🌼 Tentang Zeeya

388 43 1
                                    

Rupanya mengikhlaskan paling serius bukan merelakan dia bersama dengan yang lain. Namun merelakan orang yang kita sayang untuk pergi ke sisi Tuhan selamanya.

- Diary Nisa -

- - - - - - - - - - - - - - - -

Tubuhku masih lemas sejak berita itu datang padaku. Pengakuan Zeeya tentang Mamanya yang sudah tiada begitu mengguncangku. Aku memang belum sempat bertemu langsung dengan beliau. Namun cerita Zeeya yang selalu mengagungkan Mamanya, membuatku merasakan kasih seorang ibu yang begitu nyata.

Tante Wina--Mama Zeeya dalam ceritanya adalah seorang ibu yang tangguh. Membesarkan sendiri tiga orang anak dengan Zeeya sebagai anak pertama, Zarfan anak kedua, dan Zawa anak ketiga. Selisihnya ketiganya hanya terpaut 2 tahun. Om Fajar selaku ayahnya sudah meninggal lebih dulu saat Zeeya masih berusia 15 tahun, tepatnya saat dirinya akan masuk bangku SMA.

Menjadi single parent bukan hal mudah bagi almarhumah Tante Wina. Menguliahkan Zeeya di Jogja sejak S1 juga menjadi pertimbangan paling berat untuknya. Zeeya berulang kali menolak. Namun katanya, menguliahkan putrinya di sini adalah salah satu cita-cita ayah Zeeya.

Kini aku sudah berada di dalam mobil bersama dengan Addin dan supir pribadinya yang tiba-tiba sudah datang ke kota pelajar ini. Pria itu memaksa ikut saat aku meminta izin untuk menyusul Zeeya ke Bogor. Aku meng-iyakan saja.

Sampai di Bogor, tepat pukul 4 sore. Setelah melaksanakan sholat ashar, mobil Addin melaju menuju rumah Zeeya. Beberapa jam yang lalu gadis itu sempat membagikan lokasinya padaku.

Pak Handi selaku supir Addin, berulang kali berhenti untuk sekadar menanyakan alamat pas gadis itu. Pasalnya, meski gadis itu sudah share lok, namun rumah Zeeya masih sulit untuk ditemukan.

Baru orang ketiga, kami sudah sampai di mana rumah Zeeya berada. Benar saja, rumahnya masuk dalam gang kecil yang mengharuskan kami jalan kaki. Namun jangan salah, rumah Zeeya cukup besar untuk taraf rumah dalam gang. Orang tuanya salah satu konglomerat di sini.

Setelah mengucap salam, kami masuk. Rumahnya masih tampak ramai dengan beberapa pelayat.

Mataku menangkap sosok Zeeya dengan gamis putih dan hijab senada. Benar-benar bukan seperti Zeeya biasanya yang memakai kaos dan celana jeans.

Aku menghampirinya lalu memeluk erat gadis itu setelah mengucapkan beberapa kata bela sungkawa.

Dalam pelukannya, aku merasakan tubuhnya bergetar hebat. Air matanya terus mengalir begitu saja di pundakku. Aku menepuk perlahan punggungnya. Memberikan kalimat semangat dan sabar kepadanya.

Meski biasanya, aku sangat jarang memberikan kata-kata itu kepada orang lain. Aku merasa bahwa semua kata motivasi itu tak akan membantu mereka, jika pada akhirnya akan sama saja. Mereka tau mereka harus sabar, mereka tau mereka harus semangat. Jadi menurutku sedikit tak membantu jika aku melontarkan kata yang sama.

"Nis, makasih sudah datang," ucapnya sedikit serak. Ia juga mengucapkan terimakasih kepada pria di sampingku, Addin.

"Semoga Tante Wina ditempatkan di sisi terbaik-Nya, dan juga khusnul khatimah, aamiin." Aku mendoakan almarhumah Tante Wina.

"Sorry, Nis. Gue enggak kasih kabar apa-apa ke, Lo," ujar Zeeya. Aku mengangguk.

"Aku ngerti, kondisi ini sulit buat kamu. Omong-omong adek kamu di mana?" tanyaku sedikit celingukan.

"Mereka ada di luar sama tantenya." Aku mengangguk mengerti.

"Kalau boleh tau, bagaimana bisa jadi seperti ini?" tanyaku basa-basi.

Terjebak Cinta Pria PopulerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang