Bab - 15

309 36 2
                                    


*****

Seminggu berlalu dan hari ini adalah hari di mana tepat pertemuan dua keluarga di rumah Ali Assegaf. Semua yang berada di rumah tampak sibuk untuk menyiapkan makan malam bersama tamu yang akan datang.

Putri dari pasangan Ali dan Sinta masih diam terduduk di kamarnya. Dia menatap sendu pada dirinya sendiri lewat kaca yang terpampang di depannya. Dia sudah menduga acara keluarga ini dan gadis itu sama sekali tidak ada seri di wajahnya. Perasaannya dari tadi gelisah memikirkan seseorang yang akhir-akhir ini selalu ada di benaknya—Elvin.

Kakak kelasnya itu selalu menghinggapi pikirannya namun dia selalu mencoba untuk menghilangkan pikirannya terhadap Elvin. Kemarin-kemarin Elvin terus mendekatinya sampai berani ke rumahnya dan mendapatkan teguran dari Abi nya. Ali tampak tidak senang dengan kehadiran Elvin yang tidak tahu sopan santun, namun Elvin tidak peduli. Lelaki itu terus mendekati Gina di sekolah sampai ke rumahnya.

Sesaat Gina menoleh ke arah pintu yang baru saja di ketuk oleh Umminya. “Gina, masih lama? Turun ke bawah, yuk. Tamunya sudah datang,” kata Sinta dibalik pintu.

Gina segera bangkit dari duduknya lalu membuka pintu kamarnya menampilkan Sinta yang sedang tersenyum lembut padanya. Gina tersenyum paksa lalu melangkah mengikuti Sinta dari belakang. Perempuan itu hanya menunduk saat jaraknya hampir sampai di kerumunan keluarganya dan tamunya, dia tidak berani mendongkak menatap siapa yang dijodohkan dengannya.

“Cantiknya putri Mbak.” Wanita paruh baya menyalami Sinta diikuti Gina yang mencium punggung wanita paruh baya tersebut.

“Bisa aja,” balas Sinta sedikit terkekeh.

Semuanya terduduk di kursi yang sudah di sediakan. Kedua pasangan suami istri sibuk membahas yang entah Gina tidak tahu karena dirinya disibukkan oleh  perasaannya sendiri. Dia bahkan belum melihat wajah lelaki yang akan dijodohkan dengannya dan Gina tidak ingin melihatnya.

Disisi lain, lelaki yang dijodohkan dengan Gina sibuk melihat gadis yang akan menjadi calonnya itu. Sesekali berbicara saat ditanyakan oleh kedua orang tua Gina lalu mengarah lagi pada gadisnya.

“Sekarang kita mulai intinya dulu.” Miftah selaku teman dari Ali memulai pembicaraan terlebih dahulu mengenai perjodohan.

“Kalian berdua pastinya sudah saling kenal, dong,” Ucap Claudia—istri Miftah.

Gina mengernyit bingung dalam posisi sedikit menunduk dan lelaki yang dijodohkannya hanya mengangguk tersenyum menanggapi ucapan Mamanya. “Udah kok, Ma, kan satu sekolah.”

Gina membelalak. Tunggu. Suara ini... Gina kenal suara ini! Tapi, tidak. Dia menggeleng mencoba mengelak dan dengan perasaan ragu dia mendongkak untuk melihat wajah yang mungkin dia tahu. Seketika matanya membelalak melihat lelaki yang dijodohkan dengannya tersenyum manis padanya. Tidak. Ini tidak mungkin.

“Kamu udah kenal kan sama Bagas?” tanya Claudia.

“Kak Reza?” Gina menatap Claudia dengan tatapan tidak mengertinya.
Gina mengangguk canggung saat Claudia menanyakan pertanyaan yang sama sebelum menjelaskan Ketos di sekolahnya. Dia tersenyum paksa saat melihat Reza tersenyum padanya.

Bagaimana dengan hatinya?

Bagaimana dengan temannya?

Di perkumpulan itu Gina sibuk dengan pikirannya sampai akhirnya keluarga dari Kakak kelasnya itu pamit pulang dan Gina mulai memasuki kamarnya.

Sudah hampir jam satu dini hari, Gina tetap merenung di kamarnya. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Perasaannya tidak karuan membuat perempuan itu terjaga dari tadi. Air matanya sejak tadi terus keluar sembari dia menggigit bibir bawahnya menahan isakan tangisnya.

Garis TAKDIR [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang