Bab - 17

286 31 11
                                    


Selamat membaca!

***

Pagi ini di koridor sekolah ada seseorang yang sedang memperhatikan kejadian di depan matanya. Matanya menyorot arti kekecewaan melihat interaksi keduanya.

Kinan, orang yang sedang berada di koridor sekolah langsung pergi menuju kelasnya dengar air mata yang mulai menetes.

Baru kemarin dia merasa bahagia saat tahu bahwa Reza dan Dinda telah lama putus, sekarang dia harus melihat pemandangan yang tidak disangkanya. Kenapa dunia tidak pernah berpihak padanya?

Kinan terus menangis, langkahnya dia belokkan ke arah lain. Dia ingin sendiri. Dia tidak ingin ada yang tahu suasana hatinya.

Begitu sampai di ruang UKS, dia langsung duduk di salah satu kasur di sana. Ruangan ini masih sepi karenanya Kinan datang ke sana. Dia menunduk, bahunya sedikit bergetar dan tangannya sesekali mengusap air matanya.

Kinan langsung terpaku saat ada seseorang yang memeluknya. Orang itu memeluknya sangat erat dan tangannya mengelus kepala Kinan dengan lembut. “Ada gue.”

Kinan mendongkak menatap Fahmi yang sedang memeluknya. Dia menggeleng dengan pipi yang sudah basah. “Lo gak ngerti.” Kinan terisak. Dia mencoba untuk melepaskan pelukan Fahmi namun pria itu memeluknya lebih erat seolah dia miliknya, “gak usah sok tahu lo!”

“Gue tahu.” Fahmi mulai menunduk. Dia menatap Kinan dalam. “Mau lupain dia?”

Kinan membelalak. “Lo tahu apa?!”

Tadi saat Fahmi sudah sampai di sekolah dia melihat Kinan yang sedang memperhatikan area parkir. Dia mengarahkan tatapannya dan melihat Gina dan Reza sedang asik berbicara di sana. Entah apa yang dibicarakan Fahmi tidak peduli, lalu tatapannya kembali mengarah pada Kinan yang sudah pergi dari sana.

Saat menemukan Kinan yang sedang menangis, dia langsung mendekatinya dan memeluknya. “Lo buta buat lihat keadaan sekitar lo sampai lo gak tahu ada seseorang yang nunggu lo peka.”

Kinan menggeleng. “Biarin gue pergi.” Pelukan Fahmi terlepas namun jalannya masih terhalangi oleh pria yang ada di depannya. “AWAS!”

“Inget. Lihat sekitar lo. Ada orang yang bener-bener sayang sama lo.”

Kinan tidak peduli. Dia meninggalkan Fahmi sendirian di sana. Gadis itu berlari menuju toilet dengan tergesa-gesa. Sampai di toilet, dia langsung membasuh mukanya dan tersenyum kecut melihat wajahnya. Ini bukan untuk yang pertama dan kedua kalinya, Kinan selalu melihat pria yang disukainya bersama dengan temannya. Namun dia bisa apa?

Bel berbunyi. Kinan segera menuju kelasnya dan melihat Gina yang sudah duduk manis disisi kursinya. “Kamu ke mana aja? Dari tadi aku nungguin.”

Kinan hanya tersenyum. Dia tidak seperti yang lain yang akan menjauhi temannya hanya karena perasaannya. Perempuan itu hanya akan menunjukkan bahwa dia baik-baik saja. “Tadi di toilet. Boker. Haha.”

Gina hanya ber-oh ria sembari tersenyum, lalu membuka buku untuk mempelajari pelajaran diikuti oleh Kinan. “Oh, ya. Lo punya hubungan apa sama Kak Reza?”

Gina langsung menatap Kinan gugup. Bukan karena apa-apa, tapi apa Kinan sudah curiga dirinya dijodohkan dengan orang yang disukai temannya? Dia menelan salivanya susah payah lalu menggeleng. “Enggak ada, kok. Kenapa?”

“Enggak. Sebenernya lo suka sama Kak Reza atau Kak Elvin?” 

“Kok nanya nya ka—“

“Eh, enggak usah dijawab. Gue ngawur banget, ya?” Kinan tersenyum kecut dan Gina yang melihat itu langsung merasa bersalah.

Gina paham situasi ini. Apa dia harus jujur sekarang mengenai perjodohan itu? Tapi dia tidak ingin membuat temannya sakit hati.

Pusing. Itu yang dirasakan Gina sekarang. Kenapa semuanya serba membingungkan? Gina tidak tahu harus berbuat apa. Dia belum siap untuk mengatakan semua fakta ini. Melihat Kinan yang mungkin sudah curiga membuatnya semakin merasa bersalah. Untuk berbicara memang sangat gampang, tapi untuk jujur dia belum siap.

Terlihat di luar kelas semua murid berlarian ke arah lapang membuat Gina dan Kinan bangkit dari duduknya. Kinan mengajak Gina untuk melihat apa yang terjadi namun Gina tidak ingin, pikirannya sedang kacau. Kinan yang melihat itu memaksa Gina untuk mengikutinya dan akhirnya Gina terpaksa menuruti kemauan temannya.

Di lapangan sekolah terlihat Elvin dan Reza sedang berkelahi, membuat Gina dan Kinan membelalak. Jantung Gina berpacu lebih cepat saat melihat keduanya saling memukul seperti orang kesetanan. Dia ingin segera memisahkannya namun dia takut. Ini untuk yang kedua kalinya Gina melihat pemandangan ini.  

Disisi lain Fahmi, Riski dan Gilang berusaha untuk memisahkannya namun untuk kesekian kalinya tidak berhasil. Reza terhuyung ke bawah membuat Elvin langsung menunduk memukulnya bertubi-tubi.

Gina membelalak. Siswa-siswi yang menonton kejadian ini semuanya bersorak. Gina menggeleng, wajahnya begitu pucat saat Elvin terus memukul Reza dengan ganas. “Kak Elvin!” teriak Gina membuat semuanya mengalihkan pandangannya padanya.

Elvin yang mendengar suara itu langsung terhenti. Dia menatap Gina cukup lama lalu tatapannya beralih pada Reza. “Sialan!”

Reza langsung berdiri saat Elvin tidak memukulnya lagi. Dia sama persis dengan Elvin, sama-sama menatap Gina. Reza langsung mendekat pada Gina yang disisinya terdapat Kinan. Matanya terus melihat Gina tidak teralihkan pada siapa pun. “Gue udah bilang lo kalah bro.”

“Gina.” Panggil Elvin.

Gina langsung menatap Elvin dengan takut. Perkataan Reza membuatnya berpikir, apa Elvin sudah mengetahuinya?

Matanya berkaca-kaca dengan dadanya yang terasa sesak. Dia menggeleng saat melihat mata Elvin yang begitu tajam menatapnya.

“Jadi, semua ini bener?” tanya Elvin lirih.

Gina menggeleng.

“Lo sama si brengsek Reza d—“

“Iya. Gue sama Gina di jodohin sama keluarga kita.”

Kinan dan semua yang ada di sana terbelalak mendengar ucapan Ketos disekolahnya. Gina yang mendengar itu terkejut, dia langsung menggeleng cepat. Kenapa semuanya secepat ini? Dia tidak ingin fakta ini diketahui oleh siapa pun namun Reza dengan gampangnya mengucapkan semua itu tanpa memikirkan perasaannya.

“Jawab Gina!” Elvin membentaknya.

Semua siswa-siswi melihat ke arah Gina menunggu jawaban yang keluar dari mulutnya. Di sana tidak ada Guru maupun satpam, membuat perkelahian tadi terus berlanjut menjadi seperti sekarang.

Gina menunduk. Dia menangis di sana. Kejadian ini adalah hal yang paling dihindarinya, tapi kenapa semesta selalu ingin membuatnya seperti seseorang yang jahat?

“GINA!”

Gina langsung mendongkak begitu suara Elvin yang keras dan menyeramkan langsung terdengar di pendengarannya. Air matanya bercucuran keluar membasahi pipinya. Sejenak dia menghela napas. Mungkin ini saatnya. Mungkin ini waktunya untuk mengungkapkan fakta menyakitkan ini. Dia melihat ke arah Kinan yang sedang menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca. “Maaf....” Lirihnya.

Tatapannya beralih pada Elvin. Satu tetes kembali membasahi pipinya namun Gina tidak peduli. Dia kemudian mengangguk pelan membuat Elvin tersenyum kecut. Raut wajahnya terlihat sangat kecewa. Dia tidak menyangka hal seperti ini akan di alaminya. Dia mencintai orang yang hatinya bukan untuk dia.

Cintanya bertepuk sebelah tangan.

*****

Hiks, sedih jujur pas nulis ini :')

Jangan lupa tinggalkan jejak ya. Oh, ya, follow dong akun wattpad author. Biar nanti kalo ada info gak ketinggalan. Ditunggu ya.

Sampai jumpa minggu depan! See you :)

Garis TAKDIR [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang