12. Maaf

1.2K 170 42
                                    

Benar kata Ghani, keesokan paginya, ia merasa bersalah. Bergegas membuka kunci pintu kamar kos. Dibukanya pintu itu dengan pelan. Kamar kos gelap. Cahaya remang-remang masuk dari jendela yang gordennya masih tertutup rapat. Hatinya mencelos seketika.

Risya ... Di sudut kamar. Memeluk kedua lutut dan menenggelamkan wajahnya di sana.

"Sya ...."

Perlahan Risya mendongakkan kepalanya. Matanya berkaca lagi. Sedetik kemudian kembali menangis. Tejo memeluknya dengan erat. Bahu kecil itu bergetar dengan hebat.

"Maafin aku."

Risya membalas pelukan itu. Ia mencengkeram kaus yang lelaki itu pakai. Menggelengkan kepalanya berkali-kali saat Tejo meminta maaf padanya.

Tidak. Ini bukan kesalahan lelaki itu. Ini kesalahannya sendiri yang ngotot ingin ikut campur tangan dalam hal mencari nafkah. Tapi, ia juga tidak bisa mengelak jika dirinya merasa bersalah kepada Tejo yang harus menanggung tanggungjawab besar sendirian.

"Aku minta maaf karena udah kasar sama kamu. Aku minta maaf karena mengurung kamu di sini sendirian, Sya. Seharusnya aku nggak melakukan itu. Seharusnya aku lebih sabar dan nggak emosi. Maafin aku, Sya."

"En-enggak, Mas."

"Kamu boleh tampar aku, pukul, jambak, tempeleng bolak-balik juga gak papa. Tapi, aku minta maaf, Sya. Maafin aku."

"Seharusnya aku yang minta maaf, Mas. Maaf kalau aku nggak bisa nurut. Aku cuma nggak tega lihat Mas Jo harus kerja, sementara aku leha-leha di sini."

"Udah jadi tugas aku, Sya."

Lelaki itu membelai lembut kepala Risya. Menumpukkan dagu di kepalanya. Memejamkan mata karena ia amat sangat merasa bersalah kepada gadis itu. Ya Tuhan, kenapa menjadi sebuah rumah tangga nggak semudah yang aku pikirkan?

Risya menjauhkan sedikit tubuhnya. Masih memegang ujung kaus yang dipakai Tejo. Ia mendongakkan kepalanya sedikit. "Jangan tinggalin Risya kayak tadi malem. Risya takut, Mas," lirihnya tersendat-sendat.

Rasa bersalah kian semakin menggumpal dalam dadanya. Tejo menangkup kedua pipi Risya. Mengusap jejak air mata yang tertinggal di pipi. Menatap matanya dengan teduh.

"Iya, aku minta maaf buat hal itu." Jarinya yang besar berhenti di pipi gadis itu. "Aku sadar kalau aku emang belum bisa menahan emosi aku, Sya. Mungkin, esok nanti, hal ini akan terjadi, atau lebih parah lagi. Tapi, yang jelas itu di luar dari kemauan aku. Aku nggak mau membuat kamu nangis, membuat kamu tersakiti. Percaya, kan, sama aku?"

Risya mengangguk. Ia kemudian bertanya, "Kenapa, Mas mau menikahi aku?" Pertanyaan yang sudah lama bercokol di dalam pikirannya. Pertanyaan yang harus memiliki keberanian besar untuk diajukan.

Tejo mengikis jarak. Dengan jarak kurang dari satu jengkal, lelaki itu menjawab, "Karena aku, menemukan cinta dalam dirimu."

Jaraknya benar-benar mengikis. Merapatkan tubuh. Mendekap cinta dan kasih sayang yang kini merangkap menjadi rasa takut kehilangan. Mengecap rasa baru yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Membuat kupu-kupu beterbangan memenuhi perut. Debaran gila itu kian beradu dengan rasa hangat yang memeluknya.

Menjauhkan kepala, lelaki itu mengusap bibir tipis Risya. "Yang ini, udah boleh, kan?" Ia tersenyum lebar.

Risya mengubur wajahnya dalam dada itu. Pipinya bersemu merah. "Malu," rengeknya.

Lelaki itu malah tertawa lebar. "Makasih, Sya-yang."

...

"Dih, dih, ngapa lo? Senyum-senyum gak jelas lagi. Wah, sawan!"

Tejo menoleh dan semakin melebarkan senyum. Ia menyenggol lengan salah satu temannya yang sudah menikah. "Zik, kasih gue pencerahan tentang dunia pernikahan, dong," ucapnya.

Lelaki yang di hadapannya membolakan matanya jengah. "Baca, tuh, buku panduan nikah! Nggak modal amat minta pencerahan ke temen," katanya.

"Suka-suka gue lah, daripada elo? Jomblo, tenggelam dalam penyesalan pula!"

Fahrul, lelaki itu mengepalkan tangannya ke udara. "Abah pukul, mau?"

Zikri terbahak. Sedangkan Tejo memasang tampang kagetnya. "Uwaw! Ngaku, ya, kalau lo itu Abah gue? Dulu ke mana aja, Bah, nggak ngakuin sebagai Abah gue?"

Dulu, Tejo sering sekali menyebut Fahrul adalah Abah. Mengaku kalau Fahrul adalah Abahnya. Selalu merengek meminjam uang atau minta di traktir jajan di kantin kampus sewaktu masa kuliah. Ya ampun, dulu saja tidak mengaku jika Tejo adalah anaknya. Sekarang, dengan gampangnya lelaki itu bilang kalau ia adalah Abah Tejo?

"Mulut lo emang kudu diamplas, ya?" sungut Fahrul. Mengangkat kepalan tangan ke udara.

Zikri sampai memegangi perutnya. "A-aduh, hahaha ... Abah sama anak, cocok! Kocak kalian, serius!" serunya.

Tejo memegang dagunya. Menatap Fahrul dengan tatapan 'masa dia Abah gue?'. "Masa, Abah sama anak, nikahnya duluan anaknya?" tanyanya. Lebih menjerumus kepada meledek.

Memang, di antara mereka bertiga yang belum menikah adalah Fahrul. Lelaki itu korban gagal move on dari masa lalu. Sampai-sampai masa depan sudah menanti saja ia tidak peduli. Lebih tepatnya belum sadar akan arti cinta yang sesungguhnya.

Hm, membahas soal cinta, baik Tejo, Fahrul dan Zikri, pasti akan merasa gila. Wajar saja, karena defini cinta itu luas menurut mereka. Bukan hanya tentang kata 'aku cinta kamu' lalu 'aku cinta kamu juga'. Tapi, arti kata cinta lebih luas lagi dari itu.

"Berisik lo! Jadi nyesel gue ke sini!" sungut Fahrul. Menegak kopinya yang sudah menghangat.

Mereka saat ini sedang berada di coffe shop yang letaknya strategis. Tidak jauh dari kantor Zikri, dan tidak jauh dari kantor yang Fahrul tempati juga. Pada jam makan siang, mereka janji untuk bertemu di coffe shop ini.

"Ya, tapi gimana kabarnya dia?"

Fahrul memangkat bahunya tidak tahu. Ia menaruh cangkir itu kembali di atas meja. "Sibuk skripsi, mungkin."

"Lo nggak ada niat ngelamar, gitu?" tanya Zikri.

"Gue, kan, udah ngelamar."

"Hah? Yang bener?!" Tejo menganga.

"Iyalah, ngelamar pekerjaan, kan?"

Tejo menarik lengan Zikri. "Bubar, Zik, bubar. Dia emang bukan Abah gue! Kepekaannya sebagai laki-laki melorot kek kolor kebesaran!" tandasnya.

Zikri tergelak dan tertawa mengikuti langkah Tejo. Ia melambaikan tangannya pada Fahrul yang melongo tidak percaya. "LES KADAR KEPEKAAAN DULU, RUL!" pekiknya.

...
Yuk beli novel AKRESHA^^ hihihi

Sampai part ini, gimana? Yg uwu-uwu nanti aja, ya....

Banyak vote dan komen yuk, biar lapak ini berjayaaaaaa

Indramayu, 27 juli 2020

I Found the Love (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang