Part 16

8K 565 31
                                    

Gio memasuki kampusnya bersama Zia. Dia menggenggam tangan istrinya itu tanpa mempedulikan sekitar yang mungkin memperhatikan mereka.

"Yang semangat ya sayang. Aku yakin kamu pasti menang," ujar Gio begitu dia mengantarkan Zia menuju tempat diadakannya olimpiade.

"Iya aamiin."

"I love you." Gio menundukkan wajahnya lalu memberikan satu kecupan lembut di kening Zia. Hal itu sontak saja membuat pipi Zia bersemu. Banyak orang yang memperhatikan mereka karena ulah Gio itu.

"I love you too. Udah ah malu."

Mengulas senyum, Giopun mengacak rambut Zia karena gemas melihat pipi istrinya itu yang memerah. Dia pun mempersilahkan Zia untuk bergabung bersama teman-temannya.

Nanda yang melihat kejadian itu dengan mata kepalanya sendiri mendengus kesal. Dia tidak terima kalau Gio mengacuhkannya dan lebih memilih gadis itu.

"Apa sih yang Gio harepin dari cewek SMA kayak gitu?" kesal Nanda. Dari awal semester dia sudah mengejar-ngejar Gio tapi  selalu penolakan yang dia dapat. Sedangkan kini Gio malah bersama gadis lain yang menurutnya tidak ada apa-apanya dibanding dia.

"Ya kalau Gio udah cinta lo bisa apa Nan? Mau lo ngejar-ngejar dia seabad pun lo ga bakal bisa karena dia emang ga ada perasaan apa-apa sama lo."

"Sialan! Sebenarnya lo itu teman gue apa bukan?"

Lolita terdiam begitu mendengar ucapan Nanda barusan. Apalagi Nanda juga menatapnya tajam. "Ya temen elo. Tapi kan gue bicara jujur."

"Mending lo diem deh daripada bikin gue kesal aja."

Semua orang di kampus itu akhirnya tahu kalau Gio memang sudah memiliki pacar karena kejadian ini. Mereka jadi iri pada Zia karena diperlakukan Gio begitu manis seperti itu. Siapa yang tidak mau menjadi pacarnya Gio kan?

Sementara itu Nevan tampak tersenyum sinis menatap Gio. Dia sudah tahu Gio itu seperti apa. Hanya tinggal mencari bukti saja untuk menjatuhkan Gio agar dia tidak memiliki saingan lagi. Baik dalam urusan akademik maupun dari rebutan para gadis di kampusnya.

***

Zia pamit pada teman-temannya untuk ke toilet. Entah kenapa dia merasa sedikit gugup dan membuatnya ingin buang air. Dia pun melangkahkan kakinya sendirian menuju toilet. Sebenarnya salah satu temannya ada yang ingin menemani, tapi dia tolak karena dia bisa sendiri dan jarak toilet pun terbilang dekat.

Langsung saja Zia masuk ke toilet untuk menuntaskan hajatnya. Setelah selesai dia pun keluar dan mencuci tangannya di wastafel sekalian membenarkan penampilannya.

"Jadi ini ceweknya Gio?"

Kening Zia berkerut saat melihat ada dua orang gadis memasuki toilet dan berada di belakangnya melalui pantulan cermin. Dia pun membalikkan badannya menghadap gadis itu.

"Maksudnya?" bingung Zia. Dia ingat kalau perempuan ini yang dulu dia lihat dari foto sedang memeluk Gio.

"Lo ga usah ngerasa senang dulu deh. Siapa tau Gio macarin lo buat sementara aja. Dia itu lebih pantes sama gue."

"Oh ya?" tanya Zia. Jelas sekali terdengar nada tak suka dan juga kesombongan dari ucapan gadis itu.

"Ya iyalah. Liat aja nanti. Gio pasti jadi milik gue," sahut Nanda dengan percaya dirinya.

"Sayangnya itu ga bakal terjadi. Gio jelas ga akan ninggalin aku. Dia itu cinta sama aku. Kalau kamu ga tau apa-apa lebih baik kamu diem aja," sahut Zia telak. Disini dia sebagai istri Gio tapi kenapa wanita itu bisa-bisanya datang dan berbicara seperti itu padanya. Iyasih orang-orang tidak ada yang tahu soal pernikahan mereka itu.

"Sialan lo! Emang apa jaminannya kalau dia ga bakalan ninggalin lo?"

"Aku ga ada urusan sama kamu ya. Bye."

Nanda mendengus kesal saat melihat Zia meninggalkannya begitu saja. Dia kira Zia adalah gadis polos yang tak akan berani melawan ucapannya. Tapi ternyata dia salah. Paras dan penampilan gadis itu yang polos ternyata tidak sesuai dengan sikapnya.

"Sialannnn!"

Nanda ikut keluar dari toilet. Dia masih sangat kesal dengan Zia.

"Lo ga bakal menang dari dia Nan."

Nanda menolehkan wajahnya begitu mendengar suara itu. Dia menyipitkan matanya saat melihat keberadaan Nevan di sana. Cowok itu tampak bersandar di tembok dengan tangan yang berlipat di dada.

"Maksud lo?"

"Sampai kapanpun lo ga bakal menang dari gadis itu buat dapetin Gio. Dia udah jauh di depan lo."

"Mending lo bicara yang jelas. Jangan buat gue bingung."

Nevan melangkah mendekati Nanda. Lalu dia menunduk dan berbisik di telinga Nanda.

"Gio dan cewek itu udah pernah tidur bareng. Ya jelaslah lo ga ada apa-apanya," ujar Nevan tersenyum sinis. Sementara Nanda terdiam tak percaya.

"Ga mungkin!"

"Terserah sih kalo lo ga percaya. Tapi coba lo pikir apa yang buat Gio bisa seperti itu ke gadis itu? Ya jelas karena Gio udah pernah making love sama dia."

"Gio ga mungkin begitu."

"Gue saksinya. Gue ngeliat sendiri Gio sama gadis itu keluar dari toilet. Lo bisa bayangin apa yang mereka lakukan berduaan di toilet. Jadi saran gue, kalau lo mau dapetin Gio. Lo harus sama kayak gadis itu."

Setelah mengucapkan hal itu, Nevan pun berlalu pergi meninggalkan Nanda yang masih syok karena mengetahui fakta tentang Gio itu. Dia antara percaya dan todak kalau Gio sudah berhubungan badan dengan gadis itu. Namun, mengingat ucapan gadis tadi yang begitu yakin sepertinya memang iya.

"Sialaaan! Gue ga terima."

Nevan tersenyum licik, dia sengaja mengatakan hal itu kepada Nanda agar membuat gadis itu semakin panas. Dia yakin kalau Nanda akan bertindak yang pasti akan menguntungkannya. Dia hanya tinggal menunggu tanggal mainnya saja.

***

"Hai cantik, boleh kenalan gak?"

Zia melotot horor saat melihat laki-laki yang dulu pernah memergokinya di toilet bersama Gio. Laki-laki itu juga pernah berkelahi dengan Gio. Tapi kenapa sekarang dia masih berani menggodainya seperti ini.

"Sombong amat sih. Takut ya ama pacarnya?"

"Siapa sih Gi?" tanya salah satu teman Zia.

"Ga tau," sahut Zia langsung. Dia tidak berniat menanggapi ucapan laki-laki itu yang kemungkinan akan membuat masalah.

"Jual mahal banget sih."

Zia kesal namun dia tidak ingin meladeninya. Dia lanjut saja melangkah ke depan. Kebetulan sekali dia bisa melihat Gio yang menuju ke arahnya di depan sana.

"Udah selesai?" tanya Gio begitu sudah ada di hadapan Zia.

"Heem."

"Mau pulang?"

"Boleh."

Gio pun merangkulkan tangannya di pinggang Zia. Dia bawa istrinya itu menuju tempatnya memarkirkan motor.

Gio lebih dulu naik ke atas motornya. Barulah setelah itu Zia ikut naik dengan berpegangan di bahu Gio.

"Pegangan sayang." Gio meraih tangan Zia dan melingkarkan di perutnya. Senyum mengembang di bibirnya begitu menatap istrinya itu.

Sementara di lain tempat Nanda semakin kesal saja melihat Gio yang mesra sekali dengan Zia.

***

TBC

Ebook tersedia di Googleplaystore

GIOZIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang