Original Story by Wira Yunila
Tahun publish: 2013
Happy Reading!!
Musim demi musim berlalu dengan cepat. Sinb tidak menyangka akan mengakhiri musim panas dan masa daun berguguran tanpa liburan. Ia menghabiskan waktu libur musim panas selama satu bulan itu dengan pulang ke Lugaeshite. Di sana ia mendapatkan kepuasan sendiri karena bisa bersama-sama lagi dengan keluarganya, Ibu, Ayah, dan Hyunjin. Meskipun tinggal di sana lebih menyenangkan, tapi ia terkadang juga ingin melihat mata Jaehyun yang dingin dan punggung bidangnya yang tenang. Ia begitu gugup saat ia ditanya oleh Ibunya tentang sepupunya itu.
Setiap pertanyaan itu muncul, ia selalu mengatakan kalau kedua sepupunya adalah anak yang baik, termasuk Jaehyun sekalipun. Ia tidak menginginkan Ibunya mencemaskan ia tinggal bersama bibinya. Chenle, dan Jaehyun sangat memperhatikanku! Itulah yang selalu dikatakannya. Meskipun ia merasa janggal mengatakan itu. Karena dia menyadari kalau salah satu dari mereka tidaklah begitu baik terhadapnya. Siapa lagi kalau bukan Jung Jaehyun. Tapi bagaimanapun juga ia merasa kalau sepupunya yang satu itu adalah orang baik, hanya saja dia tidak menampakkan kebaikannya.
"Bisakah sekali saja kau mendengarku?" Seseorang mengagetkannya. Ia dengan cepat menegakkan wajahnya dari atas meja. Ia menundukkan wajah menatap lelaki itu. "Sinb-ssi, aku perhatikan kau selalu saja melamun saat aku mengajar." Ia mendekati gadis itu dengan muka masam.
Sinb berdiri, membungkukkan badan hingga beberapa kali. "Maafkan aku sensei." Ia menelan ludah. "Sekali lagi maafkan aku.."
"Baiklah. Aku adalah lelaki yang baik. Tapi lain kali aku tak ingin melihatmu seperti itu!"
Lelaki itu kembali berbalik menuju mejanya. Ia memperhatikan Sinb yang akan duduk. Ia masih tidak percaya kenapa gadis itu selalu saja tidak memperhatikannya, tapi setiap ia memberikan tugas, gadis itu selalu memberikan hasil yang baik. Kemudian cara menggambarnya dalam tugas itupun terlihat bagus. Apakah memang begitu gaya belajarnya? Atau...
"Sinb-ssi"
"Eh!" Sinb menyahut. Ia menatap ke arah lelaki itu, kemudian melempar pandangan ke arah teman-temannya yang tampak melotot mata ke arahnya.
"Masalah tugas itu apakah itu benar kau yang membuatnya?" ia tampak menyelidik.
"Eh, Oh. Itu.." Sinb gugup. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Mana mungkin ia mengatakan kalau tugas-tugas yang diberikannya itu yang mengerjakan adalah Kim Jungwoo? Bukan dia sendiri?
"Sinb, apa kau mendengarku?" Ia kembali melongok ke arah gadis itu.
"Apa? Tugas? Tentu saja. Itu adalah aku yang membuatnya." Ia meyakinkan.
"Baguslah. Aku kagum dengan cara menggambar mangamu!"
Sinb hanya tersenyum sumbang. Astaga, aku sudah membohonginya! Bisiknya dalam hati. Ibu, Ayah, sensei, Jungwoo dan semuanya, harap maafkan aku! Ia menggumam. Matanya mulai berkaca-kaca. Entah kenapa ia begitu sedih telah membohongi lelaki itu. Bahkan ia telah banyak mengecewakkan Ibu dan Ayahnya disana. Ibu, Ayah maafkan aku. Sungguh aku tidak berbakat untuk itu. Bagaimanapun juga aku belajar, tetap tidak akan bisa. Karena aku tidak ditakdirkan untuk itu.
Ia pulang dengan perasaan masih sedih. Ia tak hentinya menatap aspal di depannya. Bukan aspalnya, tapi di aspal itu ia tengah membayangkan tentang apa yang harus dia lakukan dengan sekolah manga itu. Ia tidak mungkin meminta Ayahnya untuk mengeluarkannya dari sekolah. Bagaimanapun juga ia sudah hampir satu setengah tahun di sana. Kalau Ibu dan Ayahnya tahu bagaimana keadaannya, pastilah mereka akan sangat sedih melihatnya. Ayahnya sangat berharap ia menjadi penerusnya. Ia berharap anaknya Hwang Eunbi bisa menjadi mangaka yang hebat kelak. Melampauinya. Sebenarnya ia sendiri menyukai komik. Ia sering membaca komik buatan Ayahnya dan berharap suatu saat ia bisa membuat manga sendiri. Tapi apa mau dikata? Ia sama sekali tidak bisa membuat manga. Karena itulah dia sering ditertawakan ketika masuk kelas menggambar di SMP. Karena itulah sampai sekarang ia minder dan tidak tertarik untuk belajar.
KAMU SEDANG MEMBACA
From Manga With Love • H E B × J J H •
FanficMenjadi seorang mangaka adalah impian Sinb dari kecil. Tapi, ia minder dan putus asa lantaran tidak bisa menggambar dan terus dipermalukan oleh teman-temannya. Akankah Sinb berhasil mewujudkan mimpinya? ... dan bagaimana pula kisah cinta mengharukan...