5. After Married 1 (Flashback)

1.3K 178 47
                                    

"Sya!" seruan serta lambaian tangan yang tinggi membuat Risya menoleh. Ia menemukan Tejo di sana sedang memegang sebuah jaket(?) Memakai celana levis biru tua, jaket hitam yang di dalamnya dibaluti kaus belang putih hitam. Memakai sendal rumahan. Sungguh, kemanisan lelaki itu bertambah di mata Risya.

Risya menghampiri lelaki itu. Ia hanya memakai rok dan kemeja, jilbab pink soft, serta flatshoes. Sederhana sekali. Khas anak desa bukan?

"Mas, udah nungguin lama?" Risya bertanya setelah mencium tangan Tejo. Lelaki itu mengambil alih tas yang ia bawa dan mengulurkan jaket yang tadi dipegang.

"Nggak juga. Nih, pakai, nanti kepanasan."

Risya memakai jaket berwarna biru dongker itu. Bau harum minyak wangi Tejo menguar. Membuatnya nyaman. Setelah ia memakainya, tangannya digenggam oleh lelaki itu.

"Mau makan di kos atau cari warung makan?"

Stasiun selalu ramai. Di kursi tunggu para penumpang, banyak yang sedang duduk di sana. Mereka melewati orang-orang itu. Risya tidak bisa tidak menghiraukannya. Ia menatap ke sekitarnya dengan takjup. Bahkan pertanyaan lelaki di sampingnya itu tidak ia jawab.

"Sya?"

"Hah? Ya, apa tadi?"

Tejo memberhentikan langkah di depan toko roti yang bau harumnya menguar meskipun ada di dalam sebuah ruangan. "Ngelihatin apa sih? Mau beli roti?" Ia menunjuk toko roti di sampingnya.

"Enggak, aku makan nasi aja."

Tejo menaruh tas di lantai dekat kaki Risya. "Aku ambil motor dulu, kamu tunggu di sini," ucapnya. Lalu pergi ke area parkiran.

Risya menatap punggung itu dengan diam. Kedua tangannya ia masukan ke dalam saku jaket. Lantas bergumam kecil, "Kamu baik, Mas. Terima kasih."

...

Tiba di kos, Risya mengedarkan pandangannya. Ada lima pintu kos yang berjejer. Pohon mangga di sampingnya dan satu rumah berlantai satu yang besar. Pagar rumah dan kos hanya sebatas dada.

Di halaman kos, di bawah pohon mangga, ada seorang laki-laki sedang menjemur pakaian. Ada lagi yang sedang duduk di depan pintu kos. Di pintu kos sampingnya, pintu itu terbuka dan ada beberapa sepatu di teras. Suara mengobrolnyapun terdengar hingga luar.

"Weh! Gitu ya? Pulang kampung tahu-tahu nikah! Bawa istrinya lagi! Ck, gak ada akhlak sampean, Mas!" gerutu lelaki yang menjemur pakaian itu. Masih SMA juga. Namanya Ghani.

Yang duduk di depan pintu kos, lantas menoleh juga pada Tejo yang membawa seorang gadis. "Gue kalah telak ini mah, Ghan!" serunya pada Ghani. Namun matanya masih melihat Tejo. Ia adalah Zaki.

Tejo lantas tertawa. Mengambil tas dan menggandeng Risya yang hanya diam saja. "Wis, aja berisik. Tek sumpel karo sendal kih!" (Udah, jangan berisik. Disumpel sama sendal nih!)

Ghani dan Zaki tertawa. "Lapor dulu sama ibu kos, nanti digrebek, lho," kata Zaki.

Tiba di depan pintu kos, Tejo mengambil kunci di saku celana. Kemudian memutar kuncinya. "Udah lapor," balasnya. Didoronglah pintu itu hingga terbuka lebar.

"Masuk, Sya."

Risya melepas flatshoesnya, lalu berjalan masuk. Saat masuk ke dalam kamar kos Tejo, bau jeruk langsung tercium. Ia melirik kipas yang nemplok di dinding dengan satu pengharum ruangan yang menggantung di sana. Hm, pantas saja wangi jeruk.

"Aku gak ngerokok, jadi bebas bau rokok di sini." Tejo menaruh tas di samping lemari plastik bajunya. Ia kemudian menyalakan kipas angin yang menggantung di dinding itu.

Risya masih berdiri, bingung harus apa. Ia masih mengamati sudut-sudut kamar Tejo yang memang bersih. Tidak ada semut, bahkan remahan debu saja tidak ada.

Melihat Risya yang masih diam dan memperhatikan isi kosnya, Tejo berkata, "Tadi, sebelum aku pergi jemput kamu, udah aku sapu sama pel, jadi bersih. Hehehe ...."

Bibir Risya berkedut menahan senyum. Ia kemudian mengangguk-anggukan kepalanya. "Aku ngerepotin, ya?" Akhirnya Risya duduk di depan lemari pakaian.

Mengabaikan pertanyaan itu, Tejo langsung ikut duduk di samping Risya. Menahan pintu lemari agar tidak gadis itu buka. "Sya ... Isinya berantakan. Kalau kamu mau pindahin baju kamu ke sini, nanti aja. Biar aku rapiin dulu."

Dari jarak sedekat ini, Risya bisa menatap Tejo dengan jelas. Dari kening, alis, mata, hidung, pipi, kumis tipisnya, bibir dan dagu lelaki itu tidak ia lewatkan.

Ditatap seperti itu, Tejo jadi salah tingkah. Ia memundurkan sedikit wajahnya. "Emm ...."

Risya mengerjap. Lantas segera mengambil tas berisi baju-bajunya. "Nggak papa, sekalian aku rapiin."

"Tapi, kamu capek. Istirahat aja, Sya. Aku beliin makanan dulu, ya?"

"Nggak papa, Mas."

"Ya udah. Kamu boleh beresin baju-bajunya, tapi setelah aku bawain makanan kamu makan dulu. Oke?"

Akhirnya Risya mengangguk setuju. "Jangan lama-lama," ucapnya.

Tejo terkekeh. Mengusap kepalanya sebentar. "Iya." Kemudian beranjak keluar kos. Meninggalkan Risya yang menganga melihat isi lemari bajunya.

"Astaghfirullah. Semua laki-laki sama aja. Nggak bisa rapi soal lipat sama nyusun baju di lemari."

...

"Mas, biar adil, aku ikut tidur di tikar aja, ya?"

"Kamu dikasur, Sya."

"Tapi, kan ...."

"Udah, tidur."

Akhirnya Risya menarik selimut hingga dada. Berbaring menyamping menghadap Tejo yang menghadapnya. Mereka tertidur di tempat yang berbeda, namun berdekatan.

Risya tidur di kasur yang memang hanya muat untuknya saja. Sedangkan Tejo di tikar samping kasur. Lelaki itu memakai sarung untuk menyelimuti dirinya. Karena di kos memang hanya mempunyai satu selimut. Serba satu pokoknya.

Bantal satu, guling satu, kasur satu, selimut satu, lemari satu. One only.

"Kalau Mas kedinginan nanti gimana?"

Tejo menatapnya sambil terkekeh. "Udah kebal. Nggak papa." Ia menepuk pucuk kepala Risya. "Tidur, Sya," lanjutnya.

Risya menggeleng. Ia tidak bisa tidur jika melihat Tejo tidur seperti itu. Kemarin saat di kampung, mereka tidur satu tempat. Nyaman dan aman. Sekarang? Mana bisa ia membiarkan lelaki itu tidur dalam keadaan seperti ini?

Melihat kepala gadis itu menggeleng, Tejo berdehem pelan. "Emm ... Ya udah, ngobrol aja sampai kamu ngantuk," putusnya.

"Mas besok mau pergi ke mana?"

Tejo menerawang. "Kayaknya ketemu Zikri, mungkin," sahutnya.

"Zikri?"

Ah, Tejo lupa jika ia belum menceritakan tentang temannya. "Temenku. Satu lagi namanya Fahrul. Kalau Zikri udah menikah, sedangkan Fahrul belum."

"Oohh, gitu. Sejak Mas kuliah udah ngekos di sini? Atau pernah pindah?"

"Nggak pernah, di sini terus udah empat tahun. Kalau bapak sama ibu ke sini juga akrab sama ibu kos. Ngobrol sampai lupa waktu. Apalagi kalau ibu udah ketemu anaknya ibu kos, nggak mau jauh-jauh."

"Anaknya ibu kos?"

"Iya, Syabil. Seusia kamu lho." Lelaki itu tidak sadar akan ucapannya.

Lantas Risya menarik selimut hingga leher. "Aku mau tidur, Mas."

Dan entah kenapa, sudut hatinya berdenyut ketika mendengar pujian lelaki itu tentang gadis lain.

..

I Found the Love (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang