Chapter 18

627 50 29
                                    

Sakura menemui Irene tiap hari dan berbicara banyak soal Eunbi dan ayah Sakura. Mereka menyempatkan lebih banyak waktu untuk bercerita bahkan di luar jadwal pertemuan Sakura dan setelah hampir seminggu terakhir ini, Irene sudah bisa menyimpulkan apa yang terjadi pada diri Sakura selama ini. Dan ketika mereka mengakhiri pertemuan mereka malam itu, Sakura mengeluarkan dua buah tiket Day6 dari saku jaketnya dan menunjukkannya pada Irene.

"Ini tiket konser Day6. Sebenarnya kubeli untuk Eunbi dan diriku, kami sudah berencana untuk menontonnya lusa nanti tepat pada hari Valentine," kata Sakura dengan suara lirih. "Tapi karena Eunbi sepertinya tidak bisa nonton bersamaku, apakah kau mau menemaniku nonton bersama?"

"Hm, entahlah Sakura." Irene mengedikkan bahu. "Aku merasa tidak pantas menerima tiket itu."

"Tapi.."

"Berikan saja kepada orang lain yang lebih pantas nonton bersamamu."

"Tapi kepada siapa?"

Irene mengedikkan bahu lagi. "Entahlah. Siapa saja."

Sakura akhirnya mengantongi dua tiket itu dan pulang ke rumah. Setelah Sakura pergi, Irene diam-diam menelepon kediaman keluarga Miyawaki dan senang mendengar suara Tuan Miyawaki yang langsung menyambut teleponnya saat itu.

"Ini aku Irene, Tuan Miyawaki."

"Oh, senang bisa berbicara denganmu. Bagaimana? Apakah obrolanmu dengan Sakura menyenangkan hari ini?"

Irene tersenyum. "Selalu. Oh yah, bisakah kita bicara sebentar agak lama di telepon, Tuan Miyawaki jika kau merasa tidak begitu sibuk?"

"Tentu saja. Apa yang ingin kau bicarakan?"

***

Semua orangtua merusak anak-anak mereka, Tak bisa dihindari. Anak-anak, seperti gelas cair mengikuti bentuk yang dibuat oleh pencetak mereka. Sebagian orangtua membuat buram, sebagian membuat retak, sebagian lagi meremukkan masa kecil menjadi pecahan-pecahan yang tak mungkin lagi diperbaiki tapi Irene berhasil meyakinkan Tuan Miyawaki bahwa masih ada kesempatan untuk memperbaikinya, jika ia memang benar-benar mau.

Jadi, ketika Sakura sampai di rumah dan terkejut mendengar suara playstation bergaung dari kamarnya, ia pikir itu adalah Eunbi dan segera berlari kecil menuju kamarnya tetapi justru mendapati ayahnya duduk di atas karpet dengan joystick di tangannya.

"Hai, Sakura!" Ayahnya tersenyum kearahnya dan menepuk-nepuk karpet. "Duduklah disini. Temani ayah bermain."

Sakura duduk dengan canggung bersama ayahnya dan memandangi joystick baru yang dibeli oleh ayahnya mengingat yang satu sudah rusak dibanting olehnya. Sakura memandangi wajah ayahnya dengan sorot bertanya-tanya"apakah pria ini benar-benar ayahku?"mengingat Tuan Miyawaki bersikap lebih ramah daripada biasanya.

"Kau ingin bermain juga?"

"Tidak," sahut Sakura. "Aku tidak suka bermain Winning Eleven."

"Okay," Terdengar nada kecewa dari ayahnya, tapi itu tidak berlangsung lama, karena setelah itu ayahnya berhenti bermain dan keheningan itu dimulai.

"Sakura," ayahnya mulai lagi. "Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu." Tuan Miyawaki menarik sebuah album foto yang disembunyikan dari belakang punggungnya dan menunjuk sebuah foto pada Sakura. Foto keluarga. Ada ayahnya dan satu saudara laki-laki ayahnya yang pernah datang menjenguk Sakura di rumah sakit saat itu.

"Apa kau ingat bagaimana raut wajahku di rumah sakit saat itu ketika pamanmu datang menjenguk?"

Sakura mengangguk. Ya, dan kupikir itu karena kau masih tidak menyukaiku.

I Need SomebodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang