14. Awal Kehancuran

122 7 4
                                    


Ar-Rahman

Allamal Qur'an

Khalaqol Insan

Allama hul-Bayan

Kini, gadis yang masih mengenakan hijab itu tengah duduk termenung di dalam kamarnya sendirian. Di rumah sendiri. Hanya sendiri. Karna dirinya pun tidak tau kapan si pemilik rumah akan pulang. Mungkin masih lama.

Annisa Putri Humaira. Jujur, semenjak dia pulang dari kediaman dosennya itu justru semakin membuat rasa penasarannya bertambah. Lantunan kalam nan merdu yang tak sengaja ia dengar sewaktu berada di pesantren berhasil membuat fokusnya teralihkan. Bahkan berkali-kali Nadia mengajaknya berbicara, namun pikirannya malah melayang ke titik lain.

Laki-Laki Ar-Rahman.

Entah gadis itu salah dengar atau memang benar pria itu berada di dalam pesantren, tapi yang pasti itu adalah bias suara yang sudah tak asing lagi baginya.

Diam-diam Nisa mulai mengakui bahwa dia benar-benar telah mengagumi sosok itu. Mengagumi dalam artian yang sebenarnya atau tersimpan rasa lain di balik kata itu, Nisa sendiri juga belum yakin. Tapi saat ini gadis itu benar-benar yakin telah sangat-sangat mengagumi Laki-Laki Ar-Rahman. Namun anehnya, saat Nisa menanyakan perihal suara yang tiba-tiba muncul itu ke Nadia, justru Nadia mengatakan bahwa ia sama sekali tak mendengar suara orang mengaji. Malahan gadis itu berani bertaruh kalau saat itu juga para santri tidak ada jadwal kegiatan apapun di masjid pesantren.

Setelah mendengar penjelasan Nadia, dari situ Nisa mulai memikirkan segala kemungkinan.

Mungkin itu memang benar suara si Laki-Laki Ar-Rahman. Mungkin itu hanya suara seseorang yang mirip dengan Laki-Laki Ar-Rahman. Mungkin gadis itu salah dengar atau mungkin ia hanya sedang berhalusinasi karna saking.... rindunya?

Ah, tidak untuk kalimat yang terakhir.

Rindu? Memangnya dia siapa berani bilang rindu? Dia sekedar pengagum rahasia yang mengagumi orang rahasia pula.

Sungguh lucu.

Drrt... Drrt...

Tak lama, imajinasi konyol Nisa buyar seketika saat terdengar dering ponsel yang tergeletak di atas nakas berbahan kayu.

Jemari lentiknya bergerak meraih ponsel. Manik kopinya melihat satu notifikasi WhatsApp dari nomor yang tidak dikenal. Nisa mengerutkan alis, sangat asing dengan nomor aneh itu.

Tak perlu pikir panjang, Nisa segera membuka chat dari orang asing tersebut.

+628xxxxxxxxxx

Hallo..

Eh, maksudnya... assalamualaikum

Nisa, ini bener nomer lo kan?

Gue Rendi

Ah, rupanya itu chat dari orang yang ia kenal alias sahabat— maksudnya baru jadi sahabat lagi. Kak Rendi.

Oh, iya kak. Ini bener nomer aku. Ada apa ya kak, kok tiba-tiba cht?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 07, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lantunan Ar-Rahman(Slow Update!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang