15. Sepatu

522 53 34
                                    

Sinar matahari membangunkan Aksa. Perlahan dia membuka matanya dan terbelalak kaget dengan penampakkan Kevin yang berpangku tangan didepannya.

Wajah kakak Rara itu tampak tidak terkesan. Memandang tajam badan Aksa yang langsung melesu di sofa ruang tamu mereka.
"Selamat pagi Bajingan. Nyenyak tidurnya?" sapa Kevin sambil mengulas senyum mengerikan.

"Eh...Bang..." cicit Aksa dalam suara kecilnya. Menarik selimutnya berharap bisa berlindung dari amukan sang preman.

Langsung saja tanpa babibu Kevin menarik keras kerah kaos cowok itu. Ya dia jelas mengenali bajunya sendiri. "Sekarang nggak punya rumah lo? Ngapain tidur disini?" tanyanya tajam.

"Tadi malam Rara yang nawarin karena udah malam.." ujar Aksa berusaha tak gentar. Dia kan tidak salah disini, kenapa dia jadi tersangkanya?

Merasa tidak puas. Kevin berdecak sebal sendiri. Aksa memang sering datang dan pergi sesuka hatinya dalam rumah ini tetapi hal ini tidak bisa dibiarkan. Mata Kevin mengkilat dengan pandangan tajam. Semakin kuat mencengkram kerah Aksa.
"Terus kenapa nggak izin gue dulu? Lo kira ini panti sosial apa? Lo bisa seenaknya nginep disini?"

Dari balik tembok, Rara mengintip kejadian ini dengan takut-takutnya. Melihat ketegangan sudah menguar maka dia berbisik tak setuju, "Pin!"

Kevin langsung berbalik dan membalas kesal pada adiknya sendiri. "Diam Ra!"

Akhirnya Rara yang maju sendiri. Berusaha menjelaskan pada Kevin yang sudah siap meremukkan tulang Aksa.
"Semalam Aksa berkunjung kemalaman terus hujan. Daripada pulang lebih baik gue suruh tidur di ruang tamu." ujarnya seraya menahan lengan Kevin.

Mengalah. Kevin menghempas tubuh Aksa kembali ke sofa. Dia menunjuk anak itu tak selera, "Pertama, itu baju gue."

Aksa memutar bola matanya. Iya dia tahu ini baju Kevin kok. "GEBYAR MAKRAB Teknik Mesin 2015 SATU JAYA". Terpampang jelas judul acara kepanitian dan angkatan Kevin di kampusnya. Ini kan kaos gratisan! Cih, dasar perhitungan.

"Kaos kepanitian aja lo sewot banget. Pelit amat! Ntar gue ganti yang mahalan!" kata Aksa dengan wajah sewotnya. Bang Epin muka preman gini ternyata nggak punya harga diri. Dasar murahan, Aksa curiga selama ini lemarinya penuh sama kaos Telkom*sel dan kaos partai.

Masih berkacak pinggang akhirnya Kevin melanjutkan, "Kedua. Siapa yang suruh lo tidur di sini ha?"

Aksa sudah membangunkan dirinya, menggaruk tengkuknya tak masalah. Bibirnya tak kuasa untuk mencibir balik, "Ya gue sih maunya tidur di kamar Rara tapi apa daya dianya ogah."

Detik itu juga kaki kiri Kevin melayang santai menghujam badan Aksa hingga dia terjerumus kembali. Rara berteriak histeris, "PIIIIN!!"

"DAKI BIAWAK! LO TIDUR DI KEBON SANA!" usir Kevin telak. Semakin menendang badan Aksa membuat Rara bergerak maju berusaha melerai mereka.

Kevin pikir memang sebaiknya dia pasang CCTV dan membeli senapan angin, masa puber yang sebenarnya mungkin baru menghampiri kedua remaja ini. Tanpa pengawasan bisa jadi ada acara bobo bareng manis dibelakangnya karena tanpa adanya setan-pun gerakan modus Aksara menjadi makin licin.

 Tanpa pengawasan bisa jadi ada acara bobo bareng manis dibelakangnya karena tanpa adanya setan-pun gerakan modus Aksara menjadi makin licin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Always 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang