Chapter 2

318 60 3
                                    

Saat keduanya masuk ke dalam, dapur penuh oleh wangi makanan yang mengoar ke seluruh ruangan. Tuan dan nyonya Miyawaki telah duduk di meja makan, menunggui keduanya.

“Makan yang banyak yah, Eunbi,” ucap nyonya Miyawaki ramah. Eunbi sedikit takjub mendapati perubahan sikap nyonya Miyawaki yang drastis. Beberapa saat yang lalu, ia ingat wajah nyonya Miyawaki tampak tercengang dan kini berubah ramah, seolah tidak pernah terjadi apa-apa.

“Terimakasih, Ahjumma,” balas Eunbi sopan. Ia mengambil mangkuk nasi yang disodorkan nyonya Miyawaki padanya dan duduk bersama Sakura di salah satu sisi meja.

“Kau sedang diet, kan? Bagaimana kalau makan sayuran saja?”

Tuan Miyawaki menekur korannya dan mendelik kearah istrinya. Sepasang suami istri itu mengamati Sakura yang bersikap gentle dengan mengambilkan Eunbi lauk pauk.

“Apakah kalian berdua..” Tuan Miyawaki tidak menyelesaikan kalimatnya dan mengundang raut tanda tanya dari Sakura dan Eunbi.

“Apa?” tanya Sakura. Sumpitnya berhenti di tengah jalan ketika ia mencoba meraih irisan daging babi asam manis.

“Ah, bukan apa-apa.” Ayahnya menggeleng dan tersenyum. “Oh yah, Sakura. Ayah hanya ingin mengingatkanmu soal pendaftaran tim sepakbola Seoul. Kau akan ikut, kan?”

Eunbi melirik Sakura dan ia dapat mudah mengetahui reaksi Sakura yang langsung mendesah lelah.

“Aku sudah mengatakannya padamu, Appa,” sahut Sakura. “Aku tidak berniat ikut dalam tim olahraga mana pun. Termasuk sepakbola.”

“Wae? Padahal kau sangat berbakat di sepakbola.” Tuan Miyawaki bersikeras. “Kau seharusnya ikut, Sakura. Bakatmu dalam bermain sepakbola sangat sayang jika disia-siakan begitu saja.”

“Yeobo, sudahlah.” Nyonya Miyawaki menegur suaminya.

“Kau akan ikut, kan, Sakura? Ayah akan mengantarmu hari Sabtu nanti. Bagaimana?”

Eunbi melihat tubuh Sakura menegang di sebelahnya. Gadis itu menarik kaki baju Sakura, mencoba memberi kode pada pemuda itu agar tidak mengamuk di meja makan. Ini bukan saat yang tepat.

Sakura menghela napas, berhasil mengontrol emosinya untuk kali ini. Ia menunduk memandangi makanannya dan berkata, “Akan kupikir-pikir lagi.”

***

Sakura merebahkan diri di atas tempat tidur dan memandangi langit-langit kamarnya. Suara televisi bergaung di hadapannya—Eunbi sedang memainkan playstation miliknya, sementara ia sedang berpikir.

“Kau lihat, kan, bagaimana ayahku selalu memaksaku untuk melakukan hal-hal yang tidak kusukai?” ujar Sakura.

Eunbi menoleh kearahnya sebentar, lalu kembali ke televisi. “Soal bergabung dengan tim sepakbola Seoul?”

Sakura mengangguk samar. “Ia terus memaksaku untuk ikut, padahal sudah berapa kali kukatakan padanya bahwa aku tidak mau.”

“Kenapa?”

“Karena aku tidak suka sepakbola.”

“GOAL!”

Eunbi menjerit kegirangan dan melompat-lompat saat tim Inter Milan yang sedang dimainkannya berhasil mencetak gol lawan. Sakura meringis kearahnya.

“Ya, aku sedang bercerita tapi kau malah kegirangan!”

“Aku berhasil membuat goal, Sakura!”

“Aish!” Sakura membuang muka dan berlagak marah.

Eunbi menatapnya bingung. “Kau ini kenapa, sih?”

Sakura tidak menjawab.

“Daripada kau terus-terusan mengomel tidak jelas..” Eunbi menarik lengan Sakura. “..sebaiknya kau ikut bermain bersamaku.”

“Apa?” Sakura memandangi joystick playstation yang diberikan Eunbi padanya dengan bingung. “Kau tahu aku tidak suka bermain playstation. Aku bahkan tidak tahu cara memainkannya.”

“Sudahlah, duduk saja cepat!” Eunbi setengah memaksa dan akhirnya Sakura menurutinya.

Playstation sama sekali tidak masuk dalam daftar kegiatan Sakura untuk bersenang-senang. Ditambah lagi Eunbi menantangnya bermain Winning Eleven yang membuat Sakura semakin makan hati. Sakura sama sekali tidak mengerti soal sepakbola dan yang ia lakukan sepanjang permainan hanyalah bertahan.

“Eunbi-ah, tidak bisakah kita bermain yang lain saja?” gerutu Sakura.

“Tidak.” Eunbi menggeleng, matanya tetap berkonsentrasi penuh ke layar televisi. “Kita harus bermain sepakbola supaya kau jantan sedikit.”

Sakura mendengus. “Tapi kenapa harus sepakbola?”

“Kenapa? Memangnya kau ingin main masak-masakan?”

Sakura merasa tersinggung dengan ucapan Eunbi dan mendorong tubuh gadis itu dengan kasar hingga terjerembap ke karpet. “Brengsek!”

***

“Apakah Eunbi menginap malam ini di rumah kita?”

Nyonya Miyawaki melirik suaminya melalui refleksi cermin dan mengangguk. “Ia menginap di sini dan tidur bersama Sakura di kamar atas.”

Tuan Miyawaki mengangguk, lalu naik ke atas tempat tidur dan menyelimuti diri.

“Apakah menurutmu kita tidak berbuat salah jika membiarkan Eunbi tidur sekamar dengan Sakura?” tanya nyonya Miyawaki ragu.

Tuan Miyawaki mendesah. “Memangnya Sakura mau melakukan apa?”

Istrinya merengut dan duduk di tepi tempat tidur. “Kau masih berpikir bahwa Sakura—”

“Jangan sekarang, yeobo. Aku sedang tidak ingin berdebat.”

Nyonya Miyawaki menggeleng, tetap bersikeras. “Bisakah kau berhenti berpikiran buruk soal anakmu sendiri? Sakura tidak seperti yang kau pikirkan.”

Tuan Miyawaki tidak tahan lagi dan duduk tegak. “Jika Sakura normal, Eunbi mungkin sudah lama mengandung anaknya selama ini!” teriaknya marah. “Lihat, mereka sudah lama tidur bersama, bahkan sejak masih duduk di bangku sekolah, tapi tidak pernah terjadi apa-apa, karena Sakura itu seorang homoseksual!”

Nyonya Miyawaki terperangah di posisinya yang duduk menegang. Ia tidak menyangka suaminya akan menghardik putranya sendiri dengan kata haram itu. “Kau benar-benar jahat!” isak wanita itu, lalu meninggalkan suaminya dalam rasa bersalah yang dalam.

***

Sakura yang sejak tadi bersembunyi di balik anak tangga, melihat ibunya berlari meninggalkan kamar dengan wajah yang basah oleh air mata. Ia mendengar ayahnya berteriak, memanggil ibunya untuk kembali, tapi ibunya terus berlari dan keluar ke halaman belakang rumah. Sakura menatap ibunya sedih, tapi tidak tergerak untuk merangkul pundak yang bergerak naik-turun itu, hanya sekedar untuk menenangkannya. Ia takut, entah karena apa.

Jadi, Sakura memutuskan kembali ke kamar dan mendapati Eunbi telah tertidur di atas tempat tidurnya dengan joystick di atas perutnya. Ia menyingkirkan joystick itu, merapikan kabel-kabel, dan mematikan televisi, lalu bergabung bersama Eunbi di atas tempat tidur. Saat tempat tidur bergoyang akibat bobot tubuh Sakura, Eunbi mengerang dan memposisikan tubuhnya tertidur dengan lena di atas dada Sakura.

Entah sadar atau tidak, tangan Eunbi bahkan sengaja menarik tangan Sakura ke kepalanya. Sakura tahu apa maksudnya. Mereka sudah tidur bersama hampir beberapa tahun dan ia tidak akan pernah lupa kebiasaan ini, maka ia menenggelamkan jari-jarinya yang panjang ke dalam riak rambut Eunbi dan mengusapnya pelan. Saat Sakura hampir tertidur dan berhenti mengelus kepalanya, Eunbi mengerang manja dan mengembalikan tangan Sakura ke tugasnya semula, lalu mempererat dekapannya di pinggang Sakura.

Eunbi sadar bahwa tidur bersama seorang pria yang bukan suaminya memang adalah suatu kesalahan fatal. Apa pun bisa terjadi. Tapi ia tahu, pria seperti Sakura-lah, yang justru paling mengerti, memahami, dan menghormati dirinya sebagai seorang perempuan.

I Need SomebodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang