04

459 84 182
                                    

Chapter ini boleh diskip karena mengandung topik yang membosankan dan bukan minat beberapa orang🙏



***



Sore itu juga Seongwoo melesat keluar rumahnya untuk mendatangi rumah Jaehwan dengan motor maticnya. Sekuat mungkin Seongwoo mencoba untuk tetap fokus menyetir, walaupun pikirannya sudah melanglang buana.



Setelah sampai di rumah duka, yang pertama kali Seongwoo lihat saat memarkir motor adalah Ibu kandung Jaehwan yang sedang mengantarkan tamu di luar pintu rumah. Seongwoo bergegas menuju sosok yang dinilai cukup dekat dengannya itu. Wanita paruh baya itu tak kuasa menahan tangis saat akhirnya melihat teman baik anak semata wayangnya setelah beberapa hari tidak nampak.



Seongwoo menunduk, mencium punggung tangan si wanita paruh baya sambil terisak.


"Tante, maaf...."


"Maafin Seongwoo. Gara-gara Seongwoo..."


"Maaf Seongwoo nggak bisa bawa Jaehwan balik."



"Maaf, Seongwoo nggak bisa nolongin Jaehwan waktu itu..."



Sementara Seongwoo meracau, Ibu Jaehwan mengusapi kepala Seongwoo sambil berderaian air mata. Ia semakin terpukul saat melihat teman dekat anaknya juga begitu merasa kehilangan.



"Tante yang seharusnya minta maaf. Maafkan Jaehwan, Seongwoo. Maafkan semua kesalahannya ya..."



Seongwoo mengangguk, tangisnya semakin keras hingga membuatnya jatuh terduduk di lantai.


"Maaf, Seongwoo baru tau sekarang..."


"Maaf nggak bisa ngantar Jaehwan..."


"Nggak papa, tante bisa ngerti. Sekarang Seongwoo mau ke makam Jaehwan? Mau pamit sama Jaehwan? Tante antar ya..."



Seongwoo menggeleng cepat, "Seongwoo nggak sanggup... nggak bisa ngelihat nisan dengan nama Jaehwan di sana. Seongwoo nggak mampu..."



Ibunda Jaehwan ikut terduduk di depan Seongwoo dan menangis bersama sahabat karib anaknya itu.



Seongwoo mengusap jejak air matanya saat teringat sesuatu, "Tante... udah tahu siapa yang membunuh Jaehwan?"




Wanita paruh baya itu menggeleng, "Beberapa polisi yang mengawal ambulans jenazah bilang kalau Jaehwan dianggap murni meninggal saat insiden, bukan karena pembunuhan. Karena itu mereka cuma ngasih uang santunan, dan tante juga nggak bisa berbuat lebih. Tante nggak bisa menuntut mereka..."



Tangis ibunda Jaehwan makin keras. Seongwoo terdiam melihatnya. Ia benci jika ada hal seperti ini, dimana etika dan moral kedudukannya sudah dihempaskan oleh uang. Jiwa seseorang sudah tidak ada harganya jika tidak memiliki tahta atau jabatan. Ternyata masih banyak orang-orang seperti itu, dan hukum sama sekali tak berkutik.



"Tante... Seongwoo bakal ke sini lagi besok atau lusa. Doakan Seongwoo dapat kabar baik."


***



Seongwoo Senja Ardianto adalah seorang mahasiswa semester lima yang cukup kritis. Ia tidak bisa diam ketika beberapa hal tidak berjalan sesuai norma sosial yang ada. Hidupnya cukup bebas, bukan anak rumahan yang hanya diam dan membaca buku di kamarnya. Ia lebih suka pergi keluar, menikmati secangkir kopi sambil membahas permasalahan yang ada. Baginya, duduk di sebuah warung sambil berbagi banyak hal dari beberapa sudut pandang lebih menyenangkan daripada memperluas pengetahuannya dalam diam dan hanya bisa menerka-nerka.

Not Today | OngnielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang