3.0

423 133 10
                                    

"Patahku belum sembuh, entah karena keinginan tak tergapai, atau pengkhianatan yang baru dimulai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Patahku belum sembuh, entah karena keinginan tak tergapai, atau pengkhianatan yang baru dimulai."
- Alm. Eyang Sapardi -

•••••

Suara rintik pelan beradu dengan atap ruangan remang-remang, mengukung rumah kecil itu pula dalam ikatan sinar matahari yang menerobos dari sela awan yang menangis.

Hujan dibarengi matahari yang mengintip disebalik punggungnya seolah tengah ikut berkabung, ikut menundukkan kepala ketika jasad dengan kulit putih pucat itu dibawa ke ruangan kremasi.

Seolah matahari ㅡmusuh sepanjang hidup sang rembulan tengah ikut berduka, tengah ikut mengantarkannya ke pintu keabadian.

Tak ada yang bersuara, semua yang hadir juga ikut menundukkan kepala sembari mendengar sayup-sayup pastur merapalkan doa.

Isak tangis tertahan, sejalan dengan obor yang diangkat tinggi-tinggi, menyulut tubuh mungil yang sudah dibersihkan dan di doakan. Apinya mengiring jasad itu menuju bentuk terakhirnya, abu yang kelak akan terus menjadi wujud abadi miliknya.

Sang bulan telah pergi, telah menyelesaikan tugasnya sebagai yang paling sabar, sebagai yang paling tersiksa oleh takdir sang semesta.

Kini takkan ada lagi sosok putih dengan senyum seterang bulan sabit. Takkan ada lagi sosok mungil yang mampu menghangatkan sekitarnya, takkan ada lagi... Sosok yang dianggap sebagai pembawa kesialan di keluarganya.

Tepat saat rintik hujan memeluk kuat tubuh mungil yang terjatuh di pelukan gadis dengan tampilan barunya, jiwa sang albino di dekap hujan, dibawa naik ke angkasa oleh sinar matahari yang perlahan keluar dari punggung awan tebal di angkasa.

Benar, benarlah kata sang albino. Bahwa bukan saja hujan membawanya datang pada gadisnya, namun juga bahwa hujan membawanya pergi, lebih jauh, lebih menyakitkan untuk diterima sebagai kenyataan.

Hingga sampai ayat terakhir dibacakan, hingga sampai lembaran terakhir doa dirapalkan, tubuh mungil yang gemar di jadikan tempat untuk disiksa itu sudah sampai pada wujud akhirnya.

Kecil dan rapuh, wujud asli sang albino yang tak banyak orang tau.

Bahwa selama ini mereka menyiksanya! Bahwa selama ini mereka tak mengerti apa yang sang remaja netra biru pucat itu rasakan!

Menjalani hidup penuh ketakutan, takut untuk mati, talut untuk bersosialisasi, serta takut untuk menghadap pada keluarga sendiri.

Ren sudah banyak menerima segala jenis perlakuan buruk, sudah banyak menelan pil yang lebih pahit daripada yang biasa ia konsumsi.

REN ✔ | NCT DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang