🌼 Percaya

372 44 2
                                    

Matahari baru saja terik, namun Nisa sudah memasuki universitas kebanggannya. Yaps, Universitas Islam Indonesia. Tempat di mana ia menemukan banyak hal, termasuk dua sosok pria yang selalu menggelayuti pikirannya.

Baru saja kakinya menginjak ruang kelas, seseorang sudah menepuk pundaknya.

Nisa terpelonjak kaget, saat tau seseorang itu adalah Addin. Pria yang akhir-akhir ini tengah ia hindari.

"Kenapa? Kaget?" tanya Addin.

Setelah menetralkan rasa terkejutnya, Nisa menggeleng.

"Kupikir siapa, ternyata kamu?" balas Nisa.

"Tiara, kamu sedang menjauhi aku? Aku ada salah apa? Coba bilang." Selalu saja, nama Tiara akan selalu dia sebut saat sedang tak sejalan dengan gadis di hadapannya. Nisa juga merasakannya. Pria itu memang sudah merasa sejak rumor itu beredar. Setiap dirinya minta bertemu, Nisa selalu beralasan hal lain.

"Tidak, hanya sedang ada urusan saja. Omong-omong, bagaimana kabarmu?" tanya Nisa mengalihkan.

"Baik. Tapi seharusnya aku yang tanya, kamu selama ini baik-baik saja, kan, Tiara Khoirunnisa?!" tanya Addin berbalik.

"Baik, Addin. Kemarin sempet tidak enak badan, jadi harus bedrest di rumah selama seminggu. Bukannya Zeeya sudah kasih tau kamu?" balas Nisa mencoba untuk tenang. Padahal hatinya kini tengah dilanda kegelisahan.

Addin mengangguk. Raut wajahnya lebih tenang dari sebelumnya. Pria itu kini mengajak Nisa untuk duduk di depan gedung fakultas.

"Gini ya, Nis. Kalau kamu berpikir aku marah soal hubungan kamu dan Pak David, kamu salah! Aku justru baik-baik saja. Dia teman kamu, yang nemenin kamu waktu kecil. Yang ada buat kamu waktu belum ketemu sama aku. Jadi aku akan salah besar jika melarang kamu untuk dekat lagi dengan dia," papar Addin. Jujur, Nisa sedikit terkejut.

"Makasih sebelumnya. Aku enggak ada niatan untuk menjauh, aku hanya ngerasa takut kamu marah soal ini," balas Nisa.

"Enggak ada setitik pun rasa marah di diri aku saat tau soal ini. Justru aku seneng, kamu bisa nemuin dia lagi. Dia orang yang pernah kamu ceritakan ke aku, kan, Nis?"

Nisa mengangguk. Hatinya cukup lega mendengar penuturan Addin. Mulai saat ini seharusnya rasa saling percaya bangun di diri mereka.

"Makasih banyak, Din. Makasih sudah percaya," ucap Nisa tulus.

Percakapan mereka terhenti saat seorang dosen meminta Addin untuk mengambil buku di perpustakaan. Akhir-akhir ini dirinya disibukkan dengan tugas kampus, juga dengan organisasi. Meskipun begitu, dia sudah meminta keringanan untuk tidak lagi meng- handle organisasi yang memang seharusnya bukan lagi menjadi tugasnya.

Puk

Satu tepukan mendarat kembali di pundak Nisa. Gadis itu menoleh, dan mendapati Zeeya tengah berdiri dengan menunjukkan giginya yang super duper rapi, karena sejak kecil sudah ia rapikan dengan kawat gigi.

"Gimana tadi? Udah clear?" tanya Zeeya yang kemudian menyamai langkah Nisa.

"Sudah, aku lega dia percaya penuh sama aku." Zeeya mengangguk paham.

Terjebak Cinta Pria PopulerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang