Original story by Wira Yunila
Tahun terbit: 2013
Happy Reading!
"Kalian lapar bukan?"
Seorang perempuan setengah baya mengeluarkan suara di depan penggorengan.
"Tenang saja, telur dadar, dan tempuranya akan segera matang."
"Aku pikir tempuranya sudah siap disantap."
"Tenang saja Hyunjin. Ibu tidak akan minta tolong untuk memasak kali ini." jawabnya tenang.
"Hyunjin benar-benar benci masak! Tapi dia suka makan, apalagi masakan Ibu." sahut Sinb sambil melepas sandalnya di Genkan.
*Genkan: Pintu masuk dan tempat untuk melepaskan sepatu atau sandal
"Nuna! Kita itu berbeda. Perempuan seperti nuna-lah yang diharuskan untuk memasak."
"Iyaiya.. Hyunjin benar." Ibu dengan nada menggoda dari belakang.
"Ayah mana Bu?"
"Di ruang kerjanya." jawabnya kecil.
Tidak berapa lama Sinb langsung menuju ke belakang rumah. Di sana terdapat sebuah ruangan sebesar kamarnya yang terputus dari ruang-ruang pada bagian rumah. Depannya terdapat berbagai macam bunga yang berbatang tinggi dan berdaun kecil. Jika musim semi tiba, bunga-bunga itu akan bermekaran. Ruangan itu seperti pentas seni yang diselimuti oleh bunga-bunga yang indah.
Begitu ia masuk, ia disambut oleh gambar-gambar lucu dan juga begitu indah dipandang mata. Semua itu adalah aset Ayahnya. Seorang anak gadis memakai kacamata yang tengah memegang bunga. Perempuan setengah baya yang sedang memasakpun terpampang jelas di dinding. Seperti tumpukan mutiara baginya. Laki-laki itu benar-benar menyukai komik dan tak heran dia menjadi mangaka yang melahirkan komik-komik yang cukup bagus.
Dia langsung mencium bau cat air bercampur maru pen yang biasa digunakan oleh Ayahnya untuk mewarnai ataupun mengarsir gambar itu. Ayahnya tampak cermat menggoreskan pensil ke kertas yang ada di atas meja. Dia seperti begitu serius, bahkan tidak menyadari kalau Sinb telah berdiri di hadapannya.
Sinb memanggilnya dengan suara kecil. "Ayah, maaf mengganggu pekerjaanmu." katanya sambil menundukkan wajah.
Dengan sedikit kaget, Ayahnya sembari tersenyum dan berhenti memainkan pensilnya.
"Oh, Sinb. Kau selalu saja mengucapkan itu." ucapnya kecil kemudian tersenyum lagi.
Sinb membalas senyumannya, kemudian duduk di depan laki-laki itu.
"Apakah Ayah masih marah?" pertanyaan itu langsung saja keluar dari mulutnya.
Mendengar tidak ada suara, ia dengan cepat memperbaiki pertanyaannya menjadi pertanyaan. "Maafkan aku! Aku akan ke Asahikawa. Aku benar-benar menyukainya." ucapnya pelan, tapi agak gugup. Ia sendiri merasa tidak yakin dengan apa yang dia ucapkan. Bagaimana mungkin dia mengatakan dia benar-benar menyukai keinginan Ayahnya untuk belajar di sekolah manga di rumah Bibinya? Padahal, dia sendiri tidak begitu menyenangi bidang itu.
"Kau tidak perlu minta maaf. Ayah tahu sekali, kau mengucapkannya dengan terpaksa. Tapi bagaimanapun juga tinggal di tempat Bibimu akan menyenangkan dan yang pastinya akan membuat kami tenang." ia menatap ke arah anaknya itu. Suatu saat kau akan menyukainya juga.
"Ya ayah. Aku sebenarnya juga tidak berani tinggal sendirian."
"Sinb kau adalah satu-satunya harapan Ayah. Ayah ingin kamu menjadi mangaka hebat. Karena itulah Ayah memasukkanmu ke sekolah manga. Jangan pernah mengatakan kalau Ayahmu ini egois! Karena mimpi itu sebenarnya ada dalam hatimu! Kamulah yang sebenarnya memiliki mimpi untuk menjadi mangaka, hanya saja kamu belum menyadarinya." ia menghirup napas panjang. "Aku masih ingat betapa banyak komik-komik hilang dari ruangan ini, dan ujung-ujungnya aku mendapati kenyataan kalau Sinb-lah pencuri komik-komik itu. Sinb membaca semua komik yang kubuat dan kau bahkan menyukai komik itu. Bukankah itu menarik?"
KAMU SEDANG MEMBACA
From Manga With Love • H E B × J J H •
FanfictionMenjadi seorang mangaka adalah impian Sinb dari kecil. Tapi, ia minder dan putus asa lantaran tidak bisa menggambar dan terus dipermalukan oleh teman-temannya. Akankah Sinb berhasil mewujudkan mimpinya? ... dan bagaimana pula kisah cinta mengharukan...