Jealous?(1)

3.6K 382 22
                                    

Pagi ini suasan di mansion Phantomive terlihat ramai. Tidak biasanya memang,pagi ini Elisabeth dan keluarga nya berpamitan pada Vincent dan juga Ciel,sekalian menitipkan anak perempuannya Martha.

Elisabeth memeluk Vincent dan Ciel bergantian. Ronald menggendong si bungsu yang entah kenapa jadi manja sekali pada sang ayah.

"Maaf merepotkanmu paman. Jika saja kondisi kesehatan Martha mendukung,aku pasti akan mengajaknya." Elisabeth terlihat murung,antara enggan menginggalkan sang putri dan sungkan terhadap pamannya.

Vincent menggeleng pelan, "Tidak nak,tidak apa. Lagi pula jika kau tetap memaksa Martha untuk ikut,kesehatannya akan semakin buruk." ujarnya mengelus surai pirang Elisabeth.

Hari ini Elisabeth dan anak-anaknya akan pergi ke Jerman,ada urusan mendadak. Mereka terpaksa meninggalkan Martha karena kesehatannya memburuk akhir-akhir ini. Dia jadi sering pusing,wajahnya pucat,bahkan dia menolak memakan makannannya. Elisabeth jadi tidak tega mengajak anaknya. Hingga akhirnya ia memutuskan menitipkannya sebentar pada Vincent.

Elisabeth sempat mencium kening sang putri sebelum ia dan keluarga nya berangkat.

"Aku akan menjaga nya Elisabeth,tenang saja." ucap Ciel pada Elisabeth. Elisabeth mengangguk percaya. Kemudian mereka mengantar Elisabeth dan keluarganya sampai pintu depan. Mereka kemudian melambai sekilas sebelum akhirnya ketiga mobil mewah itu melesat meninggalkan manor Phantomive.

"Nah,Martha istirahatlah. Kau bisa memanggil Albert,Sebastian,maupun Tanaka jika kau butuh sesuatu." Vincent berujar sembari mengelus surai hitam Martha pelan. Martha mengangguk mengerti,dia kemudian berlalu menuju kamarnya untuk beristirahat.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Ciel memandangi sang ayah yang berkutat dengan tumpukan dokumen di depannya. Sesakali Vincent akan menyesap kopinya kemudian menjulurkan lidahnya dan mengeluh akan rasa kopi yang diteguknya.

Tangannya beralih mengambil koran yang diletakkan diatas meja. Matanya memicing membaca berita baru pagi ini.

"SEORANG PRIA TERBUNUH DI RUMAHNYA SENDIRI",tidak ada bukti yang merujuk pada si pelaku.

Telunjuknya diarahkan ke dagu. Berfikir sekilas,kemudian mengendikkan bahu,tidak peduli.

"Kau mau duduk di sini menemaniku Ciel?" Vincent bertanya tanpa melihat ke arah Ciel. Matanya masih fokus pada dokumen yang dikerjakannya.

"Hn" Ciel bergumam kemudiab beranjak keluar ruangan. Vincent melirik sekilas,kemudian mengendikkan bahu. Dia kembali sibuk pada dokumen yang ada di mejanya.

Ciel berjalan-jalan menuju rumah kaca di samping manornya. Kemudian langkahnya terhenti ketika melihat Martha yang sedang duduk disalah satu bangku. Dia tidak sendiri,ada Sebastian disana. Dia bisa mendengar percakapan mereka dengan jelas,mengingat kepekaan nya yang jauh lebih tinggi di banding iblis lainnya.

"Sebastian-san sudah berapa lama menjadi pelayan disini?" Martha bertanya pada Sebastian yang sedang mengoleskan selai di atas roti.

"Sejak tuan muda berumur 10 tahun Lady." Sebastian menjawab dengan senyum ramah,dan memberikan roti yang sudah diolesi selai tersebut pada Martha.

Martha mengangguk-angguk mengerti. Dia kemudian memakan roti selai nya dengan lahap. Beberapa noda selai terlihat bercecer di sekitar mulutnya. Sebastian tersenyum melihatnya,dia mengambil sebuah sapu tangan yang ada di saku seragam pelayannya. Kemudian mengelap noda itu pelan.

Ciel melihat itu dengan jelas. Wajahnya datar dan dingin,aura yang memang sudah kelam dari dulu,kini semakin terlihat kelam. Terlihat disana Martha menunduk dengan semburat merah di kedua pipinya. Dan Sebastian yang tersenyum pada Martha.

The Return Of Phantomive [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang