2.7

344 116 13
                                    

"Mencintaimu adalah melepaskan.
Mengenangmu adalah keikhlasan yang kupaksakan."
•••••

Kamu tahu?
Mengingatmu adalah sakit yang paling kunikmati sepanjang hidupku.

Dari Ja,
Kepada bulan tanpa sinar yang tak pernah iri pada matahari dan bintang.

Ruangan hening semenjak terakhir kali kata-kata di akhir surat telah dibacakan oleh Yunho. Sedangkan sang albino yang hanya duduk diam diatas kasurnya perlahan meruntuhkan senyum yang sepanjang surat dibacakan, selalu dilukiskannya dengan hati bergetar.

Apakah menyukai seseorang harus serumit ini? Apakah memang benar warna cinta hanya bisa digambarkan sebagai warna merah muda?

Seminggu berlalu semenjak Ren merekam video penyemangat demi menunjang penyembuhan gadisnya. Akhirnya, usaha albino itu berbuah manis.

Ja mengirimkannya surat pagi ini, membuat Ren tersenyum kecil saat menerimanya.

Namun apa daya? Netra biru pucat sang albino sudah kabur terlalu parah, tak bisa lagi digunakan untuk membaca. Maka dari itu, Ren meminta tolong pada sang papa yang datang mengantarkan nampan sarapan ke kamarnya untuk membacakannya surat yang sudah susah payah dituliskan Ja untuknya.

Ren ingin sekali menangis, ingin sekali menumpahkan perasaan rindu nya pada gadis manis itu.

Namun lagi-lagi Ren tak berdaya dihadapan guratan takdir Sang Pencipta. Lagi-lagi Sang Albino kalah, ia hanya bisa pasrah di ombang-ambing kan oleh-Nya.

Yunho menghela napas, mengusap sekali lagi airmata yang jatuh di pipinya. Belakangan ia memang mudah menangis, sebab sepertinya rasa bersalah yang menghimpit hati kecilnya begitu besar, begitu menyesakkan.

Lihatlah hari ini, ia bahkan tak tahu kalau sang bungsu punya hubungan sedekat itu dengan orang lainnya. Bahkan ia rasa lebih dekat daripada hubungannya dengan anak kandungnya.

Yunho harus berusaha sekuat tenaga menyembunyikan tangis dihadapan sang bungsu, ia tak mau anaknya yang itu menganggap dirinya lemah, padahal kalau dibandingkan tak ada apa-apanya dengan apa yang sang albino pikul semasa hidupnya.

"Kamu... Benar-benar gamau operasi?" tanya Yunho setelah beberapa saat ruangan lengang tanpa satu suarapun.

Ia membuka lagi topik sensitif diantara mereka, topik yang coba di diskusikan lagi oleh Yunho agar dapat mempertahankan keberadaan Ren di dunia.

Ren tersenyum kecil, ia menggeleng pelan. "Ren pulang aja, pa."

"Tapi mungkin ini bisa jadi harapan terakhir kamu..." pujuk Yunho.

"Harapan terakhir Ren ada di rumah kita, Pa. Operasi ini gak akan merubah banyak. Toh, Ren udah ikhlas kalau memang sudah dekat waktunya."

Yunho membalikkan badan, menyembunyikan lagi tangisnya yang kembali pecah saat sang bungsu final menolak bujukannya.

Mengapa ia selalu merasakan sakit saat melihat anaknya itu tersenyum? Padahal senyuman yang selalu dilukiskan dengan bibir pucat itu begitu menawan, begitu cantik hingga rasa-rasanya seperti melihat senyuman seorang malaikat.

Yunho takut, ia takut saat sosok malaikat kecilnya itu memang akan diambil dalam waktu dekat oleh Tuhan. Ia takut karena ia tak punya cukup banyak alasan untuk membuat anaknya bersyukur hidup di dunia. Ia takut... Ia takut sang albino merasa bahwa ia bukanlah orangtua yang baik padanya.

Namun demi melihat anaknya yang duduk sambil memandangi kertas yang dipegangnya dengan netra yang kabur, Yunho melukiskan senyum kecil.

Setidaknya anaknya merasa bahagia karena memiliki seseorang yang baru saja mengirimkan surat padanya.

REN ✔ | NCT DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang