Gold Star

3.5K 371 21
                                    

"Mau berkeliling keluar sebentar?." tawar Ciel pada Jean. Terlihat Jean mengangguk setuju,mereka pun berjalan menuju pintu utama. Jean membuka pintu itu,namun Ciel menahannya.

"Biar aku saja." sambungnya,kemudian dia melangkah keluar lebih dulu. Namun,belum sampai dia sempurna melangkah. Sebuah peluru panas menembus kepala Ciel seketika.

Darah segar merembes keluar dari kepala Ciel tanpa aba-aba. Sebagian muncrat mengenai wajah Jean yang syok bukan main di belakangnya.

Wajahnya panik,matanya membola sempurna. Dia terkejut,dia tidak tau ada penembak jitu yang mengawasi rumahnya.

"Ayah!! Ibu!! Pamannn!!!" Jean berteriak kalap memanggil siapapun yang ada di rumah itu. Ciel sudah terbaring dengan darah menggenangi tubuhnya.

"Paman.. paman.. bangun.. bertahanlah.. AYAHHH!! IBUUU!!" Jean kalut,dia tidak tau harus apa,air mata mengalir begitu saja dari kedua matanya.

"Ada apa Jean?..ASTAGA CIELL!!" Vincent datang lebih dulu bersama Albert dan Sebastian. Wajahnya memerah marah. Dengan emosi yang meletup-letup,dia memerintah Albert untuk menangkap pembunuhnya dan menghabisinya sekalian.

"PERGI ALBERT! CARI PEMBUNUH ITU! JANGAN BERIKAN AMPUNAN PADANYA." ujarnya kalap,"Ayo Sebastian,bawa tuan muda mu ke kamarnya." Sebastian mengangguk walau dirinya juga syok.

Tak lama,Elisabeth,Ronald,dan anak-anak nya datang. "ASTAGA CIELL!!!" Elisabeth terkejut bukan main,wajahnya sampai pucat pasi,dia takut,sangat takut,dan didetik berikutnya dia jatuh pingsan di pelukan sang suami.

Ronald dengan cekatan mengangkat tubuh ramping istrinya,dia segera membawa Elisabeth ke kamar mereka. Bertanya nya besok saja,semua orang masih syok di buatnya. Ronald memberikan kode pada Francis untuk mengatasi kakaknya. Martha dan George masih tidur,mereka tidak terganggu. Tinggal lah Betrice dan suaminya,juga Francis dan Jean sendiri yang masih mematung.

"Apa yang terjadi kak?"ujar anak ketiga Elisabeth,Francis.

Jean masih mematung,wajahnya terkena cipratan darah pamannya. Dia syok bukan main,wajahnya pucat pasi,dia jatuh terduduk,lututnya lemas. Dia menyaksikan sendiri bagaimana kepala pamannya tertembus peluru panas. Jika saja pamannya tidak melangkah lebih dulu,dia pasti yang ada dalam kondisi seperti itu.

"Sudah Francis,bantu kakakmu berdiri. Dan bawa dia kekamarnya." Betrice memberi tahu Francis kemudian. Sang adik mengangguk patuh dan mulai membantu kakaknya berdiri dan beristirahat di kamarnya.

Di kamar Ciel.

Sebastian membaringkan Ciel di ranjangnya. Vincent sudah was-was,bahkan tangannya bergetar sedari tadi. Mata Ciel terbuka perlahan. Dia menoleh kesebelah kanan,dimana sang Ayah dan butler nya memandangnya.

"Uhukk.. Uhukk.." Ciel terbatuk,kemudian menjatuhkan satu buah peluru disana. Vincent menghembuskan nafas lega,putra nya tidak apa-apa.

"Astaga,kau membuat semuanya khawatir Ciel. Lagi pula apa yang kau lakukan di luar malam-malam begini hah?!" Vincent berkacak pinggang di depan Ciel dengan tatapan garang, "Dan kau Sebastian,tidak mengawasi tuanmu kah? Apa kau tidak tau jika tuanmu keluar malam-malam?" lanjutnya dengan telunjuk menunjuk Sebastian dengan tatapan garang.

"Maafkan saya Vincent-sama. Saya bersalah,Anda bisa memberi hukuman pada Saya karena kesalahan saya." Sebastian membungkuk di depan Vincent sebagai permintaan maaf.

Ciel memutar bola matanya malas. Ayahnya sangat berlebihan,dia ini kan iblis,jadi tidak akan bisa mati dengan mudah.

"Ck.. Sudah lah Ayah. Aku tak akan mati hanya karena peluru ampas seperti itu." ujarnya dengan tangan mengelus keningnya pelan, "Lagipula aku sengaja menjadikan diriku sebagai sasarannya."

The Return Of Phantomive [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang