna kita sedang sibuk"
"Jae... Sekarang aku..."
"..."
"Aku putus dengannya"
Jaehwan tertegun mendengarnya, diantara semuanya Seohyun adalah yang paling cocok untuk Minhyun. Ia tidak melihat kesedihan diwajah Minhyun, jika biasanya ia akan menepuk bahu Minhyun, tapi sekarang Jaehwan hanya diam.
"Apa kau menulis dialog ini ?" Minhyun menunjuk dialog panjang
"Ya"
"Boleh aku membacanya ?" Jaehwan mengangguk menyetujui.
"Aku lahir dengan wajah dan tubuh seperti ini, aku tidak bisa membuat banyak perubahan dalam hidupmu. Aku tidak punya banyak uang untuk membelikan hal-hal yang kamu mau..."
"..."
"Aku tidak pintar, mungkin sedikit bodoh, tapi aku bisa melakukan hal apapun untuk menjagamu"
"Minhyun, kupikir kau..."
"Apa kau percaya ? Tidak peduli seberapa banyak orang yang singgah dihidupku, aku bisa melihatmu menungguku ditempat yang sama"
Minhyun mengubah kata ganti kalimat terakhir yang harusnya,
Apa kau percaya ? Tidak peduli seberapa banyak orang singgah dihidupmu, kamu bisa melihatku menunggumu ditempat yang sama.
Sebenarnya apa yang terjadi pada Minhyun selama ia pergi...
KAMU SEDANG MEMBACA
Friendzone (MinHwan)
RomanceJaehwan jatuh cinta dengan sahabatnya sendiri, dan itu laki-laki. Ibarat pepatah sudah jatuh, tertimpa tangga. " Seplayboy apapun aku, Aku tidak berkencan dengan seorang teman." Pria yang disukainya itu telah membangun dinding tebal untuk rasa cinta...