Di bawah atap rumbia, di atas alas bambu, di hadapan hamparan luas sawah nan hijau, serta di tengah ruang terbuka. Suasana langit mendung, seakan terdapat butiran air yang dibendung, namun wajah mereka nampak cerah dan ceria, tidak nampak sedikit pun rasa bingung dari mimik mereka untuk merangkai sebuah harapan dan mengikatnya dengan sebuah tulisan kemudian mereka genggam menjadi segenggam mimpi yang akan menjadi kenyataan di kemudian hari.
Nampak jelas masa depan di wajah mereka, kala mereka saling bertukar cita dan harapan. Fasya Siregar sangat bersemangat saat menceritakan rancangan masa depannya kepada Aladin, Ikhsan, dan Samsul.
“Ya... kalian tahu, aku ingin menjadi presiden Jerman, kerenkan?” tak heran jika Fasya ingin menjadi presiden Jerman, setiap kali teman-temannya melihat buku yang ia baca, pasti berkaitan dengan Negri Panzer.
***
“ ‘Manut sama dengan loyalitas. Loyal itu tunduk dan patuh kepada pemerintah, maka rumusnya itu-itu saja. Siapa yang loyal dan manut pasti naik jabatan. Sebab manusia demikian, hanya ingin melanggengkan kekuasaan melalui orang-orang kepercayaan mereka sendiri. Kemudian, apa dampak dari hal ini? NEPOTISME. Oleh karena itu, yang seperti ini harus dihentikan. Harus dirubah. Supaya orang yang memiliki kualitas yang naik untuk mengurusi urusan rakyat. Jangan menutup diri hanya sebatas loyal, agar jabatan dan kekuasan bertahan, namun kita harus sadar diri dan memosisikan dirinya sesuai porsi. Hal ini akan saya hentikan, akan saya rubah mulai detik ini dan seterusnya hingga kepimimpinan ini pindah kepada pemimpin selanjutnya.’ Pungkasnya.
Terdengar gemuruh tepuk tangan rakyat Jerman di depan istana Schloss Bellevue tatkala Sang Presiden—Fasya Siregar—menyampaikan pidatonya, menyadarakan umat manusia bahwa di kehidupan nyata banyak orang yang bodoh namun dengan modal loyal kepada penguasa dia diberi kekuasan yang tidak sesuai dengan kapasitasnya. Dan hal itu akan ia hentikan, supaya yang memangku jabatan bukan orang bodoh, tapi benar-benar orang yang memiliki keahlian dalam hal itu.
Rakyat Jerman tidak akan pernah menyesal dipimpin oleh seorang Fasya Siregar, karena ia akan menjunjung tinggi keadilan, rakyat kecil tidak akan sengsara. Ia adalah presiden terbaik yang pernah ada di Jerman kala itu. Negri Panzer kemabali berjaya dalam segala bidang, dan bisa dibilang itu adalah puncak kejayaan Jerman.”
***
“Gimana, kerenkan impianku?” ucap Fasya kepada teman-temannya.
“Keren Pokonya, yang penting, dimanapun kita nanti, kita tetap menyuarak kebenara,” ujar Samsul.
“Lah impianmu apa Sam, giliranmu! Baru nanti Ikhsan kemudian aku terakhir he,” Aladin meminta Samsul untuk segera menceritakan impiannya.
“Oke, baiklah sekarang giliranku ya, jangan lupa aamiinkan ya!” ucap Samsul, Samsul pun menceritakan impiannya.
“Yaa seperti kalian tahu, aku menonjol dalam bidang apa di sini, itulah yang akan menjadi impianku di masa depan nanti.”
***
“ ‘Ambil bendera itu, cepat! Samsul telah gugur’ ucap salah satu pasukan. Kemudian Ikhsan mengambil alih bendera itu, dan berlari kembali melawan orang-orang kafir. Ini adalah pertarungan hiup dan mati, umat Islam tidak boleh menyerah kalah begitu saja, mereka harus yakin bahwa pertolongan Allah akan turun, walaupun salah seorang pasukan dari mereka telah gugur—Samsul Hidayat—.
Peperangan pun telah usai, umat Islam memenangkan peperangan itu. Ini adalah janji yang telah disampaikan Allah lewat rasulnya, bahwa umat Islam akan kembali berjaya pada akhirnya. Pasukan umat Islam mengumpulkan jasad para syuhada yang gugur pada peperangan itu, Ikhsan memandangi jasad Samsul, ia menangis haru tatkala mencium aroma wangi dari darah segar yang mengalir dari dadanya, ‘Kenapa aku tidak syahid dalam peperangan ini yaAllah’ gumam Ikhsan dalam hatinya. Ia iri karena sahabatnya telah menyandang gelar syuhada.
Mereka pun menguburkan para syuhada yang gugur dalam peperang tersebut. Walaupun banyak pasukan ummat Islam yang gugur, namun semua itu telah terbayar. Islam telah kembali, Islam kembali menduduki singgasana kejayaannya.”
***
“Seperti itulah impianku, aku ingin menjadi tentara Allah yang menyandang gelar syuhada,” Ucap Samsul.
“Lah itu mah semuanya juga mau Sam, jangankan ente yang pinter, ane aja yang bodoh ilmu agama kalau nati dah jadi presiden Jerman, ane turun ikut berperang melawan musuh-musuh Islam,” ucap Fasya sambil menepuk punggung Samsul.
“Iya.. maksudku ya kurang lebih seperti tiulah impianku,” jawab Samsul.
“Seperti itu gimana Sam? Gak jelas ente!” ledek Aladin kepada Samsul.
“Ya gambaran kecilnya aku ingin menjadi Ulama, yang tetap hidup walaupun ia sudah mati, ya seperti Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Imam Hanafi, Imam Maliki, atau gak ya seperti Muhammad al-Fatih,”
“Oh seperti itu, bagus impian yang sangat mulia. Agar jika nanti presiden Jerman tuh menyimpang bisa kamu tabok aja langsung, haha.” Ucap Aladin sambil tertawa.
“Ee santai aja kali, akun nanti jadi pemimpin yang adil, gak seperti pemimpin-pemimpin sekarang, aku kan sudah belajar ilmu agama di Nurul Hikmah,” ujar Fasya.
“Eh, bentar lagi asar nih, balik dulu yuk besok kita lanjut,” ajak Ikhsan.
“Ya udah yu, besok giliran aku sama Ikhsan ya,” jawab Aladin.
Mereka pun pergi dari saung harapan itu, dan benar mendung tadi siang hanya memberikan harapan saja, sekarang matahari telah keluar dari persembunyiannya, sudah berpindah ke bagian barat, sayangnya dari Nurul Hikmah mereka berempat tidak bisa menyaksikan senja, karena terhalang bukit Palasuda.
~~~
‘Manut sama dengan loyalitas. Loyal itu tunduk dan patuh kepada pemerintah, maka rumusnya itu-itu saja. Siapa yang loyal dan manut pasti naik jabatan. Sebab manusia demikian, hanya ingin melanggengkan kekuasaan melalui orang-orang kepercayaan mereka sendiri. Kemudian, apa dampak dari hal ini? NEPOTISME. Oleh karena itu, yang seperti ini harus dihentikan. Harus dirubah. Supaya orang yang memiliki kualitas yang naik untuk mengurusi urusan rakyat. Jangan menutup diri hanya sebatas loyal, agar jabatan dan kekuasan bertahan, namun kita harus sadar diri dan memosisikan dirinya sesuai porsi. Hal ini akan saya hentikan, akan saya rubah mulai detik ini dan seterusnya hingga kepimimpinan ini pindah kepada pemimpin selanjutnya.’~Fasya Siregar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Jasmine
General FictionFitrah manusia tumbuh antara benci & cinta. Maka cintailah jasad yang tak mungkin sama, dan bencilah sikap yang tak senada dengan norma. Hingga saat sikap itu hilang, yang tersisa antara kita hanyalah cinta. ~Aladin