Dark Romance

8.4K 393 18
                                    

"Kau akan membersihkannya?" Ujar Eve.

"Membersihkan apa?"

"Mayat gadismu."

Eve berucap datar, wanita itu berdiri memunggungi Adam. Jemari lentiknya menggenggam gelas Mug yang berisikan kopi, luapan panas menerpa wajah Eve meskipun ia tidak terlalu perduli dengan hal itu.

Semalam adalah hal yang biasa terjadi.
Kegilaan pria itu, tidak akan pernah hilang. Meski Eve telah berusaha keras untuk melakukannya, pada kenyataan Evelyn harus tersadar jika selama ini juga hampir seperti Adam.

Sadis...

Adam pernah berkata, dia tidak akan pernah memaksa Eve jika dirinya tak menginginkannya. Itu benar, Eve akui Adam tidak pernah memaksa Eve melakukan hal Sadis atau sekedar membantu Adam mencari korban untuk makan malamnya.

Tapi, pria itu membujuk Eve.

Evelyn paham Adam adalah tipe pria yang manipulatif agar semua keinginannya terlaksana, termasuk kepada istrinya sendiri? Pertanyaan itu terus terbayang di kepala Evelyn, apakah derajatnya sama dengan wanita-wanita yang menjadi korban Adam?

Lamunan Evelyn sedikit buyar, saat ia mendengar kursi berdecit pertanda pria itu berdiri dari duduknya. Meletakan koran pagi di meja makan lalu pergi dari dapur, mungkin membersihkan mayat wanita berambut pirang semalam yang mengotori ranjang mereka. Entahlah, Eve tidak terlalu memperdulikannya. Ia masih berdiri mematung melihat pemandangan di luar jendela dapur, cukup lama. Bahkan kopi di dalam gelasnya mulai dingin.

Sesuatu mengganggu pikiran wanita cantik berambut hitam legam yang tak lain adalah istri dari Adam Rig itu, Eve pernah mendengar sebuah pepatah lama. Jika pernikahan yang berlangsung lama, akan terasa hambar dan terasa membosankan. Dan kalimat itu sekarang dapat ia rasakan sendiri, bukan hanya bualan semata atau hanya sebuah sajak.

Adam mulai lengah, meskipun kegemarannya yang dulu tak pernah berubah. Berubah hanya kepada Evelyn, menganggap semuanya sama padahal perjuangan yang dilakukan Evelyn untuk menjadi milik Adam Rig seorang tidaklah mudah. Apakah pria itu lupa? Atau mungkin sebuah pernikahan memang tidak seindah berbulan madu?

Evelyn gelisah, ia bahkan belum menyeruput sedikitpun kopi yang sudah tak beruap tersebut. Jika memang pernikahan bersifat demikian, hambar dan membosankan ketika tahun terus berganti. Lalu mengapa Ayah dan Ibunya selalu bahagia? Padahal, Adrian bukan tipe pria romantis dan pandai berucap seperti Adam Rig.

"Ini..." lagi-lagi suara bariton mengagetkan Evelyn, Adam membawa rambut milik wanita pirang semalam. Sangat bagus dan indah, meski kulit kepala wanita itu masih menempel dan terlihat mengering. Eve tidak tahu apa yang Adam lakukan untuk membuat rambut itu terlihat seperti sebuah wig yang ada di salon, yang Eve lihat wig dari rambut dan kulit kepala manusia asli itu sudah siap untuk dikenakan.

Eve sempat melihat suaminya itu membawa sebuah koper besar, dapat Eve pastikan isi dari koper tersebut adalah tulang dan kerangka wanita pirang yang semalam Adam bunuh.

"Ya, terimakasih." Balas Eve, lalu perhatiannya kembali ke luar jendela tanpa melirik sedikitpun ke arah suaminya itu.

Adam menaikan sebelah alisnya...

Mendekati Eve setelah ia meletakan wig dari rambut manusia tersebut di atas meja. Mengikuti pandangan istrinya ke arah pepohonan lebat di luar sana yang tengah melambai tertiup angin.

"Pandangan kosong disertai masalah yang disimpan sendiri, dapat membuat seseorang menjadi sangat depresi." Ujar Adam, Eve memutar kedua bola matanya dengan malas.

"Aku akan menyiapkan gaun untuk malam ini..." tukas Eve, meletakan kopinya di westafel lalu pergi begitu saja.

Adam bersandar di dinding, melihat punggung istrinya menghilang di balik dinding dapur. Pandangannya menangkap gerak-gerik aneh dari istrinya, ia paham apa yang terjadi pada wanita itu. Dan Adam bukanlah pria yang membiarkan sebuah masalah berlarut terlalu lama. Ia harus menyelesaikannya sekarang juga.

Pria itu segera menyusul Evelyn ke kamar tidur, ranjang yang semalam ternoda oleh tumpahan darah segar kini telah bersih dan dilapisi dengan sprei berwarna putih terang, seperti warna kesukaan Adam.

"Kau akan terus membiarkan masalah ini terus berlanjut?" Adam berdiri di ambang pintu, sementara wanita itu masih sibuk memilih gaun yang ia keluarkan dari dalam lemari tanpa menanggapi pertanyaan Adam.

"Jangan seperti anak kecil-"

"Aku memang anak kecil! Kau yang tua." Cecar Eve memotong kalimat Adam, seketika Adam terdiam. Tak tahu harus tertawa atau takut, dari semua wanita hanya Evelyn yang selalu bersikap dingin kepadanya.

Di saat semua wanita memperebutkan Adam untuk sekedar berjalan mesra atau bahkan tidur dengannya, Evelyn malah bersikap ketus dan keras. Well, kolaborasi Adrian dan Alexandra sangat berhasil membuat kepala Adam pusing. Entah apa yang dimakan oleh Ibu Mertuanya ketika tengah mengandung Evelyn.

"Lalu, kau ingin aku mendominasimu di atas ranjang agar bisa menghilangkan masalah ini? Aku bahkan tidak tahu apa yang menyebabkan kekesalanmu, apa kau hamil lagi? Kurasa tidak, bukan itu." Kata Adam.

"Aku tidak butuh seks!" Ketus Eve.

"Kau benar. Seks hanya memudarkan masalah dengan gairahnya, tidak menyelesaikan apalagi membuat jalan keluar." Adam menyentuh dagunya, kedua matanya tak lepas dari tubuh Evelyn yang sibuk mondar-mandir. Keluar-masuk dari dalam walk-in-closet, padahal Adam tahu Eve hanya meluapkan amarahnya. Lihat saja, wanita itu bahkan hampir mengeluarkan semua isi lemari.

Adam menyunggingkan senyum...

"Kau tahu, aku sangat memahami gestur tubuh seseorang. Dan aku paham akan semua masalah yang dialami setiap orang, tapi kau..."

"...kau adalah manusia yang sangat sulit untuk dipahami Evelyna Rig, seolah aku ingin mengupas tengkorak kepalamu saat ini juga dan membuka otakmu. Agar aku tahu apa yang sedang istriku pikirkan."

Seketika Eve terdiam, ia melihat ke arah wajah Adam yang sedari pagi tak pernah ia perhatikan.

Menyadari tahun telah berganti, nyatanya wajah itu masih sama. Masih terlihat sangat tampan meski tidak ada bekas luka lagi seperti kali pertama mereka bertemu.

"Aku tidak takut denganmu.." desis Evelyn, pria itu berusaha mengintimidasi dirinya dengan kalimat yang sangat mengganggu bagi manusia normal. Namun sayangnya, istri Adam Rig ini sudah terbiasa bahkan dengan ancaman lembut sekalipun.

"Ya, aku tahu." Adam mengangguk sekilas, berjalan perlahan menuju Evelyn dengan langkah tenangnya. Seperti seekor serigala yang tenang namun menampilkan gigi runcing, sayangnya serigala yang satu ini terlalu tampan bagi Evelyn.

"Katakan hun! Katakan apapun yang dapat membuatmu nyaman, aku akan melakukannya." Kata Adam, Eve mendongak agar bisa menatap bola mata Adam.

Mencari sesuatu yang selalu berhasil memanipulasi puluhan bahkan ratusan orang yang pernah pria itu temui, begitupun dengan Adam. Sangat sulit mengetahui isi kepala wanita ini, mungkin karena cintanya. Entahlah, Adam tidak mengerti.

Keduanya sama-sama mencari tahu, dua kepribadian yang sangat bertolak belakang.

Seperti api dan air.

Evelyn yang selalu bersikeras dan semangat dalam meluapkan emosi.

Dan Adam Rig yang sangat tenang seperti air namun dapat menenggelamkan siapapun.


***

To be continue
30 Juni 2020

To be continue30 Juni 2020

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mr. and Mrs. RIGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang