Happy reading!
Sedari tadi Dika terus saja mondar mandir di depan Ruang UGD, jantungnya berdegup kencang. Dika berkeringat dingin takut sesuatu yang tidak diinginkan terjadi pada Renata, semoga gadis itu baik baik saja.
Bukan tanpa alasan Renata di tempatkan di UGD, hanya agar lebih cepat ditangani karena pergelangan tangan Renata sudah terlalu banyak mengeluarkan darah.
Lama kelamaan kakinya pegal sendiri, melihat ada sederet kursi di dekatnya segera saja Dika mendaratkan bokongnya disana.
Merogoh ponsel yang berada di saku celana, menggetikkan sesuatu dan mulai menghubungi seseorang yang harus tau keadaan Renata.
Menunggu beberapa saat, mendekatkan pada salah satu telinganya, sudah jelas sekali bahwa Dika tengah menelpon seseorang.
" Hal-"
" Ke RS cepetan! yang ada di deket Sekolah!!" Dika memotong ucapan diseberang sana, Dika tak ingin berbasa basi sekarang.
Kemudian Dika mematikan telpon sepihak, matanya sekali lagi melihat UGD. Tempat dimana Renata sedang ditangani.
Sepuluh menit kemudian
Pintu UGD terbuka dan keluarlah seorang Dokter serta beberapa Suster yang menangani Renata, segera saja Dika berdiri lalu melangkah mendekati Dokter untuk bertanya keadaan Renata.
" Dok bagaimana keadaan Renata?" Tanya Dika cepat.
" Dia tidak apa apa, lukanya sudah ditangani namun dia memerlukan banyak darah kebetulan stok golongan darahnya tidak ada di Rumah Sakit ini. Jadi kamu hanya perlu mencari golongan darah yang sama dengannya dan sementara akan di pakaikan infus dulu" Terang Dokter panjang lebar dengan kebohongan sedikit, hanya sedikit bumbu kebohongan. Agar Dika tidak terlalu khawatir dan tidak mengamuk sewaktu Renata dibawa kesini takutnya akan mengusik ketenangan para pasien disini.
" Dokter bilang dia hanya memerlukan banyak darah? Hah?! Dia calon istri saya Dok!! Ya ampun bagaimana jika sesuatu terjadi padanya? Bagaimana nasib saya Dok?!" Dika mengacak rambutnya sendiri, Dokter dan suster hanya diam saja melihatnya.
" Ambil darah saya Dok! Cepetan!!" Perintah sekaligus permintaan Dika, pikiran Dika sedang gusar. Apapun akan dia lakukan demi Renata, iya apapun sekalipun mengorbankan dirinya sendiri.
Suara langkah yang terburu buru terdengar dari belakang Dika, Dokter dan para Suster serempak melihat kebelakang Dika.
Seketika Dika mengikuti arah pandang Dokter dan para Suster didepannya, disana. Seseorang yang sedang berlari dengan cepat, seragam yang serupa dengan yang Dika ataupun yang Renata pakai.
Syukurlah dia sudah datang, Dika menjadi sedikit lega. Bebannya berkurang, serta pikirannya tidak sekalut tadi.
" Woy Dik, lo nggak apa apa kan?" Tanyanya setiba di depan Dika.
" Iya gue nggak apa apa tapi Ata.." Dika menjeda ucapannya, ragu memberitahu.
" Renata kenapa Dik? Adek gue kenapa?, lo apain dia heh?!" Pertanyaan beruntun Reza ajukan kepada Dika.
" Nggak gue apa apain sumpah tadi gue nggak sengaja liat dia di taman belakang lagi ngores tangannya sendiri pakek cutter makaknya gue bawa dia ke sini" Jelas Dika panjang lebar agar Reza tidak salah paham terhadapnya.
" Terus Renata dimana sekarang?"
" Di UGD" Dika menunduk, tak tega melihat Reza. Karena Dika tau Reza sangat menyayangi Renata, tak bisa dibayangkan betapa kecewanya Reza mengetahui Adiknya mencoba bunuh diri.
Reza mengusap wajahnya kasar. Difikirannya saat ini kenapa Renata menjadi senekat ini? Apa karena tadi pagi? Tapi bagaimana mungkin?, Di satu sisi Reza kecewa terhadap dirinya sendiri, mengapa dia tidak bisa menjaga Renata? mengapa dia tidak bisa mencegah Renata? andaikan Reza selalu berada di dekatnya pasti semua ini tidak akan terjadi.
" Terus sekarang keadaannya gimana Dok?" Pandangan Reza beralih kepada Dokter didepannya.
" Dia membutuhkan banyak darah"
" Ambil darah saya Dok, saya Kakak Renata" Ucap Reza tanpa pikir panjang.
" Ayo ikut saya Dek" Sang Suster mempersilahkan.
Reza berjalan mengikuti Suster yang berada di depannya.
🐇
Kreek
Dika membuka pintu UGD, melihat seorang gadis yang tengah terbaring lemah dengan selang infus yang berisikan darah. Seragam yang tadinya di pakai telah berganti menjadi baju khusus pasien.
Mendekatinya kemudian duduk di samping kanan Renata, meraih salah satu tangan Renata yang terbebas dari selang infus lalu menggenggamnya dengan lembut seraya mendoakan agar Renata cepat sadar.
Dika terus saja memandangi wajah cantik Renata bahkan ketika sedang tidur pun Renata tetap saja cantik.
Kecantikan Renata memang tiada duanya, cantiknya khas. Beda daripada yang lain.
" Lo cantik banget Ta, mau jadi istri gue? atau gue yang jadi suami lo?" Tanya Dika seenaknya, apapun jawaban Renata semuanya akan tetap sama bukan?, menunggu beberapa menit namun Renata tak kunjung menjawab.
Dika memang sudah kehilangan akal sehatnya, Renata belum sadar bagaimana dia akan menjawab pertanyaan Dika?.
" Lo nggak mau ya? gue ganteng lho Ta, kaya, pinter klok diliat dari Singapura tapi"
" Lo cepet sadar ya! sekalian gue mau nanya kenapa lo bisa kayak gini, klok ada masalah tuh cerita sama gue siapa tau gue bisa bantu atau seenggaknya lo bisa lebih legaan atau mau kek gini aja? Lo puas puasin dah tuh sayat tu tangan tapi jangan tangan lo ntar lo kesakitan lagi. Tangan gue aja Ta! gue siap kok, lo bagian senengnya aja klok gue sakitnya nggak apa apa kok" Dika tersenyum lembut, Dika yakin Renata mendengar apa yang dia ucapkan sekalipun Renata belum sadar.
Dika percaya itu.
Tak terasa sudah dua jam Dika menemani Renata dan selama dua jam itu Dika tidak melakukan apapun, Dika terus saja memandangi wajah Renata sesekali mencium tangannya.
Lama kelamaan rasa kantuk menyerangnya, Dika berusaha agar tidak tertidur namun rasa kantuk sudah menguasainya. Dika memutuskan untuk tidur sebentar.
Membaringkan kepalanya di samping Renata, tangannya pun dengan setia menggenggam tangan Renata. Menutup matanya dan meluncur ke alam mimpi.
🐇
Kemungkinan aku bakalan revisi dulu, biar kalian nyaman bacanya :)
Makasih buat 4 K nya hehe tanpa kalian aku mah apa atuh eh kok malah nyanyi. Intinya makasih bnyk bnykkkkkk 😙
Uwuu lopyuuu ❤️
Jan bosen sama cerita aku yah 🙂 ❤️
Babayy
-Na