11. Gempar

1.2K 176 26
                                    

"Assalamu'alaikum, Sya."

Ketika membuka pintu kos, Tejo disambut bunyi gemericik dari kamar mandi. "Lagi mandi kali, ya," gumamnya. Ia melepas tas dan menggantung di belakang pintu setelah menutupnya kembali.

Lelaki itu menatap setumpuk pakaian yang sudah dilipat rapi. Ia menyalakan kipas angin terlebih dahulu, kemudian duduk di hadapan lemari. Membukanya dan mulai menyusun baju-baju itu ke dalam lemarinya.

"Emangnya tadi pagi, Risya nyuci lagi apa? Perasaan pas berangkat kerja, nggak ngerendem baju, deh."

Keheranan melihat pakaian yang---mungkin---dicuci oleh Risya, Tejo bergumam kecil. Padahal kemarin Risya sudah mencuci pakaian, dan sekarang mencuci lagi. Memangnya tidak lelah jika mencuci pakaian setiap hari?

Dulu saja---ketika ia masih kuliah---mencuci baju itu tiga hari sekali, atau dua hari sekali. Ini, Risya, setiap hari?

Setelah memasukkan pakaian di dalam lemari, lelaki itu merebahkan tubuhnya di atas tikar. Dengan kedua tangan yang ia naikkan ke atas, ketiaknya jadi terasa sejuk karena angin. Ia memejamkan matanya.

Hm, hari pertamanya bekerja tidak buruk juga. Entah karena masih awal atau karena ia karyawan baru, pekerjaannya belum terlalu menyita waktu. Sepertinya opsi pertama yang lebih meyakinkan---karena dirinya masih karyawan baru.

"Mas?"

Mata yang tadinya tertutup, kini terbuka. "Eh, Sya, udah mandinya?" Ia beranjak menjadi duduk.

Risya duduk di hadapannya. Mengulurkan tangan untuk dapat mencium tangannya. Tejo mengacak kepala gadis itu sejenak saat tangannya sudah dicium.

"Kamu nyuci baju lagi, ya?"

Risya menoleh ke samping. Tumpukan pakaian yang sudah ia lipat dan setrika sudah tidak ada. Kemudian menatap Tejo yang kini menyanggah tubuhnya dengan kedua tangan. "Iya, habisnya aku bingung mau ngapain. Daripada nggak ada kerjaan, jadi ya udah nyuci aja. Terus, habis kering aku setrika," ucapnya.

"Nggak usah nyuci tiap hari. Dua hari sekali aja udah cukup. Nanti kamu capek, lho."

"Kerjaan aku cuma nyapu, beres-beres, sama nyuci aja, masa capek, Mas? Yang capek itu, ya, Mas Jo. Kerja, nyetir motor. Kepanasan juga."

Lelaki itu malah menderai tawa. "Pokoknya aku gak ijinin kamu nyuci setiap hari, Sya." Dirinya menegaskan.

"Kalau aku bosen, aku ngapain, dong?"

Tejo menaikkan bahunya. "Tidur?" tanyanya.

Risya memukul paha lelaki itu yang dekat dengan lututnya. "Gak mau!"

"Ya, terus apa, dong?"

Risya terdiam beberapa saat. Gadis itu menatap Tejo dengan diam. Menelisik sesuatu. Yang ditatap seperti itu langsung tidak nyaman. Sepertinya ... Salah tingkah(?)

"Kenapa, sih, Sya?"

"Emm ... Kalau aku kerja juga, gimana? Boleh gak, Mas?"

Baru saja kemarin membicarakan topik yang sensitif, lagi-lagi Risya mengulanginya.

Yang di lakukan Tejo adalah beranjak. "Gak," sahutnya. Lalu memasuki kamar mandi.

...

Saat ia merasa ada yang memperhatikannya, dirinya mendongakkan kepala. "Apa?"

"Mas, marah?"

"Atas dasar apa aku marah? Ke siapa? Kenapa? Apa untungnya?"

Risya memandangi lelaki itu yang malah mengajukan pertanyaan untuknya. Setelah mandi dan sholat, Tejo tidak kunjung bersuara. Bahkan saat membeli nasi goreng pun, ia menyelonong begitu saja. Jika Risya tidak bertanya lelaki itu akan pergi ke mana, sudah pasti Tejo tidak akan memberi tahu.

I Found the Love (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang