“Ayahmu akan pulang dari Inggris sebulan lagi. Kau tahu itu, kan?”
Hyewon menghela napas berat dan mengangguk. “Aku tahu.”
“Ia ingin bertemu denganmu di hari ia pulang nanti. Pastikan kau membawa seorang gadis untuk kau kenalkan. Jangan membuat masalah lagi, mengerti?”
“Ne, oemma. Aku tahu.”
Hyewon menutup telepon, lalu menghempaskan diri di atas tempat tidur. Hari ini adalah hari Minggu. Hari yang meresahkan untuk kaum remaja seperti dirinya. Weekend yang akan segera berakhir dan tugas kampusnya belum juga diselesaikan. Dan sekarang, beban pikirannya ditambah oleh kabar mengenai kedatangan ayahnya dari Inggris.
Hyewon tidak punya banyak kenangan indah bersama ayahnya kecuali beberapa kenangan menyakitkan yang masih meninggalkan bebas di pergelangan kakinya ia pernah dipukul beberapa kali dengan rotan oleh ayahnya karena pulang larut malam. Rasa trauma itu tetap menghantuinya. Bahkan walau ia tahu bahwa pria yang pernah menyakitinya itu adalah ayah kandungnya.
Ibunya sudah menegaskan bahwa kali ini pertemuan itu tidak boleh salah. Hyewon harus membawa seorang gadis untuk diperkenalkan sebagai calon istrinya. Tapi, siapa?
Hyewon mencengkeram rambutnya dengan frustasi, lalu teringat akan sesuatu. Ia cepat-cepat mengambil ponselnya dan menatap nama kontak itu. Gadis Asing.
“Apakah aku sungguh-sungguh harus menghubunginya?”
Hyewon tidak terlalu yakin, tapi bisa apa? Ini kesempatan terakhirnya. Ia hanya punya gadis ini, jadi ia memberanikan diri memutar nomor telepon gadis itu dan mendekatkan ponsel ke telinga.
***
Eunbi terbangun oleh suara berisik yang berasal dari meja rias. Gadis itu membuka mata dengan susah payah dan melihat ponsel Sakura bergetar di atas meja.
“Sakura,” Ia mengerang sambil menendang bokong Sakura yang masih tertidur pulas di sebelahnya. “Ada telepon.”
Sakura balas menggeram. Tapi tidak berniat untuk bangun dan mengangkat telepon.
“Sakura!” seru Eunbi.
Lagi-lagi, Sakura hanya menggeram.
Eunbi melongok dan mendapati mata Sakura masih terpejam rapat. Percuma saja, pikirnya, kesal. Gadis itu beranjak dari tempat tidur dengan susah payah, lalu mengangkat telepon.
“Halo?”
“Halo?”
“Ya?”
“Masih ingat denganku?”
Eunbi merengut. “Kau? Kau siapa?”
“Aku Hyewon. Yang bertemu denganmu saat di gas station kemarin malam. Sekarang ingat?”
“Hyewon?”
Eunbi memutar otaknya, lalu sejurus kemudian menjerit kaget. “Hyewon! Ya Tuhan, aku ingat.”
Sakura menggeram lagi. Ia sepertinya terganggu dengan jeritan Eunbi. Gadis itu melirik Sakura hati-hati dan mengendap-endap keluar kamar, menuju beranda tempat yang paling aman.
“Maaf,” kata Eunbi. “Aku lupa menghapus nomormu.”
“Y-ya?” Hyewon menyahut canggung, sekaligus bingung.
“Eh, tidak-tidak,” ralat Eunbi. Ia menepuk dahinya dan mengutuk dirinya. “Ada apa kau meneleponku?”
“Aku ingin mengajakmu makan siang hari ini. Boleh, kan?”
“Makan siang?”
“Ya. Bagaimana? Kau mau, kan? Aku akan menjemputmu kalau kau mau.”
Eunbi tidak tahu maksud pemuda bernama Hyewon ini. Lagipula, ia juga tidak sempat melihat dengan jelas wajahnya karena pencahayaan di dalam mobil malam itu begitu minim. Tapi, jika ditawarkan makan siang gratis, siapa yang akan menolak?
“Baiklah,” sahut Eunbi, setuju. “Kita akan makan siang bersama.”
***
Ting, tong.
“Sakura, tolong bukakan pintunya!” Eunbi melongok dari balik pintu kamar mandi.
Sakura dengan susah payah membuka matanya dan menguap. Ia melirik kearah jam dinding di seberang ranjang dan waktu sudah menunjukkan pukul sebelas lewat tiga puluh menit.
Ting, tong.
“Sakura! Tolong!” seru Eunbi, gemas.
“Iya, iya,” omelnya, sambil memulai langkah pertamanya hari itu.
Sakura menyurukkan kakinya ke sandal, diikuti oleh kaki satunya lagi.
Ting, tong.
“Ya Tuhan, tidak sabaran sekali!” geramnya dengan suara serak.
Begitu pintu dibuka, mata Sakura disambut pemandangan menyenangkan seorang pemuda yang tampak sebaya dengannya dengan setelan rapi dan wangi. Refleks, jari-jari tangannya menyisir rambutnya.
“Cari siapa?” tanya Sakura dengan suara seramah mungkin.
Baru saja si pemuda asing hendak menjawab pertanyaannya, tahu-tahu Eunbi menyeruak dari belakang Sakura dengan rusuh. Sakura sampai nyaris terjungkal ke belakang dan terhimpit ke pintu.
“Hyewon?”
Hyewon tersenyum ramah dan mengangguk. “Hai,” sapanya pada Eunbi.
“Masuklah. Kita mengobrol sebentar di dalam.”
“Okay.”
Sementara Hyewon masuk ke dalam, Eunbi terkikik-kikik geli.
“Tampan juga,” bisiknya di telinga Sakura.
“Cih.” Sakura mengernyitkan hidung. Jijik karena mendengar komentar Eunbi, walau ia sendiri tidak menampik bahwa Hyewon memang good-looking.
Eunbi hanya melengos. “Bagaimana penampilanku?” Eunbi mengerjap-ngerjapkan mata penuh harap.
“Jelek sekali,” desis Sakura kejam. Matanya mendelik ke rambut Eunbi. “Rol rambutmu! Sungguh indah dipandang!”
Eunbi panik. Buru-buru ditariknya rol-rol rambut di kepalanya, sambil mengomel, “Ya Tuhan, hancur sudah reputasiku karena rol-rol sialan ini!”
Sakura memutar bola matanya risih. “Cih.”
***
“Maafkan atas kelancangan temanku kemarin malam,” kata Hyewon, membuka percakapan siang itu. “Yena memang agak sedikit eksentrik.”
Eunbi tertawa. Sakura mendelik kearahnya dan tidak pernah melihat Eunbi tertawa seantusias itu. Demi Tuhan, bahkan perkataan Hyewon tidak terdengar lucu, kenapa ia harus tertawa? Sinting!
“Tidak apa-apa,” sahut Eunbi setelah tawa yang dibuat-buatnya itu mereda. “Tapi, kenapa kau harus repot-repot mengajukan permintaan maaf dengan mengajakku makan siang?”
“Cih, bilang saja kau sebenarnya senang juga diajak makan siang secara gratis,” desis Sakura.
Eunbi mendelik kearah Sakura, sementara itu Sakura hanya berpura-pura membuang muka, memasang tampang innocentnya yang khas.
“Jangan dengarkan ia,” kata Eunbi pada Hyewon. “Ia sinting.”
Hyewon melirik Sakura yang masih membuang muka dan ikut terkekeh.
****
Sepertinya hari ini bakalan update 2kali tapi masih belum tau jam berapanya, ditunggu ya chapter selanjut ...
![](https://img.wattpad.com/cover/231065529-288-k543160.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
I Need Somebody
Fanfictionstory about one women and two men Trapped into a complicated & unusual love triangle Miyawaki Sakura (Male) Kwon Eunbi (Female) Kang Hyewon (Male)