10. Almamater

23 5 3
                                    

Sorry kalo typo
.
.
.
Vote dulu sebelum baca,gengs!1!1!

Darrel bangun dari rebahannya,
Ia sekarang sudah berada di apartemennya. Diliriknya jam dinding disamping meja tidurnya yang saat ini menunjukan pukul enam sore.
Ia mengambil handphone lalu dilihatnya ada tiga puluh panggilan tak terjawab dari teman-temannya dan juga.. Beverly.

Ia menghela nafas berat,Beverly?entahlah, sekarang ia ingin menenangkan pikiran nya,ia capek karena sejak kemarin pikirannya berkecamuk pada cewek itu.  Ada beberapa chat dari temannya dan juga Beverly. Tapi Darrel hanya membaca dan tidak berniat membalas chat dari mereka semua.

Hari ini ia sengaja bolos sekolah.  mood nya untuk pergi ke sekolah hilang, pertengkaran Darrel dan ayahnya masih membekas di hatinya. Ucapan,cambukan serta tamparan bertubi-tubi dari ayahnya yang merendahkan dia didepan istri barunya itu,begitu menyakitkan. kata-kata itu masih bersarang di kepala nya. Kata-kata yang melibatkan ibunya yang sudah lama meninggalkan dunia ini. Dunia kejam untuk Darrel.

Ayahnya berkacak pinggang saat melihat putra bungsunya menuruni anak tangga. Anaknya membawa tas  ransel berukuran besar bewarna hitam. Ia kembali membawa beberapa pakaiannya lagi untuk dibawa ke apartemennya.
" Coba kita lihat, sampai kapan dia bertahan hidup sendiri di apartemennya," sunggingan ayahnya tercetak jelas,lalu ia melirik kearah istrinya yang sedang duduk di sofa. Mereka mengamati gerak-gerik Darrel.

Darrel mendengus lalu menatap tajam wajah  ayahnya itu. "Darrel bisa." Ucapnya singkat.

"Darrel..gak semestinya kamu kayak gini. Kita bisa ngomongin ini baik-baik," ibu tirinya itu  menghampirinya lalu mengelus pelan bahu Darrel.  "Aku berharap kita bisa lebih dekat, dan..kamu segera memanggil ku dengan sebutan mama" ia tersenyum lesu lalu mengusap air matanya yang tiba-tiba jatuh.

Darrel tertegun,namun cuma sesaat. Karena setelahnya ia menepis tangan perempuan itu. "Sampai kapanpun gak ada yang bisa gantiin bunda," mata darrel memerah, ia kembali menahan air mata itu agar tidak jatuh. Ia tidak mau dianggap lemah oleh ayahnya.

Ayahnya menatap Darrel nanar, sekarang ia harus memaklumi anaknya yang belum bisa merelakan ibunya pergi." ikhlaskan bunda kamu,darrel"  ia juga mendekat kearah anaknya itu. "Dia udah bahagia disana."

Darrel memalingkan wajah, "darrel ikhlas," dia menelan Saliva nya setelah  mengucapkan kata-kata itu. "Tapi gak ada yang boleh gantiin bunda." Ucapnya kembali ketus.

Ibu tirinya menghela nafas pelan, ia harus maklum dengan sifat Darrel yang terus saja belum bisa menerima kehadirannya. Darrel sangat keras kepala. Berbeda dengan Darren, kakaknya itu mudah sekali akrab dengannya.

Darrel menoleh kearah ibu tirinya dengan tatapan bengis.
"dan perempuan ini,"

"Dia gak pantes ada disini. Dia cuma mau ngambil harta keluarga kita perlahan-lahan" kata Darrel lagi. Lalu ia menatap sinis ibu tirinya.

Perempuan itu menunduk. Air matanya kembali menetes. Suaminya terbelalak dengan ucapan anaknya yang sudah kelewat batas.
Ia menggeram. Lalu,satu tamparan keras mengenai pipi Darrel.
"Jaga ucapan mu,darrel!! Sampai kapan kamu selalu kayak gini,hah!?"

"Kamu itu seharusnya contoh kakak mu!! Dia tidak pernah mempermalukan keluarga! Tidak seperti kamu!"

Darrel mendongak dan kembali menatap tajam  orang tuanya itu,pipi nya masih terasa kebas. Tapi ia tidak boleh menunjukkan rasa sakit itu didepan ayahnya.
Darrel terkekeh, "kok marah? Berarti itu fakta."  Ia masih mencoba bersikap tenang namun menantang.

BOY PROBLEM (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang