Daun padi melambai, embunya pun sudah menghilang. Mereka berempat berjalan menuju saung itu, berniat untuk melanjutkan saling tukar impian di antara mereka. Saung harapan itu memang sangat enak untuk dijadikan tempat untuk merenung. Di depan sawah, di belakang sungai, dan di bawah rumpun bambu mereka kembali melanjutkan rangkaian harapan untuk masa depan.
“Hey! Aku semalam bertemu Dhiya loh,” ucap Aladin sambil menyandarkan bahunya di tiang bambu.
“Lah emang kenapa?” Tanya Fasya.
“Ya ngasih tahu aja, aku kan satu kelompom sama Dhiya,” jawabnya.
“Lah gak penting, mending lanjutin yang kemarin yuk,” kata Samsul sambil membenarkan sarungnya.
“Eh aku permisi dulu,” Ikhsan terlihat sangat buru-buru, ia kemudian berlalri kecil meninggalkan mereka.
“Woy San, mau kemana kau?” Aladin berteriak.
“Aku mau BAB, gak bisa dipending kalau ini,” jawabnya, temannya yang di saung itu seketika tertawa.
“Nah kalau begitu, berarti kamu langsung Din, ceritain impianmu kepada kita nih,” pinta Samsul.
“Euh Ikhsan malah pergi, iya deh sekarang giliranku,” tiba-tiba Aladin memungut sebatang bambu kemudian berdiri.
“Cita-citaku, impisanku, harapanku aku ingin......
***
“ ‘Hadirin semuanya, hidup itu seperti anak tangga, hidup itu adalah pertumbuhan pribadi, dari satu tangga menuju tangga berikutnya, dari tingkat pertama menuju tingkat berikutnya. Kita naik dari level satu ke level berikutnya. Hingga saat hidup kita telah menempuh tingkatan yang lebih tinggi kita akan melihat perbedaannya, kalau dulu kita ada di bawah yang kita lihat hanyalah masalah, tapi sekarang kita ada di atas, oh.. jalan keluar itu ada di sana.
Orang yang ada di level rendah hanya melihat macet, tapi ketika sudah berada di atas oh di sini sudah lancar, oh disanalah penyebabnya. Badai pasti berlalu saudara, saat orang lain melihat masalah sebesar karang, kita yang telah naik level melihat bahwa solusi selaus samudara. Ingat! Badai pasti berlalu saudara.
Bahkan saat kita naik lebih tinggi lagi, tingkah dan bicara kita berbeda. Dahulu kita mengeluh, putus asa, sekarang kita mampu menginspirasi orang lain, memotivasi orang lain, cara bertindak dalam hidup kita berbeda, maka tidak heran hasilnya berbeda, pencapaiannya berbeda dari kita yang dahulu hanya memandang masalah dan masalah, sekarang kita mampu memecahkan beribu masalah.Karena saat hidup kita naik tingkat, otomatis lingkungan kita akan mengikutinya, keuangan kita, sikap sosial orang lain terhadap kita. Ini lah bukti saat hidup kita baik dan lebih baik, beres dan lebih beres maka akan berpengaruh terhadap lingkungan yang akan menjadi faktor eksternal kita untuk naik ke tingkat selanjutnya. Ingat! Pertumbuhan di dalam diri membawa pertumbuhan di luar diri, maka inilah yang disebut bahwa kita mampu mempengaruhi lingkungan kita, bukan kita dipengaruhi oleh lingkungan.
Dan satu hal yang haru kita ketahui, hadiah yang paling baik yang kita berikan untuk lingkungan kita adalah ketika kita tumbuh menjadi manusia yang lebih baik. Hadiah terbaik yang diberikan oleh seorang istri kepada suaminya adalah ketika ia menjadi istri yang baik, begitu pun sebaliknya. Hadiah yang paling baik bagi seorang anak untuk orang tuanya, ketika ia tumbuh menjadi seorang anak yang lebih baik, begitu pun sebaliknya. Hadiah terbaik yang diberikan oleh seorang murid kepada gurunya adalah saat dia menjadi murid yang lebih baik begitu pun sebaliknya.
Ingat! Perubahan menjadi lebih baik dalam diri akan merubah luar diri juga menjadi lebih baik. Kemudian kita berusaha kembali untuk menjadi lebih baik, akan lebih mudah karena telah dibantu oleh faktor luar yang baik, yang tercipta dari tingkat pertama tadi.’ Aladin kemudian menutup pembicaraanya dengan salam sukses yang biasa iya sampaikan kepada para pendengarnya.
Itulah yang ia sampakan pada acara malam itu, sangat menginspirasi dan memotivasi orang-orang terkhusus anak muda, untuk meningkatkan dirinya menjadi manusia yang lebih baik.
***
“Gimana? Itu impianku,” ucap Aladin sambil kemudia kembali duduk dan masih memegang sebatang bambu.
“Waw bagus itu, kamu ingin menjadi motivator ya, keren itu,” ucap Fasya, sambil merebut batang bambu yang ada dalam genggaman Aladin.
“Yaelah gak usah direbut juga kali itu bambunya. Yaa begitulah impianku, lebih tepatnya aku bukan hanya ingin memotivasi dengan kata-kata, tapi aku juga ingin menginspirasi dengan tingkah nyata,” jelas Aladin kepada Fasya dan Samsul.
“Bagus itu saya suka orang seperti kamu itu Din, tapi Ikhsan mana ya, kok belum balik?” Samsul heran, Aladin sudah lama bercerita, tapi Ikhsan belum datang juga.
Mereka masih berbincang dan bertukar pikiran di saung harapan itu, namun Ikhsan belum datang juga, matahari sudah menunjukan waktu dhuha, mereka masih setia munggunya. Sambil menunggu, mereka berjemur di depan saung harapan itu. Ya memang sinar matahari pagi itu mengandung vitamin yang bagus untuk kulit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Jasmine
General FictionFitrah manusia tumbuh antara benci & cinta. Maka cintailah jasad yang tak mungkin sama, dan bencilah sikap yang tak senada dengan norma. Hingga saat sikap itu hilang, yang tersisa antara kita hanyalah cinta. ~Aladin