Sakura memandangi lokernya dengan raut horor. Tidak ada yang menakutkan dari lokernya, kecuali beberapa surat dengan amplop merah muda terselip di sana. Tapi justru itulah yang membuatnya menggigil ketakutan—surat-surat cinta yang terus berdatangan. Sakura bisa merasakan orang-orang di belakangnya menatap dirinya dengan berbagai macam asumsi. Sementara para wanita terkagum-kagum, para pria merasa terancam. Beberapa dari kaum pria bahkan menatapnya sinis, sarat dengan rasa cemburu dan iri.
“Halo, Tampan!”
Eunbi tiba-tiba muncul seperti jin dengan seringai di wajahnya. Gadis itu mengenakan kemeja flannel dan jeans, tampil casual dengan rambut yang dibiarkan tergerai melewati bahu. Plus, seringai dan eye-smiling Eunbi yang khas membuat gadis itu tampak attractive. Walau seringai itu membuat Eunbi terlihat manis, Sakura tetap berpendapat bahwa orang-orang akan berasumsi bahwa sahabatnya itu sudah tidak waras karena terlalu banyak menyeringai.
“Wah! Wah!” Eunbi berdecak kearah selipan surat cinta yang ada di loker Sakura. “Penggemarmu semakin banyak saja.”
Sakura hanya memutar bola mata dengan kesal, lalu mulai menarik satu per satu surat cinta itu dari lokernya.
“Biar kubantu.” Eunbi beranjak maju dan ikut menarik surat-surat itu seraya membaca sekilas nama pengirimnya. Beberapa di antaranya adalah teman-teman yang ia kenal cukup baik, sementara sisanya adalah junior-junior di kampusnya. Junior-junior ini centil sekali, pikirnya.
“Aku tidak habis pikir,” kata Sakura. “Mengapa gadis-gadis ini tidak lelah juga mengirimiku surat setiap hari. Dan semakin hari, jumlahnya semakin banyak pula.”
Eunbi terkikik geli. “Wajar saja, Sakura. Satu setengah bulan lagi Valentine akan tiba. Mereka berharap bisa merayakan Valentine bersamamu.”
“Kau tahu aku tidak pernah tertarik dengan acara-acara seperti itu.”
“Kau memang tidak tertarik dengan acara seperti itu atau karena tidak punya pasangan untuk merayakannya?” goda Eunbi.
Sakura hanya menatapnya sinis, lalu menggelengkan kepala dengan lagak lelah.
“Oh, tunggu!” seru Eunbi lagi. “Atau, kau sengaja menolak semua gadis-gadis ini karena..” Eunbi mendekatkan wajahnya kearah Sakura dan berbisik, “..kau ingin merayakannya bersamaku?”
Sakura balas menatapnya. Wajah mereka sungguh dekat, bahkan keduanya bisa mencium bau napas masing-masing—Sakura sempat mengernyit saat mencium bau bawang dari mulut Eunbi.
“It’s only in your dreams,” bisik Sakura.
Eunbi merengut, berlagak kecewa dan mundur.
Seusai mengumpulkan surat-surat itu, Sakura melemparnya masuk dengan asal ke dalam lokernya dan menguncinya bersama tumpukan tugas dan surat cinta lainnya yang belum sempat ia baca. Toh, ia juga tidak tertarik lagi membaca surat-surat itu karena itu memacu rasa mualnya, akibat harus membaca kalimat-kalimat puitis tak mutu dari penggemarnya.
“Aku boleh datang ke rumahmu malam ini, kan?” tanya Eunbi.
Sakura memasukkan kunci loker ke dalam tasnya dan mendongak. “Ingin makan malam gratis lagi di rumahku?” tanyanya sinis.
Eunbi terkekeh. “Begitulah.”
Sakura memutar bola mata dan menggeleng-gelengkan kepalanya dengan lelah.
“Okay,” kata Sakura, setuju. “Kau boleh datang, asal tidak mengacaukan keadaan rumahku.”
***
“Selamat sore, Ahjumma!”
Eunbi menghambur masuk ke dalam dapur keluarga Miyawaki dan mendapati ibu Sakura sedang berdiri di balik pantry dengan celemek menempel di tubuhnya, menyiapkan makan malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Need Somebody
Фанфикstory about one women and two men Trapped into a complicated & unusual love triangle Miyawaki Sakura (Male) Kwon Eunbi (Female) Kang Hyewon (Male)