13. Kisah :: 1 September 2010

57 2 0
                                    

Jangan lupa vomments

Selamat membaca :)

Lamongan, 1 September 2010 pukul 15. 25 WIB

Aku lupa kapan aku merasakan kebahagiaan. Oh, atau lebih tepatnya siapa yang terakhir kali membuatku bahagia. Sore itu ketika aku duduk di dekat jendela, menyaksikan teman-teman seusiaku bermain bersama kala sore hari, Ibu datang kepadaku sembari tersenyum. Aku hanya menyambutnya dengan ekspresi datar. Itulah ekspresi andalanku selama ini. Entah kemana perginya senyum lebar serta keaktifan bibirku untuk bicara.

"Wulan kenapa nggak ikut main?" Ibu bertanya sambil mengelus rambut hitam sepunggungku.

Aku hanya menggeleng sebagai jawaban. Ibu mengambil tangan kananku kemudian ia genggam dengan kedua tangannya.

"Kalau kamu punya teman sendiri, kamu mau kan ajak dia main?"

Tak tahu maksud Ibu, aku lebih memilih untuk mengangguk.

"Di sini." Ibu membawa tanganku yang tadi ia genggam ke perutnya. "Ada adik buat kamu," katanya.

Jujur, aku tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Ingin bahagia rasanya tak tega jika harus ada Wulan dalam bentuk lebih muda dariku yang akan menyaksikan apa yang sedang terjadi pada kedua orang tuanya. Ingin sedih, apa yang sebenarnya membuatku sedih?

Detik itu, ketika kebimbangan singgah di pikiran seorang bocah yang telah mengalami berbagai macam kejamnya hidup, ia menatap tangannya yang berada di perut Ibunya. Diam dan dalam waktu yang lama. Bukan dengan tatapan berbinar, melainkan dengan tatapan sendu.

Tbc

2 Juli 2020
Tertanda,

Erina Putri

Akan Kuceritakan Semua Tentangku [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang