Selamat membaca♡
Lamongan, 27 Agustus 2019 pukul 16.27 WIB
Sesuai janjiku kemarin, aku mengikuti Exan menuju ke tempat yang aku sendiri tidak tahu dimana pastinya. Aku menurut begitu saja. Suatu keajaiban untuk orang sepertiku bisa mempercayai orang lain. Aku sendiri saja terkejut dengan keputusanku, apalagi orang lain.
"Udah sampai," ucap Exan, berhenti tepat di depan sebuah rumah minimalis yang didominasi oleh warna putih itu. "Ini rumahku. Ayo masuk," ajaknya.
Meski aku mengernyit bingung, aku tetap mengikutinya beberapa detik kemudian. Saat aku baru masuk ke dalam rumah, tatapan dan senyuman hangat dari orang-orang yang berada di sana menyambutku.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam," jawab mereka serentak.
"Jadi ini yang namanya Wulan, Xan?" Seorang perempuan berhijab bertanya pada Exan.
Exan menjawab, "Iya, Bun. Dia Wulan." Exan beralih menatapku. "Dan Wulan, perempuan cantik ini adalah Bundaku," lanjutnya.
Mendengarnya, aku lantas menyalami perempuan yang dipanggil Exan dengan sebutan 'Bunda' itu.
"Wulan sudah makan?" tanya Bunda.
"Sudah, Tante."
Bunda mendekat ke arahku sambil mengajakku duduk bergabung dengan beberapa orang yang ada di sana. "Manggilnya Bunda aja, ya. Biar sama kayak yang lain."
Aku menjawabnya dengan canggung.
"Jadi gini, Wulan, Bunda ini seorang psikolog."
Refleks, aku mengernyit lalu bangkit berdiri. Detik selanjutnya aku berlari keluar rumah.
"Wulan," panggil Exan. Aku tidak menggubrisnya dan terus berlari hingga sampai di teras rumah, Exan berdiri tepat di hadapanku sembari merentangkan kedua tangannya.
"Dengerin dulu, Lan. Nggak selamanya ketemu psikolog itu sakit jiwa, kok. Aku tahu apa yang kamu pikirkan saat ini. Tapi, Lan, jauh di dalam alam bawah sadarmu, aku tahu kamu butuh tempat kamu berkeluh kesah, butuh didengarkan tanpa dihakimi, bukan?"
"Aku nggak butuh, Xan. Aku nggak punya masalah."
"Nggak mungkin, Lan. Setiap manusia yang lahir di bumi, sudah pasti punya masalah. Yang berbeda ialah cara mengatasinya. Kamu mau lari atau menghadapi masalah itu? Bundaku memang seorang psikolog, tapi beliau tidak menjadikan label psikolog itu sebagai profesi. Kamu tahu kenapa Bunda bisa menjadi seorang psikolog? Itu karena Bunda pernah mengalami kekerasan seksual saat kecil, Lan. Dan itu selalu jadi bayang-bayang buruk di hidup Bunda sampai Bunda menghilangkan bayangan itu. Karena itu, Bunda ada di tengah-tengah kita semua untuk membantu orang lain menghilangkan bayangan buruk mereka," jelasnya.
"Kekerasan seksual?"
Exan mengangguk. "Kekerasan seksual, Lan, bukan pelecehan seksual. Meskipun aku nggak tahu masalah yang kamu hadapi, aku yakin kamu butuh tempat untuk cerita, kan?"
"Tapi, aku belum siap, Xan," kataku. "Aku takut. Aku masih belum bisa berdamai sama masalah itu."
"Kasih waktu untuk berdamai dengan dirimu sendiri, Lan. Kamu punya hak untuk itu. Yang harus kamu tahu, kamu nggak sendiri. Ada Bunda, teman-teman yang lain dan ada aku yang siap mendengarkan keluh kesahmu setiap saat. Percaya, Tuhan itu adil."
"Exan, apa aku bisa percaya sama kamu saat aku belum percaya sama diriku sendiri?"
"Lan, kamu harus percaya sama diri kamu sendiri melebihi rasa percayamu padaku."
Tbc
30 November 2020
Tertanda,Erina Putri
KAMU SEDANG MEMBACA
Akan Kuceritakan Semua Tentangku [COMPLETED]
ChickLitAku menulis ini karena aku sadar, setiap orang punya permasalahan sendiri. Tapi nggak semua orang bisa keluar dari permasalahan itu. Ada yang menghindar, bersembunyi dibalik kalimat baik-baik saja, bahkan ada yang menetap. Aku dilahirkan ke bumi seb...