🌼 Dosen Davi

453 51 0
                                    

Lepas. Kata ini benar-benar kupertimbangkan matang-matang. Hampir satu tahun menahannya untuk tidak confess pada pria yang sejak awal hanya bisa kupandang, tak bisa kugapai. Dia hangat, namun terkadang sedikit dingin. Dia manis, namun terkadang kelakuannya sedikit pahit.

Hayya, gadis itu telah merobohkan ketahananku. Hingga aku benar-benar yakin, bahwa melepas adalah hal terbaik untukku dan untuknya. Aku mencoba untuk tidak dengki dan panas hati pada mereka.

Tujuanku sekarang hanya satu, bisa cepat lulus dan pergi secepatnya dari tempat yang sekarang hanya akan menyakitiku dengan melihat dan mendengar hubungan mereka yang semakin dekat.

. . .

"Lo, makan dong! Lihat, badan udah kering kerontang kayak gini. Apa kata dunia!" ucap Zeeya sembari menaruh sepiring nasi goreng yang kuyakini buatannya sendiri.

"Enggak usah diforsir! Dosbing kita sama, kita kerjain bareng aja biar santai," lanjutnya.

Davi, pria yang memanggilku waktu itu. Dosen yang digilai Zeeya, dan beberapa mahasiswi lainnya.

Entah apa maksudnya, dia memanggilku secara khusus untuk bimbingan tesis dengannya.

"Planning kemarin bagaimana? Sudah siap diajukan ke Pak Davi, Zee?" tanyaku setelah menelan sesuap nasi.

"Sudah, besok juga aku akan ada observasi lapangan sama beberapa teman. Kalau kamu sendiri, gimana?" balas Zeeya.

"Alhamdulillah, sudah disetujui sama Pak Davi. Dia juga mau besok data yang aku kerjakan sudah selesai. Argh, capek sih. Tapi mau gimana lagi, harus semangat biar cepet lulus."

"Sorry ya, Nis. Harusnya gue enggak bilang ke Kak Alan kalau Lo suka sama Kak Addin. Waktu itu gue bener-bener enggak tau kalau Lo udah lepasin dia. Lo yang sabar ya, pasti dapet gantinya." Aku mengangguk mengerti. Pasti waktu itu karena dia tidak dengar ucapanku.

"Enggak pa-pa. Sekarang, kamu udah lihat kan. Setelah tes IELTS itu, aku jarang bahas dia. Itu artinya, aku berhasil jauhin dia dan lepasin dia." Ucapanku membuat Zeeya mengangguk paham.

Ting

Satu pesan masuk menempati posisi teratas di room chat.

"Zee!" antusiasku setelah membaca chat yang sangat-sangat mengejutkanku.

"Apa?" balas Zeeya masih melanjutkan makan cemilan yang sudah ia makan sejak tadi.

"Pak Davi mu!" Ucapanku membuat mata Zeeya membelalak seketika.

"Apa?! Ngapain?!"

"Ini salah kirim atau gimana?" hebohku yang masih bertanya-tanya di atas keambiguan.

"Kenapa sih? Lo bikin penasaran sumpah! Cepet! Enggak usah kelamaan! Dia nanyain kabar gue? Atau nanyain tugas gue?" Zeeya terus menjejaliku dengan pertanyaan-pertanyaan.

"Masa iya ngajak aku makan siang besok," ucapku setengah santai.

"WHAT! Salah kirim pasti. Enggak mungkin!" Zeeya mencoba menepis kenyataan yang ada.

"Lo enggak ada main di belakang gue kan, Nis?" tebaknya.

"Ya enggak lah. Kamu tau sendiri kan, Zee. Kita sebatas dosbing sama mahasiswinya," Elakku. Ya jelas memang tidak. Bahkan aku dengan pria bernama Davi itu tidak pernah dekat sebelumnya. Bimbingan pun hanya sebatas bimbingan. Tak ada percakapan lebih selain membahas masalah tesis yang akan kubuat.

Terjebak Cinta Pria PopulerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang