Bab - 16

271 33 6
                                    

***

Elvin mendudukkan Gina di kursi yang ada di belakang sekolah, lalu dia duduk disisinya. Pria itu mengatur napasnya terlebih dahulu sebelum melihat ke arah Gina. “Lo habis ngapain sama si Reza?”

Gina yang sedang meniup pergelangan tangannya langsung terhenti. Elvin melihatnya? Dia menatap ragu ke samping lalu mengalihkan tatapannya ke lain arah. “Enggak.”

Elvin berdecak dan itu sangat jelas di pendengaran Gina. “Mana kunci motor lo?”

Gina menatap Elvin bingung. “Buat apa?”

“Mana?!”

Gina langsung gugup. Ini pertama kalinya Elvin membentaknya. Tangannya dengan sigap meraih kunci motornya yang berada di tasnya lalu disodorkan pada Elvin.

Pria itu membawa kunci motor Gina lalu berdiri. “Mau ke mana, Kak?” tanya Gina saat Elvin mulai berjalan. Gina bangkit mengikuti arah langkah Elvin yang sangat cepat.

Kini Elvin dan Gina berada di parkiran. Elvin langsung menaiki motor Gina dan menghidupkannya, lalu menatap sang pemilik motor. “Naik.” Titahnya.

Gina menatap Elvin bingung, lalu menatap sekelilingnya. “Mau ke mana? Sebentar lagi masuk kelas.”

Elvin menatap datar pada gadis di depannya. “Naik.”

“Kak, banyak yang lihatin.” Gina menggeleng, “gak mau.”

“Naik gak?!”

Gina dibuat terkejut oleh Elvin yang lagi-lagi membentaknya, dia buru-buru naik motornya saat mendengar suara Elvin yang sangat menakutkan. Dia baru pertama kalinya melihat Elvin yang seperti ini. Sepertinya Elvin marah padanya dan itu hal yang baru untuknya.

Seolah tidak peduli dengan siswa-siswi yang menatapnya, Elvin langsung menggas motor yang ditumpanginya meninggalkan area sekolah. Dia akan membawa Gina ke suatu tempat dan membolos dengannya di sana. Dia tidak peduli jika nanti Gina akan protes, yang penting waktunya akan dihabiskan dengan seseorang yang dicintainya.

Di perjalanan tidak ada yang berbicara. Elvin tetap fokus pada jalanan dan Gina hanya menunduk dari tadi. Sampai akhirnya motor yang ditumpanginya berhenti membuat Gina mendongkak.

Ini pemandangan yang indah.

Di bawah sana terdapat kota yang di mana tempat tinggalnya.

Gina dan Elvin mulai menuruni motor itu dan berdiri bersisian memandangi pemandangan dari atas sana. Elvin menoleh ke samping melihat Gina yang sedang tersenyum. “Suka?”

Gina mengangguk-angguk, kekhawatirannya langsung sirna saat melihat pemandangan di depannya. “Iya. Indah banget.”

Elvin tersenyum mendengar jawaban Gina. Dia duduk di sana yang beralaskan rumput diikuti oleh Gina. “Kak Elvin kenapa bawa aku ke sini?”

“Tadinya orang yang mau gue ajak ke sini orang lain, bukan lo.” Elvin menerawang, dia menatap Gina sekilas lalu mengalihkan pandangannya ke depan, “tapi orang yang beruntung itu lo, bukan dia. Lo orang yang pertama gue ajak ke sini.”

“Maksudnya?”

“Dinda,” kata Elvin.

Gina yang mendengar itu langsung tersenyum kecut saat mendengar nama itu keluar dari mulut Elvin, dia sedikit menunduk.

“Rencananya gue mau ngajak dia ke sini, tapi gue pikir-pikir kenapa gue harus ngajak dia yang hatinya bukan buat gue.” Lanjut Elvin.

“Kak Elvin suka sama Kak Dinda?”

“Dinda orang yang pertama gue sukai. Itu dulu. Dan lo cinta pertama gue.” Elvin menatap Gina dalam membuat perempuan itu kembali menunduk.

“Suka sama cinta emang nya beda, ya?” tanya Gina pelan. Dirinya sedikit tersenyum saat mendengar ucapan terakhir pria itu.

“Suka belum berarti cinta, kan?” Elvin kembali lagi menatap ke depan.
Gina hanya mengangguk-angguk mendengar pertanyaan Elvin. Dia menatap Elvin dari sisi dengan tersenyum. Saat Elvin memergokinya Gina langsung gelagapan sembari mengalihkan pandangannya ke depan.

“Kenapa?”

“Hah?”

“Semalam nangis?”

Gina langsung menunduk mendengar pertanyaan Elvin. Matanya langsung berkaca-kaca mengingat kejadian tadi malam, apalagi jika mengingat fakta yang membuatnya menangis sepanjang malam.

Bagaimana jika Elvin tahu perjodohan ini?

Bagaimana dengan perasaan temannya?

Bagaimana dengan hatinya?

Gina tidak siap dengan semua ini. Di saat dia merasakan cinta pada seseorang namun dunia seakan-akan melarangnya untuk jatuh cinta pada orang lain. Semuanya terlalu cepat namun dia tidak bisa apa-apa. Apalagi jika Gina menolak perjodohan itu, dia tidak ingin mengecewakan kedua orang tuanya.

Tapi apa merelakan seseorang yang dicintainya adalah pilihan yang tepat?

Tidak terasa Gina meneteskan air matanya saat itu juga dan itu tidak terlewatkan oleh Elvin. Dia semakin menunduk saat Elvin mulai menanyakan tentang alasan kenapa dia menangis. Gina merasa bersalah di sini. Apa yang harus dia lakukan?

“Hei. Kenapa?”

Gina menggeleng namun air matanya terus keluar. Sekuat tenaga dia menahan air matanya namun bola mata indah itu terus mengeluarkan cair bening itu. Ini adalah hal pertama kalinya dia menangis di hadapan lelaki. Kenapa dengan Elvin selalu terjadi kejadian untuk yang pertama kalinya?

“Gina?”

Gina tetap menggeleng. Dia mengusap air matanya.

“Ginasya.”

Gina langsung mendongkak saat Elvin memanggilnya berbeda kali ini.

“Kenapa, hem? Cerita sama gue. Ada yang nyakitin lo?”

Gina menatap Elvin dengan berkaca-kaca, kepalanya menggeleng. “Maaf.”

Elvin seperti merasakan nyeri saat melihat gadis yang dicintainya menangis namun dia bingung, kenapa Gina mengucapkan maaf? “Maksudnya?”

“Maaf...” Gina menunduk. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Dadanya serasa sesak jika Elvin akan mengetahui fakta tentangnya. Kenapa sesakit ini? Kenapa hatinya tidak rela jika dia mengatakan fakta itu?

“Boleh gue peluk?”

Gina menggelengkan kepalanya. Dia mengusap air matanya lalu menatap Elvin dengan rasa bersalahnya. “Dosa.”

Dari dulu Elvin selalu menahannya untuk tidak memeluknya, namun saat melihat gadisnya menangis Elvin sangat ingin memeluknya, mengusap air matanya dan mengecup puncak kepalanya. Mungkin sekarang adalah waktu yang tepat dan dia tidak peduli dengan bantahan Gina.  “Biar gue yang nanggung.”

Gina menggeleng namun saat itu juga Elvin sudah memeluknya erat. Dia tidak ingin melihat Gina menangis. Rasa penasarannya mulai bermunculan saat Gina berkali-kali minta maaf padanya.

Disisi lain, Gina yang berada di pelukan Elvin kembali menangis. Jujur, dia merasa nyaman dipeluk seperti ini apalagi oleh orang telah mengisi hati dan pikirannya. Gina menangis dalam mata tertutup cukup lama sampai akhirnya Elvin melepaskan pelukan itu.

“Kenapa, hem?”

Gina hanya menggeleng dengan tangan yang kembali mengusap air matanya. Apa dia harus menceritakan semuanya? Tapi kenapa hatinya sangat berat untuk memberitahunya. Dia menatap Elvin sekilas. “Enggak, kok. Maaf malah nangis. Hehe.”

Elvin hanya diam. Dia tahu ada yang disembunyikan oleh Gina. Melihat matanya yang sembab saat disekolah tadi, ditambah barusan Gina menangis di hadapannya membuatnya penasaran.

Apa gadisnya masih dibully disekolahnya? Siapa yang berani membully-nya? Sepertinya Elvin harus segera menemukan orang itu. Dia tidak ingin melihat gadisnya dibully jika tidak hatinya akan sangat sakit saat melihat air mata yang keluar lagi dari bola mata indahnya.

***

Jangan lupa tinggalkan jejak ya gaesss:))

Garis TAKDIR [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang