2.1

331 122 26
                                    

"Terdiam beribu kata, namun orang lain nampaknya senang sekali menghina. Bolehkah kutahu, apa salahku terlahir dengan keadaan tersiksa?"
•••••

 Bolehkah kutahu, apa salahku terlahir dengan keadaan tersiksa?"•••••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Author POV

*flashback*
7 Agustus 2016

Punggung kecil itu tampak basah, tangannya mendorong pintu coklat pelan-pelan, takut mengganggu seisi rumah.

Kaki kurusnya ia langkah kan kecil-kecil, berusaha sekeras mungkin tak menimbulkan suara.

Sementara tubuh itu sudah menggigil, merasakan juga betapa perih air hujan menghujami kulitnya yang telah mengelupas tadi.

Namun tak apa, setidaknya karena itu ia bisa bersama Ja walau hanya sebentar. Merengkuh tubuh gadis manis itu, sembari sesekali mengusapi punggungnya pelan, menenangkan. Ia tak mau gadis itu menanggung sakitnya sendiri, biarlah hari itu ia juga dipukuli rasa sakit yang kerap kali menemaninya.

Tak apa, ia sudah terbiasa disakiti. Tapi untuk Ja, gadis manis itu tidak boleh sama sekali.

Air menetes pelan dari ujung baju Ren, saat ia dengan telapak kaki basahnya mengendap masuk ke dalam rumah. Sesekali ia berbisik lirih, semoga tak ada Donghyuck di rumah.

Pria itu tengah menghadapi masa krisis jiwa, belakangan suka memukuli Ren tanpa sebab. Semenjak kedua orangtuanya pergi keluar kota, Donghyuck makin rajin bermain dengan temannya, sesekali pria itu pulang dalam keadaan babak belur, di waktu yang lain, ia kembali dalam keadaan super mabuk.

Sudah berulangkali Ren menasihati, takut kalau-kalau kedua orangtua Donghyuck tau perilaku anak kedua mereka saat ini. Tapi Donghyuck mana peduli? Ia malah menendangi tubuh Ren bahkan pernah membuang obat Ren ke tong sampah.

Entah apa yang membuatnya begitu benci pada Ren, pria albino itu juga tak tahu. Ia kasihan pada Donghyuck tentu saja, berulang kali ia dipukuli teman-teman barunya, namun tetap bertahan di pergaulan itu.

Beruntung, saat itu Donghyuck belum pulang. Itu berarti hanya ada dirinya di rumah saat ini.

Ren menghela napas, menggiring sebulir air mata jatuh ke pipi tirusnya, teringat lagi akan keperihan hatinya saat melihat Ja menangis.

Sungguh, ia tak pernah marah pada gadis itu. Entah sejak kapan setengah jiwa Ren pindah ke tubuh Ja, hingga saat gadis itu hancur lebur ditelan hujan, ia merasakan hatinya diremas-remas hingga tak berdaya.

Hatinya begitu sakit melihat Ja menangis sendirian, tak ada seorang pun yang mau membantunya keluar dari lingkaran gelap itu.

Jujur saja, Ren kecewa besar saat Ja membalikkan badannya ketika ia membutuhkannya. Namun bagaimana bisa ia mengabaikan gadis yang tengah patah itu sendirian? Mengingat betapa manisnya senyum gadis itu, menjadi satu-satunya orang yang mau menemaninya menjelajahi tempat-tempat milik temannya.

REN ✔ | NCT DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang