Chapter 4

253 55 10
                                    

"Dua kata: kebun binatang"

Begitu memasuki apartemen Eunbi, Sakura disambut aura menjijikkan itu. Piring-piring kotor yang belum sempat dicuci atau terlalu malas untuk dicuci menumpuk di atas wastafel dapur, baju-baju kotor yang ada di mana-mana, dan karpet yang berdebu dan penuh oleh remah-remah keripik. Benar-benar chaos.

“Kau ini perempuan atau bukan, sih?” gerutu Sakura sambil memandang berkeliling.

“Aku belum sempat membersihkan apartemenku sendiri, Sakura. Jadi, wajar saja keadaannya kacau begini.” Eunbi berjalan menuju ke kulkas.  “Kau mau minum apa?”

“Air putih saja,” sahutnya sambil duduk di sofa.

Walau Sakura tidak pernah setuju dan suka dengan gaya hidup Eunbi yang urak-urakan dan cuek, tapi diam-diam Sakura menyimpan kekaguman tersendiri pada sosok tegar Eunbi yang tetap bertahan di tengah badai perceraian kedua orangtuanya, lalu memutuskan untuk hidup berpisah dari orangtuanya bersama adik perempuannya, Chaeyeon. Sungguh bukan keputusan yang mudah dibuat dan dijalani.

“Ini.”

Sakura meraih gelas air putih yang ditawarkan Eunbi dan menggeser bokongnya, membiarkan Eunbi duduk bersampingan dengannya.

“Di mana Chaeyeon?”

“Chaeyeon?” Eunbi berusaha kuat menarik lepas pembuka kaleng birnya dan melanjutkan, “Menginap di rumah temannya, katanya ingin mengerjakan tugas sekolah.”

“Oh.”

Sakura mengawasi Eunbi di sebelahnya yang masih berusaha menarik pembuka kaleng birnya. Sakura ikut merengut mengikuti mimik Eunbi dan mulai merasa khawatir dengan ujung jari telunjuk Eunbi yang mulai memerah. Karena tidak tahan lagi, Sakura akhirya merebut kaleng bir itu dan menjauhkannya dari Eunbi.

“Ada apa?” tanya Eunbi, heran.

“Lihat!” Sakura mengangkat jari telunjuk Eunbi. “Tanganmu sudah memerah karena mencoba terlalu keras. Dan berhentilah minum bir. Tidak baik untuk kesehatan.”

Eunbi mengangkat sebelah alisnya dan mengulum senyum. Ia memangku dagu dan mengamati wajah Sakura yang sedang meneguk air putih lamat-lamat.

“Sakura..” panggilnya

“Apa?” sahut Sakura, meletakkan gelas kosong itu di atas meja.

“Apa kau ini benar-benar tidak tertarik dengan perempuan?”

Alis Sakura merengut bingung.

“Selama ini kau selalu perhatian padaku,” lanjut Eunbi. “Apakah itu tidak menandakan sesuatu?”

Sakura balas mengamati wajah Eunbi yang sedang mengulum senyum kearahnya. Untuk pertama kali, ia tidak bisa mengartikan senyum itu, apakah Eunbi hanya sedang mencoba untuk menggodanya ataukah ia benar-benar serius dengan pertanyaannya barusan.

Sakura menepuk lembut puncak kepala Eunbi dan berdiri. “Jangan bertanya yang aneh-aneh lagi,” katanya sambil tertawa pelan. “Aku hanya memberikan perhatianmu sebagai seorang sahabat dan tidak akan pernah lebih dari itu.”

Eunbi mengerutkan bibirnya dan berlagak kecewa. Ia mengawasi Sakura yang berjalan menuju kamar mandi dan menghilang di baliknya.

“Tapi aku tidak percaya,” sahut Eunbi pelan.

***

Sakura berdiri di beranda apartemen dengan ponsel di tangannya. Ponsel itu diputar searah jarum jam, sementara layarnya berkedip-kedip. Ibunya menelepon, tapi Sakura tidak kunjung mengangkatnya. Ia berusaha keras untuk tidak melirik nama ibunya, tapi selalu gagal. Ibunya sudah pasti mengkhawatirkannya. Ini tidak sesuai perjanjian. Sakura bilang ia hanya akan pergi menonton Day6, tapi tidak mengatakan soal rencananya menginap di apartemen Eunbi. Ibu mana yang tidak akan khawatir?

I Need SomebodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang