Jealous(2)

3.1K 369 17
                                    

Dahi Ciel berkedut-kedut sejak tadi. Wajahnya ditekuk,terlihat sekali dia sedang menahan marah dan kesal. Vincent merasakan ada yang mengganjal dari putranya. Martha juga merasa agak risih dengan suasana meja makan pagi ini.

Ciel meletakkan gelas air minum,kemudian mengelap bibirnya perlahan. Dia sudah selesai sarapan,dirinya kemudian beranjak dari meja makan. Diikuti Sebastian di belakangnya.

Vincent mengendikan bahu,Martha hanya melihatnya sekilas,kemudian lanjut makan.

"Paman.. Apakah Paman Ciel selalu seperti itu?" Martha bertanya setelah mengelap bibirnya,tanda dia sudah selesai makan.

Vincent meletakkan garpu dan sendok diatas piring kosong dihadapannya. Dia sudah selesai makan,dia meraih gelas air dan meminumnya pelan.

"Hmm... Tidak sih,mungkin dia sedang kesal dengan sesuatu. Bukan dengan ku ataupun dengan mu kok. Nanti juga normal sendiri. Kau tidak usah kuatir." Vincent berkata dengan senyuman di wajahnya.

Martha mengangguk,mungkin dia tidak usah terlalu memikirkannya.

"Paman ada jadwal apa hari ini?." Martha bertanya setelah dia selesai meminum susu nya.

Vincent terlihat berfikir sejenak. "Menyelesaikan beberapa dokumen,dan mengunjungi kawan lama." dia tersenyum setelah berhasil mengingat agenda nya hari ini.

"Kawan lama?." Martha membeo,pasalnya Pamannya ini sudah emm.. Yah
.. Tua,tapi dia masih punya teman lama?.

Vincent hanya mengangguk mengiyakan. "Paman mau keruangan paman dulu,kau bisa beristirahat atau berkeliling di sekitar sini. Jangan sampai terlalu lelah,oke." Vincent beranjak dari sana ketika melihat anggukan faham dari Martha.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Perempatan imajiner muncul di pelipis Ciel. Dia sedang kesal saat ini. Di depannya Sebastian sedang mengganti sprei tuan mudanya. Ciel mendengus kasar.

"Jangan terus-terusan membaca fikiranku Sebastian!." ujar Ciel dengan nada kekesalan yang kentara di kalimatnya.

Sebastian berhenti sejenak,kemudian memiringkan kepalanya.

"Aree.... Tapi kalau aku tak membaca fikiramu terus aku jadi tidak tau kau kenapa." Sebastian berkata dengan jujur dan jangan lupakan wajah polosnya yang sekarang sedang menatap Ciel intens.

Dahi Ciel semakin berkedut. Wajah Sebastian itu memang tampan,ia akui itu. Tapi akan jadi sangat menyebalkan ketika dia memasang ekspresi seperti itu. Dan ya,jangan lupakan jika Sebastian selalu membaca fikiran Ciel semenjak kejadian di taman waktu itu.

Jangan dikira Ciel tidak tahu jika kekasih pelayannya ini membaca pikirannya. Tentu saja dia tahu. Jangan lupakan fakta bahwa dia ini sangat peka ya. Ciel mendengus.

"Kau hentikan itu,atau aku akan menutup akses fikiranku agar kau tidak bisa mengaksesnya lagi!." Ancam Ciel pada Sebastian.

Dan yang diancam pun hanya berkedip tidak mengerti. Walaupun ditutup pun,Sebastian tetap bisa mengaksesnya lo. Ciel geram sekarang. Dia kemudian dengan segera menutup seluruh akses masuk ke fikirannya,membuat Sebastian tersentak kaget.

Tapi kemudian dengan segera juga ia membobol fikiran Ciel. Dahinya mengernyit kala menyadari bahwa fikiran kekasihnya tidak bisa ditembus.

Ciel tersenyum penuh kemenangan. "Kau! Jangan coba-coba memaksa masuk ke fikiranku. Atau kau tidak kuperbolehkan menyentuh ku seinci pun." Ciel mengacungkan telunjuknya tepat di hidung Sebastian.

Sebastian langsung lesu dibuatnya.

"Iya baiklah,aku tidak akan memaksa masuk fikiranmu." Sebastian akhirnya pasrah terhadap keadaannya sekarang.

The Return Of Phantomive [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang