Part 12

10.6K 662 41
                                    

Flashback.

Gio memasuki kamar dan tersenyum begitu melihat Zia duduk di atas tempat tidurnya. Dia pun langsung melangkahkan kakinya menghampiri Zia dan memeluknya.

"Apa sih Gi," jengah Zia saat Gio memeluknya erat. Apalagi Gio juga seperti sengaja membenamkan wajah di lekukan lehernya.

"Kita udah sah, sayang." Gio sengaja meniupkan napas hangatnya di leher Zia hingga membuat tubuh gadis yang sudah resmi menjadi istrinya itu meremang. Dia kecup leher dan juga telinga Zia.

"Itu juga gara-gara kamu. Kalau aja kamu ga nekat ngikutin aku ke kamar dan ngelepasin pakaian aku kita ga bakalan dinikahin begini," rutuk Zia.

Zia bukannya tidak mau menikah dengan Gio. Hanya saja dia tidak pernah bermimpi menikah muda seperti ini. Apalagi dia masih kelas 3 SMA. Apa kabar kalau nanti dia hamil? Yang ada dia tidak bisa ikut ujian. Atau bahkan ada yang mengiranya hamil di luar nikah. Jangan sampai.

"Ya bagus dong. Biar ga ada yang bisa ngambil kamu dari aku. Kamu cuma milik aku, sayang."

Gio kali ini bukan hanya menciumi leher Zia. Tapi tangannya sudah mulai bergerak menyentuh dan mengelus paha Zia. Dia benar-benar tidak tahan lagi untuk bisa menyentuh Zia. Apalagi mereka juga sudah sah sebagai suami istri.

"Malam ini cuma ada kita berdua sayang," bisik Gio. Dia mendorong Zia agar rebah di atas kasur bersamanya.

"Jangan sekarang Gi. Aku takut."

"Ga usah takut sayang, kan sama aku. Aku ga bakalan nyakitin kamu. Aku janji." Gio menyentuh pipi Zia untuk menenangkan istrinya itu. Dikecupnya bibir Zia sekilas seraya dia mulai membuka kancing piyama yang dipakai Zia.

"Apa lagi sayang?" tanya Gio tak sabaran saat Zia menahan tangannya yang ingin meloloskan piyama itu dari tubuh Zia.

"Gimana kalau aku hamil?"

"Ya gak papa. Kan aku suami kamu."

"Orang-orang ga tau kalau kita udah nikah. Lagian aku ga mau hamil dulu. Aku mau nyelesain sekolah aku. Kita tunda aja ya ngelakuinnya sampai aku lulus," tawar Zia. Jujur dia merasa sedikit takut untuk melakukannya.

"Ya gak bisa gitu dong sayang. Masa kamu tega sama aku sih. Aku janji ga bakal ngeluarinnya di dalem."

"Enggak, Gi. Siapa yang jamin kamu bisa lepasin tepat waktu? Aku ga mau."

"Sayang...," rayu Gio namun Zia tetap menggelengkan kepalanya.

"Yaudah kalo pakai kondom mau?" tanya Gio frustasi. Dia sudah berpikiran kalau malam ini akan menghabiskan malam bercinta dengan Zia. Jangan sampai rencananya itu gagal hanya karena Zia yang takut akan hamil. Lagian banyak cara yang bisa digunakan untuk mencegah kehamilan.

"Emang kamu punya? Kamu udah pernah?" tanya Zia menyelidik.

"Ya enggaklah sayang. Kalau kamu mau, biar aku keluar beli dulu gitu."

"Kita tunda nanti aja ya. Please aku belum siap," mohon Zia. Giopun menghela napas beratnya lalu dia mengangguk.

"Yaudah," pasrah Gio. "Tapi kalau besok aku udah beli kondomnya kamu jangan nolak. Okey,"

"Hm."

"Yaudah kita tidur," ajak Gio. Dibawanya Zia ke dalam pelukannya. Lalu dia pun memberikan kecupan selamat malam di kening Zia.

"I love you."

"Love you too."

***

Hari ini merupakan hari pertama Zia tinggal bersama Gio dan keluarganya. Dia awalnya agak sungkan karena belum terbiasa. Dulu dia bisa keluar masuk rumah ini dengan leluasa karena bersahabat dengan Keisha. Tapi sekarang rasanya canggung mengingat dia sudah menjadi bagian keluarga itu sebab menikah dengan Gio. Saat ini mereka sedang sarapan bersama.

"Zia betah kan disini sayang?" tanya Kayla pada menantunya itu.

"Ya betahlah ma. Kan ada Gio." Bukannya Zia, tapi Giolah yang menjawab pertanyaan mamanya itu dengan begitu percaya dirinya. Kayla pun hanya geleng-geleng kepala saja. Sedangkan Zia tersenyum pada mama mertuanya itu.

"Kamu harus sabar ya Zi punya suami kayak abang aku ini."

"Apaan maksud kamu Kei?" tanya Gio tak terima.

"Udah-udah jangan berantem. Waktunya makan. Malu dong sama Zia," lerai Felix pada anak-anaknya itu.

"Iya, pa."

"Yuk Shanum kita berangkat. Pamit dulu sama mama," ujar Felix pada anak bungsunya itu setelah mereka selesai makan. Shanum pun mengiyakan ucapan papanya dan menyalami serta mencium pipi Kayla.

"Hati-hati di jalannya, mas," ujar Kayla yang mengantarkan keduanya ke depan seraya membenarkan dasi Felix. Dia terkekeh saat menerima kecupan kilat di bibirnya.

"Iya, sayang. Aku pergi dulu ya. Love you."

"Love you too."

"Dasar, udah tua juga masih aja ga berubah," gumam Kayla saat mobil Felix perlahan bergerak meninggalkan halaman rumah.

"Kei juga pamit deh ma," ujar Keisha yang juga sudah ada di depan pintu. Dia salami dan dia kecup pipi mamanya itu.

"Iya, hati-hati ya sayang."

"Iya ma. Bye." Keisha langsung menuju motor miliknya. Dia melambaikan tangannya pada Kayla sebelum akhirnya dia pun pergi ke sekolah. Kini hanya tinggal Gio dan Zia saja di dalam rumah itu.

Kayla melangkahkan kakinya ke dalam rumah. Dia menghampiri anak dan menantunya yang masih belum berangkat.

"Abang, Zia, mama mau bicara bentar," ujar Kayla pada keduanya. Gio maupun Zia menganggukkan kepala. Mereka duduk berdampingan di sofa yang berhadapan langsung dengan Kayla.

"Ada apa, Ma?"

"Sebelumnya mama mau tanya. Kalian udah begituan?" tanya Kayla hati-hati. Mendengar ucapan mama mertuanya sontak saja membuat wajah Zia memerah.

"Mama kenapa nanya gitu?" tanya Gio balik.

"Sebagai orang tua yang lebih berpengalaman mama cuma mau bilang kalau sebaiknya kalian menunda punya anak dulu. Biar bagaimanapun Zia masih sangat muda dan juga masih sekolah. Takutnya nanti malah membuat sekolah Zia terganggu."

"Kita juga niatnya begitu, Ma. Zia ga mau hamil dulu katanya," ujar Gio yang diangguki Kayla tanda mengerti.

"Itu bagus. Cuma mama ga menyarankan Zia untuk memakai kontrasepsi. Soalnya takutnya nanti saat kalian sudah siap punya anak harus nunggu lama dulu untuk penyesuaian. Mama dulu begitu, pernah minum pil dan mesti nunggu beberapa bulan dulu untuk bisa hamil. Apalagi ini kan Zia masih sangat muda. Takutnya ada efek terhadap rahimnya nanti."

"Iya, Ma. Terus menurut mama kita mesti gimana?"

"Mama tebak kamu ga bakal bisa nunggu Zia lulus dulu baru nyentuh dia kan? Kamu itu turunan papa kamu. Udah hafal mama."

"Mama tau aja," kekeh Gio yang langsung mendapatkan cubitan dari Zia.

"Ya kalian pakai pengaman aja kalau mau begituan. Atau jangan keluarin di dalam."

"Iya, Ma."

"Yaudah sih kalian berangkat sana. Nanti telat nganter Zia."

"Gio pikir mama masih mau ngomong lagi."

"Udah itu aja."

"Yaudah kami pamit dulu ya ma."

"Iya sayang. Hati-hati."

***

TBC

Ebook tersedia di Google Play Store

GIOZIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang